Tafsir Surat Al-Insyiqaaq
Tafsir Surat Al-Insyiqaaq
( Terbelah )
Surat Makkiyyah
Surat Ke-84 : 25 Ayat
Tentang Sujud Tilawah Dalam Surat Al-Insyiqaq
Diriwayatkan dari Abu Salamah bahwa Abu Hurairah membaca, {اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْ} “Apabila langit terbelah,” ketika dia menjadi imam, lalu ia bersujud ketika membacanya. Lalu setelah ia selesai membacanya, ia memberitahukan kepada mereka bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pernah bersujud ketika beliau sedang membacanya hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan an-Nasa’i dari riwayat Malik.
Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Rafi’ ia berkata, “Ketika aku sedang salat ‘Isya’ bersama Abu Hurairah Ia membaca “Apabila langit terbelah,” lalu ia bersujud. Lalu aku tanyakan kepadanya Kenapa ia bersujud. Maka ia menjawab “Aku bersujud dibelakang Abul Qosim Sallallahu Alaihi Wasallam. Maka Aku senantiasa akan bersujud ketika membaca surat tersebut, sampai aku bertemu dengan-Nya. “
بِسْمِ اللهِ الَرْحَمنِ الَرحِيمِ
Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
AL-INSYIQAAQ, AYAT 1-15
اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْ، وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ، وَاِذَا الْاَرْضُ مُدَّتْ، وَاَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَتَخَلَّتْ، وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ، يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ اِنَّكَ كَادِحٌ اِلٰى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلٰقِيْهِ، فَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖ، فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيْرًا، وَّيَنْقَلِبُ اِلٰٓى اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًا، وَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ وَرَاۤءَ ظَهْرِهٖ، فَسَوْفَ يَدْعُوْ ثُبُوْرًا، وَّيَصْلٰى سَعِيْرًا، اِنَّهٗ كَانَ فِيْٓ اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًا، اِنَّهٗ ظَنَّ اَنْ لَّنْ يَّحُوْرَ، بَلٰىۛ اِنَّ رَبَّهٗ كَانَ بِهٖ بَصِيْرًا
“Apabila langit terbelah (1) dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh (2) dan apabila bumi diratakan (3) dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong (4) dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh (5) Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya (6) Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya (7) maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah (8) dan dia akan kembali kepada keluarganya (yang sama-sama beriman) dengan gembira (9) Dan adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah belakang (10) maka dia akan berteriak, “Celakalah aku!” (11) Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka) (12) Sungguh, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan keluarganya (yang sama-sama kafir) (13) Sesungguhnya dia mengira bahwa dia tidak akan kembali (kepada Tuhannya) (14) Tidak demikian, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya.” (15)
Langit Terbelah Dan Bumi Menjadi Rata Pada Hari Kiamat
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْ} “Apabila langit terbelah, ” ini terjadi pada hari kiamat. {وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا} “Dan patuh kepada Rabb-nya,” yakni patuh mendengar titah Rabbnya dan menaati perintah-Nya agar langit menjadi terbelah pada hari Kiamat. {وَحُقَّتْ} “Dan sudah semestinya langit itu patuh,” yakni, sudah semestinya langit Itu menaati perintah-Nya, karena Dia Mahaagung yang tidak bisa dibantah dan tidak bisa dikalahkan. Bahkan segala sesuatu berada dalam genggaman-Nya dan semuanya rendah di hadapan-Nya.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {وَاِذَا الْاَرْضُ مُدَّتْ} “Dan apabila bumi diratakan,” yakni dihamparkan dan dibentangkan, serta diluaskan.
Selanjutnya firman Allah Subhanahu wa ta’ala, {وَاَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَتَخَلَّتْ} “Dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.” Yakni bumi melemparkan mayat-mayat yang ada dalam kandungan perutnya sehingga menjadi kosong tanpa ada yang tersisa. Demikianlah tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, Sa’id dan Qatadah. “Dan (ia)patuh kepada Rabb-nya dan sudah semestinya (ia) patuh.” Maksud ayat ini sudah dijelaskan sebelumnya.
