ARTIKELFiqihUstadz Muadin, Lc. M.Pd.I

Fikih Zakat Fithri

FIKIH ZAKAT FITHRI

Oleh : Muadin,Lc,M.Pd.I

  1. Mukaddimah

Zakat secara umum bermakna harta yang dikeluarkan seseorang yang merupakan hak Allah Ta’ala, dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dinamakan zakat karena diharapkan keberkahan padanya, diharapkan mampu mensucikan jiwa dam menumbuhkan kebaikan-kebaikan. Makna ini secara bahasa diambil dari kata Az-zakatu ( الزكاة )  yang berarti tumbuh, suci dan berkah. ( Fiqhus Sunnah: 1/459, dengan sedikit perubahan ).

Setelah usai berpuasa ramadlan, kaum muslimin menunaikan zakat fithri ( زكاة الفطر  ) , kewajiban tersebut terhitung pada saat mulai terbenamnya matahari, pada hari terakhir dibulan ramadlan, pada malam iedul fithri. Untuk itulah dinamakan zakat fithri, fithri dari kata ifthar (  إفطار ) artinya berbuka, yaitu zakat yang wajib ditunaikan karena telah berbuka dan selesai berpuasa di bulan ramadlan. Dinamakan pula dengan shadaqatul fithri ( صدقة الفطر ). Berkata ibnu Qutaibah ( al-Mughni: 578  ,Nailul Authar: 790 ): Yang dimaksud dengan shadaqatul fithri adalah sedekahnya jiwa ( صدقة النفوس ), yang diambil dari kata al-fithrah ( الفطرة ) yang dia itu adalah asli dari penciptaan.

Zakat fithri disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, dibulan Sya’ban, tahun ini bersamaan dengan difardukannya puasa ramadlan. ( Fiqhus Sunnah: 1/459, dengan tambahan )

  1. Hukum Zakat Fithri dan Dalilnya

Zakat fithri hukumnya wajib, diantara dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

  • Al-kitab

“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. “ ( Q.S: Al-A’la: 14 )

Berkata Sa’id bin Musayyib dan Umar bin ‘Abdul ‘Aziz tentang ayat di atas ( makna tazakka ): yang dimaksud adalah zakat fithri. ( al-Mughni: 578, Shahihu Fiqhis Sunnah: 2/71)

 

Juga keumuman firman Allah Ta’ala:

“ dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat. “( Q.S: Al-Baqarah: 43 )

  • As-sunnah, diantaranya:

عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال : ” فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث ، وطعمة للمساكين . من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات ” أخرجه أبوداود وابن ماجة بسند حسن .

“ Dari Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata: Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memfardukan zakat fithri untuk mensucikan orang yang telah berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang diterima. Barang siapa yang menunaikannya setelah shalat, maka dia adalah sekedar sedekah dari sedekah-sedakah biasa. ( H.R. Abu Daud dan ibnu Majah )

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : ” فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان صاعاً من تمر ، أو صاعاً من شعير ؛ على العبد والحر ، والذكر والأنثى ، والصغير والكبير من المسلمين . و أمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة ” أخرجه البخاري .

“ Dari Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma berkata: Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memfardukan zakat fithri dibulan Ramadlan berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ sya’ir . beliau fardlukan kepada budak dan orang merdeka, baik anak-anak maupun dewasa dari kaum  muslimin. Beliau perintahkan agar zakat tersebut ditunaikan sebelum orang-orang keluar menuju shalat ‘iedul fithri.. ( H.R. Al-Bukhari )

أبو سيعد الخدري رضي الله عنه، قال: “كنا نخرج زكاة الفطر إذ كان فينا رسول الله…” رواه البخاري و مسلم

“ Dari abu Sa’id al-Khudri  radliyallahu ‘anhu berkata: Dulu kami mengeluarkan zakat fithri pada masa Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”  ( H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

  • Al-ijma’

Berkata ibnu al-Mundzir  ( Al-Ijma’: 55 )

و أجمعوا على أن صدقة الفطر فرض

‘ ulama sepakat bahwa shadaqatul fithri hukumnya fardlu. ‘

Berkata  ibnu Qudamah ( al-Mughni: 578 ) setelah menukil perkataan ibnu al-Mundzir di atas: Berkata Ishak: shadaqatul fithri itu disepakati ulama atas kefardluanya.

