Bahaya Cinta Dunia
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبي المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mendidik kita agar memiliki hati yang hanya mengharapkan kehidupan akhirat semata. Menjadikan hati kita senantiasa yang terbesar adalah kehidupan akhirat, ridho Allah dan surga-Nya. Karena ketika hati mengharapkan dunia, seringkali menimbulkan berbagai macam mudharat yang sangat berat. Diantaranya:
- MEMBATALKAN AMAL
Seseorang yang beramal sementara hatinya mengharapkan dunia, akhirnya keinginan terbesar di hatinya adalah mengharapkan balasan di dunia. Orang yang berinfak misalnya, ternyata harapan terbesar di hatinya agar diganti di dunia ini. Orang yang shalat tahajud misalnya, ternyata tujuan terbesar di hatinya agar dilancarkan rezekinya. Orang yang shalat dhuha misalnya, sementara keinginan terbesar di hatinya adalah rezeki di dunia. Maka semua itu menjadikan amalan yang sia-sia. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Hud ayat 15-16:
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
“Barangsiapa yang menginginkan dunia dan perhiasannya maka mereka akan diberikan apa yang mereka inginkan dari amalannya tersebut tanpa dikurangi.” kata Allah.
أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ
“Akan tetapi di akhirat, maka tidak mendapatkan apapun kecuali api neraka.” kata Allah.
وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Batalah amalan mereka dan sia-sia perbuatan mereka.”
Lihatlah saudaraku.. Allah menyebutkan bahwa orang yang menginginkan dunia dari amalannya, Allah akan berikan apa yang ia inginkan bagi siapa yang Allah kehendaki. Tapi di akhirat ia tidak mendapatkan apapun dari pahala kecuali api neraka saja. Lalu Allah mengatakan, “batal amalnya, sia-sia perbuatannya.” Akibat daripada mengharapkan dunia terlalu besar.
- JATUH KEPADA RIYA’
Orang yang mengharapkan dunia terlalu besar di hatinya seringkali ia jatuh kepada riya’, mengharapkan pujian manusia, mengharapkan agar ia didengar oleh manusia, agar ia tenar, agar dia masyhur dan yang lainnya. Sehingga akhirnya riya’ itu menyebabkan ia termasuk orang yang pertama kali dilemparkan ke dalam api neraka. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim:
إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ada tiga orang yang pertama kali diputuskan pada hari kiamat.”
Dalam satu riwayat yang lain, “Ada tiga orang yang pertama kali dibakar dalam api neraka” Yang pertama adalah orang yang alim dan qari’ (pembaca Al-Qur’an yang baik), yang kedua orang yang mati syahid, yang ketiga orang yang berinfak.
Maka orang yang alim dan qari’ dipanggil oleh Allah dan Allah pun mengingatkan nikmatnya atas dia. Lalu Allah berfirman, “Apa yang engkau amalkan.” Si Alim ini berkata, “Ya Allah, dahulu di dunia aku menuntut ilmu dan aku membaca Al-Qur’an karena Engkau, ya Allah.” Maka Allah berfirman:
كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌٌ ، فَقَدْ قِيْلَ
“Kamu berdusta. Kamu dahulu menuntut ilmu karena ingin disebut alim, kamu dahulu membaca Qur’an karena ingin disebut qari’, dan kamu sudah mendapatkan predikat itu.” Lalu iapun diseret dan dilemparkan ke dalam api neraka, kata Rasulullah.
Dipanggil orang yang mati syahid, lalu Allah bertanya kepadanya, “Apa amalmu?” Dia (orang yang mati syahid) berkata, “Aku berperang sampai meninggal dunia karena Engkau, ya Allah.” Allah berfirman:
كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ
“Kamu dusta. Kamu dahulu berperang karena angin disebut pahlawan, kamu berperang karena ingin disebut pemberani, dan kamu sudah mendapatkan predikat itu.” Lalu iapun diseret dan dimasukkan ke neraka.
Demikian pula orang yang dermawan, ternyata ia bukan karena Allah, ia pun diseret ke dalam api neraka.
Saudaraku sekalian, akibat terlalu mengharapkan dunia, mengharapkan pujian manusia, mengharapkan ketenaran dan yang lainnya, sehingga akhirnya amalannya pun sia-sia, tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- TIDAK PEDULI HALAL MAUPUN HARAM
Orang yang terlalu mengharapkan dunia seringkali tidak peduli halal maupun haram. Tidak peduli apakah itu diharamkan oleh Allah, yang terpenting bagi dia adalah dia bisa mendapatkan kehidupan dunia, dia bisa mendapatkan harta, dia bisa mendapatkan kedudukan. Dan ini yang sangat Rasulullah khawatirkan kepada umatnya. Bahkan Rasulullah menganggap orang seperti ini lebih buruk daripada serigala lapar. Rasul bersabda:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan pada sekelompok kambing, lebih merusak agama seseorang dari orang yang tamak dan rakus terhadap harta dan kedudukan.” (HR. Tirmidzi)
Iya, ketika hatinya sangat mengharapkan dunia berupa harta, berupa kedudukan, tidak peduli lagi dengan batasan-batasan Allah, tidak peduli lagi dengan agama Allah. Sehingga akhirnya dia menghalalkan segala cara bahkan ia tidak akan pernah segan untuk membunuh lawannya demi untuk mendapatkan keinginannya tersebut, saudaraku sekalian.