Balasan Amal Perbuatan Itu Sungguh Benar-Benar Ada
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ اِنَّكَ كَادِحٌ اِلٰى رَبِّكَ كَدْحًا} “Wahai Manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Rabb-mu,” yakni sesungguhnya kamu benar-benar berusaha keras menuju Rabb-mu dan melakukan berbagai amal perbuatan. {فَمُلٰقِيْهِ} “Maka kamu akan menemui-Nya,” yakni mendapatkan balasannya apakah yang baik ataupun yang buruk.
Penafsiran ini didukung hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ath-Thayalisi dari Jabir, ia mengatakan bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
قَالَ جِبْرِيلُ: يَا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإْنَّكَ مُلَاقِيهِ
“Jibril berkata, “Hai Muhammad! Jalanilah hidup sekehendakmu karena engkau pasti akan mati. Dan cintailah sesuka hatimu karena engkau pasti akan berpisah darinya. Serta berbuatlah sekehendak karena engkau pasti akan menemui balasannya.”
Sebagian ulama ada yang mengembalikan dhamir dalam ayat tersebut kepada “Rabb-mu,” yakni kamu akan menemui Rabb-mu. Maksudnya Allah akan membalasmu sesuai dengan amal perbuatanmu. Dia Subhanahu Wa Ta’ala akan mengganjarmu sesuai dengan kerja kerasmu. Dengan demikian, kedua pendapat tersebut saling berhubungan.
Tentang firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Wahai Manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Rabb-mu,” Al-‘Aufi berkata dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma “Jika engkau mengerjakan suatu amal perbuatan, maka engkau akan bertemu dengan Allah sambil membawa amal perbuatan tersebut, apakah amal yang baik ataupun amal yang buruk.
Penyodoran Dan Munaqasyah Dalam Perhitungan Amal
[Penyodoran, maksudnya kitab catatan amalnya disodorkan dan diperlihatkan, lalu dimaafkan. Ini bagi orang-orang yang selamat] Munaqasyah [Artinya amal-amal yang diperbuatnya itu dipertanyakan, diperdebatkan, dipersulit, lali ia celaka, dibalas dengan siksa] Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { فَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيْرًا } “Maka Adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,” yakni tidak dipersulit. Maksudnya seluruh rincian amalnya tidak diusut karena orang yang dihisab seperti demikian dipersulit, pasti ia akan binasa.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابَ غُذِّبَ
“Barangsiapa yang dipersulit hisabnya maka ia (pasti) disiksa.”
Aisyah berkata “Aku bertanya, ‘Bukankah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيْرًا } maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” maka beliau menjawab:
لَيْسَ ذَاكَ بِالْحِسَابِ وَلَكِنْ ذَلِكَ الْعَرْضُ، مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عُذَّبَ
“Yang di maksud ayat itu pemeriksaan yang mudah, bukanlah hisab, akan tetapi itu hanyalah penyodoran saja. Karena barangsiapa yang dipersulit hisabnya pada hari kiamat maka dia akan disiksa.”
Al Bukhari Muslim at-tirmidzi an-nasa’i Ibnu jarir juga meriwayatkan hadis tersebut.
Selanjutnya firman Allah Subhanahu wa ta’ala, {وَّيَنْقَلِبُ اِلٰٓى اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًا} “Dan dia akan kembali kepada keluarganya dengan gembira.” Yakni dia akan kembali kepada keluarganya yang sama-sama beriman di surga. Demikianlah Qatadah dan ahd-Dhahhak menafsirkannya.
Kalimat مَسْرُوْرًا yakni dalam keadaan senang gembira dengan karunia yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Selanjutnya firman Allah Subhanahu wa ta’ala, { وَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ وَرَاۤءَ ظَهْرِهٖ } “Dan adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah belakang.” Maksudnya, mereka yang menerima catatan amalnya dengan tangan kirinya dari arah belakang yakni mereka membengkokkan tangannya ke belakang,” maka dia akan berteriak Celakalah aku!” Yakni rugi dan binasa lah diriku. { وَّيَصْلٰى سَعِيْرًا اِنَّهٗ كَانَ فِيْٓ اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًا} “Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (Neraka). Sungguh, dia dahulu di dunia bergembira di kalangan keluarganya (yang sama-sama kafir).” Yakni bergembira dengan kekufuran nya tanpa memikirkan akibatnya. Mereka tidak takut dengan apa yang terjadi di kemudian hari. Kegembiraan yang sedikit (di dunia) itu ternyata berujung dengan kesedihan yang berkepanjangan. { اِنَّهٗ ظَنَّ اَنْ لَّنْ يَّحُوْرَ} “Sesungguhnya dia mengira bahwa dia tidak akan kembali kepada Rabb-nya.” Di dunia ia yakin bahwa dirinya tidak akan kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia tidak percaya bahwa ia akan dihidupkan kembali untuk menghadap Allah setelah kematiannya. Demikianlah tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhuma Qatadah dan yang lainnya.