  1. Syarat Wajib Zakat Fithri dan Kepada Siapa Diwajibkan

Zakat fithri diwajibkan kepada setiap muslim, budak maupun merdeka, baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki maupun wanita, sebagaimana dalam hadits ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma yang telah lalu., ditambah dengan syarat-syarat berikut:

  1. Islam, dengan dalil hadits ibnu Umr yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari diatas, diantara teksnya: من المسلمين, dari kaum muslimin. Karena juga zakat fithri merupakan ibadah, sehingga tidak diterima dari orang kafir.
  2. Adanya kecukupan bahan makanan pokok dan kebutuhan pokok yang lain, untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya pada hari ( siang dan malam ) iedul fithri ( Lihat: Shahihu Fiqhis Sunnah: 2/72 ). Dalil hal ini adalah sabda Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

( من سأل و عنده ما يغنيه فإنما يستكثر من النار ), فقالو: يا رسول الله, و ما يغنيه؟ قال: ( أن يكون له شبع يوم و ليلة ) رواه أبو   داود بسند حسن.

“ Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia memiliki apa-apa yang  bisa mencukupi kebutuhannya, maka sesungguhnya dia hanya mempebanyak api neraka ), para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apakah ukuran mencukupi itu? Beliau menjawab: ( Jika dia memiliki apa-apa yang bisa mengenyangkannya untuk sehari semalam. ). ( H.R. Abu Daud dengan sanad shahih )

Seseorang diwajibkan menunaikan zakat fithri untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti istri dan anak. Demikian pula hamba sahaya, hanya saja kewajibannta menjadi tanggungan tuannya. (Kitab al-Fiqh al-Muyassar fi dloui al-Kitab wa as-Sunnah: 141 ).

Disukai menunaikan  zakat fithri untuk janin yang masih dalam perut, sebagaimana hal itu dilakukan oleh ‘Utsman radliyallahu ‘anhu. ( Al-Mulakhkhash al-Fiqhi: 1/ 452 ).

  1. Ukuran yang Wajib Dikeluarkan dan Berupa apa

Ukuran zakat fithri yang wajib dikeluarkan adalah satu sha’, sebagaimana dalam hadits ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma di atas. Sha’ adalah ukuran takaran, dan alat takar ysng digunakan adalah alat takar  penduduk Madinah, karena Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadikannya sebagai standar alat takar.

) المكيال على مكيال أهل المدينة والوزن على وزن أهل مكة ( رواه أبو داود والنسائي بسند صحيح

“ Takaran adalah menggunakan takarannya penduduk Madinah, dan timbangan adalah menggunakan timbangannya penduduk Mekkah.” ( H.R. Abu Daud dan Nasai dengan sanad shahih )

Berkata Dr. Yusuf bin Abdullah al-Ahmad ( http://www.saaid.net/Doat/yusuf/8.htm ):

Aku mendapatkan alat Mud yang telah dikonversikan dengan Mud-nya Zaid bin Tsabit radliyallahu ‘anhu, aku mendapatkannya dari seorang penuntut ilmu dengan sanadnya sampai ke Zad bin Tsabit radliyallahu ‘anhu. Akupun mengkonversikan Mud tersebut dengan ukuran timbangan dari berbagai makanan yang berbeda-beda, dan sebagaimana diketahui bahwa satu Sha’ adalah sama dengan empat Mud. Lalu aku sampai pada kesimpuln berikut:

  • Bahwa Sha’ tidak mungkin dikonversikan dengan timbangan, karena Sha’ berbeda hasil timbangannya sesuai dengan perbedaan barang yang ditimbang, sehingga satu Sha’ gandum jika ditimbang akan berbeda hasil timbangannya dengan satu Sha’ Satu Sha’ beras jika ditimbang akan berbeda hasil timbangannya dengan satu Sha’ kurma, kurmapun berbeda-beda tergantung dari perbedaan jenisnya….
  • Satu Sha’ Nabawi kira-kira sama dengan 3,280 liter
  • Aku telah konversikan satu Sha’ dari beberapa makanan dengan ukuran timbangan, ternyata alat timbangan itu bermacam macam tingkat keakuratannya, maka aku pilih alat timbangan yang paling sensitif, sehingga muncullah hasil sebagaimana dalam tabel berikut ( tidak semua hasil dicantumkan dalam tabel, pent ):
Jenis makanan Ukuran setelah konversi dengan Kg
أرز مزة 2,510
أرز بشاور 2,490
Beras  mesir 2,730
Beras Amerika 2,430
Beras  merah 2,220
Gandum 2,800