- KEHILANGAN QANA’AH
Hati yang senantiasa mengharapkan dunia akan kehilangan qana’ah. Sementara qana’ah adalah merupakan kekayaan hati. Sementara kekayaan hati adalah bekal yang terbaik dalam kehidupan dunia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang siapa orang yang kaya. Orang yang kaya, kata Rasulullah adalah orang yang kaya hatinya. Suatu ketika Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, menurut kamu siapa orang kaya itu?” Lalu kata Abu Dzar, “Orang kaya itu orang yang memiliki harta benda, wahai Rasulullah.” Kata Rasulullah, “Bukan, hakikat orang kaya itu adalah orang yang kaya hatinya.” Yaitu yang qana’ah, merasa cukup dengan apa yang dia miliki dari kehidupan dunia.
Orang yang tidak qana’ah, saudaraku, dia tidak akan zuhud dalam kehidupan dunia. Dia selalu mengharap-harapkan apa yang Allah berikan kepada orang lain sehingga akhirnya ia jatuh kepada yang kelima. Yaitu:
5. Hasad Kepada Manusia
Sementara hasad itu merupakan penyakit iblis la’anahullah. Lihatlah iblis, ia hasad kepada Nabi Adam karena iblis mengharapkan sesuatu. Yaitu ia menginginkan kedudukan, ia menginginkan kehormatan, ia ingin dihormati. Orang yang hatinya ingin dihormati oleh manusia, akhirnya ia akan mudah terkena penyakit dengki.
Ummatal Islam,
Oleh karena itulah hati yang terlalu mengharapkan dunia, banyak sekali penyakit-penyakit hati yang ada di hatinya tersebut. Yang mengakibatkan akhirnya seringkali ia tidak mengharapkan kehidupan akhirat. Ia lebih ridha dengan kehidupan dunia. Sementara Allah mengatakan:
إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ ﴿٧﴾ أُولَـٰئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴿٨﴾
“Orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami dan lebih ridha dengan dunia, bahkan hatinya merasa tenang dengan dunia, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus[10]: 7-8)
Maka berhati-hatilah saudaraku sekalian, pandanglah dunia dengan pandangan yang hina. Jangan pandang dunia dengan pandangan yang mulia. Pandanglah dunia bagaikan bangkai yang tidak punya harga sama sekali. Karena memang demikian yang Rasulullah kabarkan kepada kita.
Ketahuilah bahwa tujuan hidup seorang Muslim adalah akhirat, bukan dunia. Akhirat (surga) merupakan puncak cita-cita seorang Muslim. Orang yang beriman dan berakal memandang dunia dan akhirat dengan sudut pandang yang benar.
Cinta seseorang kepada akhirat tidak akan sempurna kecuali dengan bersikap zuhud terhadap dunia. Sementara, zuhud terhadap dunia tidak akan terealisasi melainkan setelah ia memandang kedua hal ini dengan sudut pandang yang benar.
Pertama, memandang dunia sebagai sesuatu yang mudah hilang, lenyap, dan musnah. Dunia adalah sesautu yang kurang, tidak sempurna dan hina. Persaingan dan ambisi dalam mendapatkan hal-hal duniawi sangat menyakitkan. Dunia adalah tempat kesedihan, kesusahan dan kesengsaraan. Akhir dari semua masalah duniawi adalah kefanaan yang diikuti dengan penyesalan dan kesedihan. Orang yang mengejar kenikmatan dunia tidak lepas dari tiga keadaan yaitu kecemasan sebelum meraihnya, keresahan pada saat meraihnya, dan kesedihan setelah meraihnya.
Kedua, memandang akhirat sebagai sesuatu yang pasti datang, kekal dan abadi. Karunia dan kebahagiaan yang terdapat di akhirat begitu mulia, dan apa yang ada di akhirat sangat berbeda dengan apa yang ada di dunia. Akhirat adalah sebagaimana yang difirmankan Allâh Azza wa Jalla :
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. [Al-A’la/87: 17]
Apabila seseorang lebih mengutamakan sesuatu yang fana dan tidak sempurna, maka itu merupakan indikasi ketidaktahuannya terhadap mana yang lebih utama atau jika dia tahu maka itu merupakan indikasi dia tidak menginginkan sesuatu yang lebih utama tersebut.
Kedua hal ini menunjukkan lemahnya iman, akal, dan hatinya. Sebab, orang yang mengejar dunia, berambisi terhadapnya, dan lebih memprioritaskannya daripada akhirat, tidak luput dari kondisi apakah ia percaya bahwa apa yang di akhirat itu lebih mulia, lebih utama, dan lebih kekal daripada apa yang ada di dunia, ataukah ia tidak percaya akan hal tersebut? Jika ia tidak percaya, berarti ia tidak mempunyai keimanan. Tapi jika ia percaya namun tidak lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, maka ia adalah orang yang akalnya rusak dan tidak pandai memilih yang terbaik bagi diri sendiri.
Waffaqonallahu jami’an
Sumber:
- Rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 5 Ramadhan 1440 H / 10 Mei 2019 M.
- https://almanhaj.or.id/5858-cinta-dunia-merupakan-sumber-dari-kesalahan-dan-kerusakan-agama.html