Lafadz يَحُوْرُ makanannya Kembali.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {بَلٰىۛ اِنَّ رَبَّهٗ كَانَ بِهٖ بَصِيْرً}”Tidak demikian sesungguhnya Rabb-nya selalu melihatnya.” Yakni Allah akan menghidupkannya kembali sebagaimana Dia telah menghidupkan yang pertama kali. Dia Subhanahu Wa Ta’ala akan membalas amal perbuatannya apakah amal baiknya maupun amal buruknya karena Dia Maha Melihat amal perbuatannya. Dia Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
AL-INSYIQAQ AYAT 16-25
فَلَآ اُقْسِمُ بِالشَّفَقِ، وَالَّيْلِ وَمَا وَسَقَ، وَالْقَمَرِ اِذَا اتَّسَقَ، لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ، فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ، وَاِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْاٰنُ لَا يَسْجُدُوْنَ ۗ ۩، بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَ، وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا يُوْعُوْنَ، فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ، اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍ
Maka Aku bersumpah demi cahaya merah pada waktu senja (16) demi malam dan apa yang diselubunginya (17) demi bulan apabila jadi purnama (18) sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan) (19) Maka mengapa mereka tidak mau beriman? (20) Dan apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak (mau) bersujud (21) bahkan orang-orang kafir itu mendustakan(nya) (22) Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka) (23) Maka sampaikanlah kepada mereka (ancaman) azab yang pedih (24) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya (25)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Bersumpah Dengan Perjalanan Hidup Manusia Yang Silih Berganti
Diriwayatkan dari ‘Ali, Ibnu’ Abbas, ‘Ubadah bin ash-Shamit, Abu Hurairah, Syaddad bin Aus, Ibnu ‘Umar, Muhammad bin ‘Ali bin al-Husain, Mak-hul, Bakar bin ‘Abdillah al-Muzani, Bukair bin al-Asyajj, Malik, Ibnu Abi Dzi’-b, ‘Abdul ‘Aziz bin Abi Salmah al-Majisyun, bahwa mereka menafsirkan kata الشَّفَقِ yakni cahaya merah.
‘Abdurrazzaq meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu Anhu, ia menafsirkan kata الشَّفَقِ dengan cahaya putih. Lafadz الشَّفَقِ mencakup cahaya merah di ufuk baik sebelum matahari terbit seperti yang dikatakan oleh Mujahid ataupun setelah terbenamnya matahari sebagaimana yang dikenal oleh para pakar bahasa Arab.
Khalil bin Ahmad menafsirkan kata الشَّفَقِ dengan cahaya merah yang terlihat sejak terbenamnya matahari sampai waktu Isya titik Apabila cahaya tersebut hilang maka dikatakan, الشَّفَقِ telah menghilang. “
Al-Jauhari menafsirkan kata الشَّفَقِ dengan sisa cahaya matahari dan cahaya merahnya di awal malam sampai mendekati gelap titik ikrimah juga menafsirkan kata الشَّفَقِ yaitu waktu antara Maghrib dan Isya.
Dalam Shahih Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Waktu maghrib itu selama cahaya merah الشَّفَقِ belum hilang.” Jadi semuanya ini merupakan bukti bahwa itu seperti yang dikatakan oleh al-jauhari dan Khalil. Kemudian Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, Mujahid, al-Hasan, dan Qatadah menafsirkan ayat, { وَمَا وَسَقَ} “Dan apa yang diselubungi nya yakni apa yang dihimpun olehnya. Qatadah menafsirkannya “Bintang dan binatang yang dihimpun oleh nya.”
‘Ikrimah menafsirkan ayat, { وَالَّيْلِ وَمَا وَسَقَ} “Demi malam dan apa yang diselubungi nya.” Yakni, segala yang diselimuti dengan gelapnya malam. Apabila malam hari tiba maka segala sesuatu pergi ke tempat asalnya.
Selanjutnya mengenai firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala { وَالْقَمَرِ اِذَا اتَّسَقَ} “Demi bulan apabila jadi purnama.” Ibnu Abbas menafsirkannya, “Yakni apabila bulat sempurna.” Al-hasan menafsirkannya, “Apabila bulan dengan cahaya penuh.” Qatadah menafsirkannya, “Apabila menjadi bulat.” Maksud tafir mereka sama, yakni apabila cahaya Bulan menjadi terang sempurna dan menjadi purnama. Dengan demikian Allah menjadikan bulan sebagai penyeimbang gelapnya malam dan apa yang diselubungi nya.
Selanjutnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, { لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ} “Sungguh akan kamu jalani tingkat demi tingkat dalam kehidupan.” Al-Bukhari meriwayatkan dari Mujahid dia mengatakan bahwa Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Ayat, ‘Sungguh akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),’ maksudnya satu keadaan setelah satu keadaan demikianlah Nabi kalian Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda.” Al Bukhari meriwayatkan dengan lafazh tersebut.
‘Ikrimah menafsirkan ayat, {طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ} “Tingkat-tingkat,” yakni secara bertahap menjadi bayi yang disapih setelah dulunya ia disusui dan menjadi tua setelah dulunya ia muda.
Al Hasan Al bashri menafsirkan ayat, “Tingkat demi tingkat” yakni silih berganti, menjadi ringan setelah sulit, dan menjadi sulit setengah ringan, menjadi kaya setelah miskin, dan Jatuh Miskin setelah kaya, menjadi sehat setelah sakit, dan jatuh sakit setelah sehat.
Pengingkaran Terhadap Kekufuran Orang-Orang Kafir Dan Penyampaian Berita Gembira Kepada Mereka Berupa Adzab Dan Pemberitahuan Bahwa Kenikmatan Adalah Untuk Orang-Orang Beriman
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ وَاِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْاٰنُ لَا يَسْجُدُوْنَ} “Maka Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka mereka tidak mau bersujud.” Yakni apa yang mencegah mereka untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari Akhir? Kenapa mereka tidak mau bersujud sebagai penghormatan, penghargaan dan pengagungan terhadap ayat-ayat Allah dan Firman-Nya yaitu Al-Quran ketika dibacakan kepada mereka?
Selanjutnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, { بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَ} “Bahkan orang-orang kafir itu mendustakannya.” Karena memang otak mereka itu senang mendustakan membangkang dan menentang kebenaran Al-Quran.
Mengenai firman Allah Subhanahu wa ta’ala, { وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا يُوْعُوْنَ} “Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka,” Mujahid dan Qatadah menafsirkannya, “Yakni, mereka menyimpannya di dalam hati mereka.”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ} “Maka sampaikanlah kepada mereka (ancaman) adzab yang pedih.” Yakni, beritakanlah kepada mereka wahai Muhammad bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyiapkan untuk mereka adzab yang Pedih.
Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ} “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan.” Ayat ini sebagai suatu pengecualian yang terputus (istitssna’ munqathi’). Maksudnya, orang-orang yang beriman dengan sepenuh hati dan mengerjakan amal Shalih dengan fisik mereka tidak mendapat ancaman dengan siksa yang pedih.
Justru { لَهُمْ اَجْرٌ} “Mereka orang-orang mukmin akan mendapat pahala” yakni di dalam akhirat. {غَيْرُ مَمْنُوْنٍ} “Yang tidak putus-putusnya.” Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma menafsirkannya, “Yakni tanpa berkurang.” Mujahid dan adh-Dhahhak menafsirkannya, “Yakni tidak terhitung.” Kesimpulan dari kedua tafsiran tersebut ialah bahwa pahala tersebut tidak pernah terputus sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala {عَطَاءَ غَيْرَ مَجْذُوذٍ} “Sebagai karunia yang tidak ada putusnya.” (QS. Huud: 108) As-Suddi berkata, “Sebagian ulama menafsirkannya, yakni tidak pernah terputus dan tidak pernah berkurang.”
Demikianlah akhir tafsir surat al-Insyiqaaq. Hanya milik Allah Subhanallahu wa ta’ala lah segala puji dan anugerah.
Disalin ulang dari: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta