Menuntut Ilmu Syar’i
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dan shalawat serta salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW dan kepada beliau, Keluarganya dan para sahabatnya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah saja, tanpa sekutu, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Sesungguhnya salah satu ibadah terbaik dan ketaatan paling mulia yang dianjurkan oleh Allah adalah mencari ilmu syar’i, dan yang dimaksud dengan ilmu syar’i adalah ilmu Al Qur’an dan Sunnah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩ [ الزمر:9-9]
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. [Az Zumar:9]
شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَأُوْلُواْ ٱلۡعِلۡمِ قَآئِمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ١٨ [ آل عمران:18-18]
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Al ‘Imran:18]
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١ [ الـمجادلـة:11-11]
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al Mujadilah:11]
Diriwayatkan dari Imam Al Bukhori dan Muslim dari hadist Mu’awiyah bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
مَن يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُفَقِّههُ فِي الدِّين
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka Allah akan memahami dia di dalam ilmu agama”.[1]
Berkata sebagian ulama: ( Barangsiapa yang tidak dipahamkan oleh Allah (dalam hal agama) berarti Allah tidak menghendaki kebaikan baginya ). Dan diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya dari hadist Abu Darda: Bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
مَن سلَكَ طريقًا يلتَمِسُ فيهِ علمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طريقًا إلى الجنَّةِ وإنَّ الملائِكَةَ لتَضعُ أجنحتَها لطالِبِ العلمِ رضًا بما يصنعُ وإنَّ العالم ليستغفِرُ لَهُ مَن في السَّمواتِ ومن في الأرضِ ، حتَّى الحيتانِ في الماءِ ، وفضلَ العالمِ على العابدِ كفَضلِ القمرِ على سائرِ الكواكبِ ، وإنَّ العُلَماءَ ورثةُ الأنبياءِ إنَّ الأنبياءَ لم يورِّثوا دينارًا ولا درهمًا إنَّما ورَّثوا العلمَ فمَن أخذَهُ أخذَ بحظٍّ وافرٍ
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Daud no. 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: (Kebutuhan manusia terhadap ilmu syar’i lebih besar dari kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman). Berkata Sufyan Atsauri: (Barangsiapa menginginkan dunia dan akhirat hendaknya dia menuntut ilmu).
Dan diantara keutamaan ilmu adalah:
- Bahwasanya pahala dari ilmu tersebut terus mengalir meski dia telah wafat, diriwayatkan dari Muslim dalam sohihnya dari hadist Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺbersabda:
إذا مات ابنُ آدمَ انقطع عملُه إلا من ثلاثٍ: صدقةٍ جاريةٍ ، وعلمٍ ينتفعُ به ، وولدٍ صالحٍ يدعو له
“Apabila anak adam telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga hal: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, doa dari anak yang sholeh”.
- Bawasanya orang yang berilmu adalah orang yang tetap teguh berdiri diatas perintah Allah sampai hari kiamat, diriwayatkan dari Al Bukhori dan Muslim dari hadist Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
لا تَزالُ طائِفَةٌ مِن أُمَّتي قائِمَةً بأَمْرِ اللهِ، لا يَضُرُّهُمْ مَن خَذَلَهُمْ، أوْ خالَفَهُمْ، حتَّى يَأْتِيَ أمْرُ اللهِ وهُمْ ظاهِرُونَ علَى النَّاسِ
“Senantiasa ada sekelompok ummatku yang berdiri diatas perintah Allah, tidak akan membahayakan orang yang memusuhinya hingga hari kiamat dan mereka dimenangkan diatas kebenaran manusia”, Imam Ahmad mengatakan tentang hadist ini bahwa yang dimaksud dengan kelompok tersebut adalah para ahli ilmu.[2]
- Bahwasanya ilmu adalah jalan yang mulia menuju syurga, Imam Muslim meriwayatkan dalam sohihnya dari hadist Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺbersabda: “Barang siapa yang menempuh jalan guna menimba ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya, berkat amalan ini jalan menuju ke surga.” (HR. Muslim)
- Bahwasanya seorang alim adalah cahaya yang membimbing manusia kepada perkara agama dan dunianya, diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dan Muslim dari hadist Abu Said Al Khudri bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: Pada jaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian orang tersebut mencari orang alim yang banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepada seorang rahib dan ia pun langsung mendatanginya. Kepada rahib tersebut ia berterus terang bahwasanya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang dan apakah taubatnya itu akan diterima? Ternyata rahib itu malahan menjawab; ‘Tidak. Taubatmu tidak akan diterima.’ Akhirnya laki-laki itu langsung membunuh sang rahib hingga genaplah kini seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepadanya seorang alim yang mempunyai ilmu yang banyak. Kepada orang alim tersebut, laki-laki itu berkata; ‘Saya telah membunuh seratus orang dan apakah taubat saya akan diterima? ‘ Orang alim itu menjawab; ‘Ya. Tidak ada penghalang antara taubatmu dan dirimu. Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Setelah itu, beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu termasuk lingkungan yang buruk.’ Maka berangkatlah laki-laki itu ke daerah yang telah ditunjukan tersebut. Di tengah perjalanan menuju ke sana laki-laki itu meninggal dunia. Lalu malaikat Rahmat dan Azab saling berbantahan. Malaikat Rahmat berkata; ‘Orang laki-laki ini telah berniat pergi ke suatu wilayah untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati.’ Malaikat Azab membantah; ‘Tetapi, bukankah ia belum berbuat baik sama sekali.’ Akhirnya datanglah seorang malaikat yang berwujud manusia menemui kedua malaikat yang sedang berbantahan itu. Maka keduanya meminta keputusan kepada malaikat yang berwujud manusia dengan cara yang terbaik. Orang tersebut berkata; ‘Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang meninggal dunia ini dari tempat berangkatnya hingga ke tempat tujuannya. Mana yang terdekat, maka itulah keputusannya.’ Ternyata dari hasil pengukuran mereka itu terbukti bahwa orang laki-laki tersebut meninggal dunia lebih dekat ke tempat tujuannya. Dengan demikian orang tersebut berada dalam genggaman malaikat Rahmat.“ [3]
- Allah menganugerahkan kepada para ahli ilmu martabat dan kasih sayang, Allah masukkan orang yang berilmu kedalam hati manusia, maka kamu akan dapati lisan-lisan akan terus memuji mereka, dan hati manusia sepakat untuk menghormati dan menghargai mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَيَجۡعَلُ لَهُمُ ٱلرَّحۡمَٰنُ وُدّٗا ٩٦ [ مريم:96-96]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. [Maryam:96]
- Menuntut ilmu itu lebih baik daripada perhiasan dunia, diriwayatkan dari Muslim dalam shohihnya dari hadist Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu berkata :
خَرَجَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ وَنَحْنُ في الصُّفَّةِ، فَقالَ: أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَومٍ إلى بُطْحَانَ، أَوْ إلى العَقِيقِ، فَيَأْتِيَ منه بنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ في غيرِ إثْمٍ، وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ؟ فَقُلْنَا: يا رَسولَ اللهِ، نُحِبُّ ذلكَ، قالَ: أَفلا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إلى المَسْجِدِ فَيَعْلَمُ، أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِن كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، خَيْرٌ له مِن نَاقَتَيْنِ، وَثَلَاثٌ خَيْرٌ له مِن ثَلَاثٍ، وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ له مِن أَرْبَعٍ، وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الإبِلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar sementara kami sedang berada di Shuffah (tempat berteduhnya para Fuqara dari kalangan muhajirin), kemudian beliau bertanya: “Siapakah di antara kalian yang suka pergi ke Buthhan atau ke Aqiq, lalu ia pulang dengan membawa dua ekor unta yang gemuk-gemuk dengan tanpa membawa dosa dan tidak pula memutuskan silaturahmi?” Maka kami pun menjawab, “Kami semua menyukai hal itu.” beliau melanjutkan sabdanya: “Sungguh, salah seorang dari kalian pergi ke masjid lalu ia mempelajari atau membaca dua ayat dari kitabullah ‘azza wajalla adalah lebih baik baginya daripada dua unta. Tiga (ayat) lebih baik dari tiga ekot unta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor unta. Dan berapa pun jumlah unta.” [4]
Dan sarana untuk mencari ilmu ada banyak, seperti menghadiri pengajian para ulama dan syekh, kuliah umum, ceramah di masjid, dan membaca buku-buku yang bermanfaat, mendengarkan kaset-kaset yang bermanfaat, bertanya kepada para ulama tentang hal-hal yang belum jelas, dan menghafal Kitabullah, yang merupakan induk dari segala ilmu.
Dan telah benar apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i :
كل العلوم سوى القرآن مشغلة … إلا الحديث وعلم الفقه في الدين
العلم ما كان فيه: (قال) (حدثنا) … وما سوى ذاك وسواس الشياطين
“Semua ilmu selain Al-Qur’an hanyalah menyibukkan…
kecuali ilmu Hadits dan ilmu Fiqih dalam mendalami agama
Ilmu adalah yang terdapat di dalamnya: “telah berkata” “telah menyampaikan hadits kepada kami”…
Adapun selain itu hanyalah was-was syaithan.”
Nabi ﷺ telah mengabarkan bahwa salah satu tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu dan bertambahnya kebodohan.
Dalam kitab Shahihain (Bukhori dan Muslim) dari hadis Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya langsung dari manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, hingga ketika Dia tidak meninggalkan seorang alim (di muka bumi) maka manusia menjadikan orang-orang jahil sebagai pemimpin, lalu mereka ditanya, maka mereka memberikan fatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.”
Nabi ﷺ juga senantiasa berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat, sebagaimana hadist beliau yang diriwayatkan oleh Imam An Nasa’i dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu berkata: diantara doa Nabi ﷺ:
(اللَّهمَّ إنِّي أعوذُ بِكَ منَ الأربعِ ، مِن عِلمٍ لا ينفَعُ ، ومِن قَلبٍ لا يخشَعُ ، ومِن نَفسٍ لا تَشبعُ ، ومِن دُعاءٍ لا يُسمَعُ)
“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari empat hal; dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak diijabah”
Dan wajib bagi seorang muslim yang menuntut ilmu syar’i agar mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, bukan karena mengharapkan jabatan, harta, ataupun kenikmatan dunia, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya dari hadist Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu, telah berkata Rosulullah ﷺ:
مَنْ تعلَّم علْمًا ممَّا يُبْتَغى به وَجْهُ الله عز وجل لا يَتَعلَّمُه إلا لِيُصِيبَ به عَرَضًا من الدنيا، لمْ يَجِدْ عَرْفَ الجنة يومَ القيامة
“Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya diniatkan karena Allah -‘Azza wa Jalla- namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kenikmatan dunia, maka dia tidak akan mencium wangi surga pada hari kiamat.” [5]
Diterjemahkan oleh: Abdussalam, Lc.
Dari Kitab: الدررالمنتقاة من الكلمات الملقاة
[1] Shohih Bukhori no. 71, Muslim no. 1037
[2] Shohih Al Bukhori no. 3641, dan Shohih Muslim no. 1037
[3] Shohih Al Bukhori no. 3470, dan Shohih Muslim no. 2766
[4] Shohih Muslim no. 803
[5] Shohih Muslim no. 3664 dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani di Shohih sunan Abi Daud (2/697) no.3112