Berkata asy-Syaikh al-Qifari ( Tasyniful Asma’ Syarhu Mukhtashar abi Syuja’, hal: 208 ): firman Allah Ta’la:

} أوفوا الكيل و و لا تكونوا من المخسرين و زنوا بالقسطاس المستقيم {

Menunjukkan bahwa takaran ( al-Kayl الكيل ) ) ) berbeda dengan timbangan ( al-Wazn ( الوزن ) ). Hal itu karena takaran digunakan untuk mengetahui ukuran ( الحجم ), adapun timbangan untuk mengetahui berat. Dan diketahui bahwa ukuran itu berbeda-beda. Ukuran 1 kg kapas jauh lebih besar dari pada ukuran 1 kg besi, padahal timbangannya sama, 1 kg.

Dari hasil tersebut maka saya ( penyusun ) berpendapat bahwa jika ada yang mengeluarkan zakat fithri dengan 2,5 kg, maka sah, demikian pula yang 3 kg, maka dia lebih berhati-hati. و الله أعلم

Zakat fithri dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok di daerah tersebut. Adapun Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan menunaikan zakat berupa kurma atau gandum atau makanan pokok lainnya yang ada pada waktu itu, maka itu karena jenis makanan itulah yang menjadi makanan pokok penduduk Madinah pada saat itu.  ( Lihat: Shahih Fiqhis Sunnah: 2/73 ).

Tidak sah menunaikan zakat fithri berupa uang, karena hal itu menyelisihi apa yang diperintahkan shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga apa yang diamalkan oleh para sahabat. Zakat fithri merupakan ibadah wajib tang berupa jenis tertentu, yaitu makanan pokok, sehingga tidak sah menunaikannya bukan dari jenis yang tertentu. (Kitab al-Fiqh al-Muyassar fi dloui al-Kitab wa as-Sunnah: 142 ).

  1. Waktu menunaikannya

Kewajiban zakat fithri dimulai pada saat matahari terbenam dimalam iedul fithri, karena pada saat itulah waktu berbuka ( selesai ) dari berpuasa di bulan ramadlan.

Waktu yang paling utama untuk menunaikan zakat fithri adalah pada waku terbit fajar / waktu subuh sampai beberapa saat sebelum menunaikan shalat iedul fithri, sebagaimana dikemukakan dalam hadits-hadits di atas.

Diperbolehkan menunaikannya sehari atau dua hari sebelum iedul fithri, sebagaimana dilakukan oleh ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma:

عن نافع قال: ( كان ابن عمر يعطيها الذين يقبلونها, و كانوا يعطون قبل الفطر بيوم أو يومين )   رواه البخاري و مسلم.

Dari Nafi’ berkata: Dahulu ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada yang berhak menerimanya, sehari atau dua hari sebelum iedul fithri. ( H.R. al-Bukhari dan Muslim )

Tidak diperbolshkan menunaikannya setelah shalat iedul fitri, jika ditunaikan setelah shalat iedul fithri, maka dia dihukumi sedekah biasa.

(….ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات ) أخرجه أبوداود وابن ماجة بسند حسن .

“Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang diterima. Barang siapa yang menunaikannya setelah shalat, maka dia adalah sekedar sedekah dari sedekah-sedakah biasa. ( H.R. Abu Daud dan ibnu Majah )

  1. Mustahiq Zakat Fithri

Yang berhak menerima zakat fithri adalh orang-orang fakir dan miskin, sebagaimana dalam hadits ibnu Abbas:

عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال : ” فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث ، وطعمة للمساكين .

Dari Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata: “ Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memfardukan zakat fithri untuk mensucikan orang yang telah berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin ”

  1. Hikmah Disyariatkannya Zakat Fithri

Diantara hikmah disyariatkannya zakat fithri adalah memberikan kecukupan kepada fakir miskin pada iedul fithri, sehingga tidak meminta-minta di jalan dan ikut bergembira di hari itu. Hal itu bisa menumbuhkan kepedulian dan kasih sayang kepada mereka, juga menghilangkan sikap iri dan dengki dari mereks kepada orang-orang kaya.

Diantara hikmah yang lain adalah mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor yang barangkali dia lakukan pada saat berpuasa, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma.

 

 

           

 

Sumber rujukan:

  1. Adlwa al-Bayan fi idlohi al-quran bi al-quran, Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jakni asy-Syinqithi ( 1393 H ), tashih dan takhrij: Muhammad abdul Aziz al-Khalidi, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1424 H-2003 M, Beirut-Libanon.
  2. Taisir al-Karimi ar-Rahman fi tafsiri kalami al-Mannan , Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, tahqiq: Abdurrahman bin Ma’alla al-Luwaihiq. Muassassah ar-Risalah,1423 H- 2002 M, Beirut-Libanon.
  3. Fathul bari syarhu shahih al-Bukhari ( al-juzu al-‘asyiru ), al-Imam Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqalani ( 773 H-852 H ), ta’liq: Al-‘allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Maktabah ash-Shafa, 1424 H-2002 M, Kairo-Mesir.
  4. Al-Minhaj fi Syarhi shahihi Muslim bin al-Hajjaj, Muhyi ad-din abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Murri an-Nawawi ( 631- 676 ), Baitul Afkar ad-Dauliyyah, 1421 H-2000 M, Riyad- KSA, Amman-Yordania.
  5. Mausu’ah al-Hadits an-Nabawi asy-Syarif, al-Ishdar ats-Tsani, Barnamij Majjani, Intaj Mauqi’ ruh al-Islam.
  6. Al-Ijma’, abu Bakr Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir an-Naisaburi ( 318 H ), Tahqiq & Takhri: DR. Abu Hammad Shaghir Ahmad bin Muhammad Hanif, Darul ‘Alamul Kutub, 1424 H-2003 M, Ar-Riyad-KSA.
  7. Al-Mughni, Muwaffaqud Din abu Muhammad Abdillah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy ( 541-621 H ), Tahqiq & Takhrij: Raid bin Shabri bin abi ‘ilfah, Baitul Afkar ad-Dauliyyah, 2004 M, Riyad- KSA, Amman-Yordania.
  8. Zaad al-Ma’ad fi Hadyi Khairi al-‘Ibad, Syamsu ad-Din abi Abdillah Muhammad bin abi Bakr az-Zar’i ad-Dimasyqi ( 691-751 H ), tahqiq ta’liq dan takhrij: Syu’aib al-Arnauth dan Abdul qadir al-Arnauth, Muassasah ar-Risalah, 1421 H-2000 M, Beirut-Libanon.
  9. At-Ta’liqat ar-Radliyyah ‘ala ar-Raudlatu an-Nadiyyah lil ‘allamah Shiddiq Hasan Khan, al-‘Allamah al-Muhaddits asy-syaikh Muhammad Nashir ad-Din al-Albani, tahqiq: Ali bin Hasan binAli bin Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari, Dar ibni ‘Affan, al-mujallad ats-tsalits.
  10. Al-Mulakhkhash al-Fiqhi, Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Dar al-‘Ashimah, 1421 H-2001 M, Riyad- KSA.
  11. Fiqhus Sunnah, As-Sayyid Sabiq, Syirkatul Manarid Dauliyyah, 1416 H-1995 M, Kansas City-USA.
  12. Shahih Fiqhi as-Sunnah wa adillatuhu wa taudlihu madzahibi al-Aimmah, abu Malik Kamal bin as-Sayyid salim, Daru at-Taufiqiyyah li at-Turats, 2010 M, Kairo – Mesir.
  13. Talkhish Kitab Ahkam al- Udlhiyyah wa adz-Dzakah, Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Dar al-Minhaj, 1424 H-2003 M, ‘Unaizah-KSA
  14. . Tasyniful Asma’ Syarhu Mukhtashar abi Syuja’, Asy-Syaikh Nayif bin Ali bin Abdillah al-Qifari, tanpa penerbit dan tahun.
  15. Kitab al-Fiqh al-Muyassar fi dloui al-Kitab wa as-Sunnah, ditulis oleh beberapa ulama, diterbitkan oleh Majma’ Malik Fahd untuk percetakan mushaf syarif, 1424 H, al-Madinah al-Munawwarah, KSA. 
  16. http://www.saaid.net/Doat/yusuf/8.htm
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker