Hal-hal yang Membatalkan Shalat
Adapun hal-hal yang membatalkan shalat adalah sebagai berikut :
1. Meninggalkan salah satu rukun shalat jika pelakunya tidak mengulanginya ketika shalat atau tidak lama setelah shalatnya,
berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam yang ditunjukkan kepada seseorang yang buruk dalam menunaikan shalatnya dengan meninggalkan thuma’ninah dan i’tidal, padahal keduanya itu termasuk rukun shalat,
ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
“ulangilah,lalu shalatlah kembali, karena sesungguhnya kamu belum shalat.”
(Diriwayatkan oleh Muslim,no397)
2. Makan atau minum,
berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam,
إِنَّ فِي الصَّلاَةِ لَشُغْلاً
“Sesungguhnya dalam shalat itu terdapat kesibukkan” (Muttafaq alaih;Bukhari,no 1216 Muslim no.538)
3. Perkataan yang tidak ada kaitannya dengan shalat.
Dimana Allah subhanana wata’ala berfirman ,
وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ
“Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.” (Al-Baqarah ;238)
Kemudian sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya dalam shalat itu tidak pantas ada sedikit dari perkataan manusia .” (DIriwayatkan oleh Muslim,no. 537)
Tetapi jika perkataan itu ada kaitanya dengan shalat,misalnya seorang imam mengucapkan salam, lalu ia bertanya pada kesempurnaan shalatnya. Jika dikatakan kepadanya bahwa shalatnya belum sempurna, maka ia harus menyelesaikanya. Atau saat imam meminta untuk dingiatkan bacaanya (karena lupa), kemudian makmum mengiatkannnya. Hal itu tidak menjadi masalah karena Rasulullah shalallahu alaihi wa salam juga pernah bertanya ketika sedang shalat. Sahabat Dzul Yadain bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, “apakah engkau lupa,ataukah engkau mengqasharkanya?” Beliau menjawab,
لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ
“Aku tidak lupa,dan shalatnya juga tidak diqshar (dalam dugaanku).” (Diriwayatkan oleh Muslim,no. 537)
4. Teratawa,yaitu tertawa tebahak-bahak bukan tertawa tersenyum.
Kaum Muslimin bersepakat bahwa orang tertawa ketika shalat maka, shalatnya dihukumi batal. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa wudhunya juga dihukumi batal dimana Rasulullah shalallahu alaihi wa salam
“Senyuman tidak membatalkan shalat, tetapi tertawa terbahak-bahaklah yang membatalkannya.” (Diriwayatkan ole ath-Thabarani dalam al- Mu’jam ash-Shagir,no 999 dengan sanad yang tidak ada masalah.)
5. Melakukan banyak gerakan (selain gerakan-gerakan shalat),
karena hal itu menafikan ibadah dan menyibukan hati dan anggota tubuh dengan hal-hal yang di luar shalat. Adapun gerakan yang sekedarnya seperti membetulkan sorban,atau maju ke barisan untuk mengisi tempat yang kosong, atau mengulurkan tangan pada sesuatu yang dilakukan dengan sekali gerakan, maka hal itu tidak membatalkanya shalat, berdasarkan sebuah riwayat, bahwa suatu ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa salam shalat sambil menggendongi Umamah dan meletakanya pada hal saat itu beliau sedang mengimami orang-orang yang shalat(jama’ah). Umamah yang dimaksud adalah putrinya Zainab;salah seorang putri Rasulullah shalallahu alaihi wa salam (Diriwayatkan oleh al-Bukhari,no.5996)
6. Menambah rakaat dengan jumlah yang sama karena lupa,
misalnya; Shalat Zhuhur menjadi delapan rakaat,atau shalat Maghrib menjadi enam rakaat, atau shalat Maghrib menjadi enam rakaat,atau Shalat Shubuh empat rakaat karena lupa yang sangat memungkinkan pelakunya untuk menambah jumlah rakaat shalat khusyu hingga dua kali lipat. Hal itu menunjukan,bahwa pelakunya tidak khusyu dalam shalatnya, padahal khusyu itu merupakan rahasia dan ruh shalat. Sedangkan shalat yang kehilangan ruhnya, niscaya hukumnya batal.
7. Teringat bahwa ia belum menunaikan Shalat Asharnya dihukumi batal sehingga ia menunaikan Shalat Zhuhur terlebih terlebih dahulu,
karena berurutan dalam melaksanakan diantara shalat fardhu yang lima merupakan suatu kewajiba, dengan alas- an,bahwa datangnya perintah shalat dari Allah adalah berurutan diantara shalat fardhu yang satu dengan sahalat fadhu yang lainnya, Jadi tidak boleh mengerjakan suatu shalat sebelum mengerjakan shalat yang sebelumnya yang berurutan langsung dengan shalat yang hendak dikerjakan.
Sumber ; Kitab Minhajul Muslim Syaikh Abu Bakar Jabir Al jajairi Edisi Indonesia, Cetakan XXIII, J. Ula 1440 H/2019 M, Darul Haq, Jakarta