ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Insaan {Bagian 1}

Tafsir Surat Al-Insaan

( Manusia )

Surat Makkiyyah

Surat Ke-76 : 31 Ayat

 

Membaca Surat As-Sajdah Dan Al-Insaan Di Shalat Shubuh Pada Hari Jum’at

Telah dijelaskan dalam Shahiih Muslim dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah membaca surat as-Sajdah dan al-Insaan di shalat Shubuh pada hari Jum’at.’

 

بِسْمِ اللهِ الَرْحَمنِ الَرحِيمِ

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Insaan, Ayat 1-3

هَلْ اَتٰى عَلَى الْاِنْسَانِ حِيْنٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْـًٔا مَّذْكُوْرًا، اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا، اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا

“Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (1) Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat (2) Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.”(3)

Proses Penciptaan Manusia Dari Ketiadaan

Allah berfirman mengabarkan tentang manusia bahwa Dia-lah Pencipta manusia yang hina dan lemah dari ketiadaan, maka Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { هَلْ اَتٰى عَلَى الْاِنْسَانِ حِيْنٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْـًٔا مَّذْكُوْرًا} “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”

Kemudian Dia menjelaskannya dengan firman-Nya, { اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍ} “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur,” yakni yang teraduk satu sama lainnya. Al-masyaj dan al-masyiij adalah sesuatu yang sebagian darinya bercampur dengan sebagian yang lain.

Ibnu ‘Abbas berkata tentang firman-Nya, { مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍ} “Dari setetes mani yang bercampur,” yakni ketika air mani laki-laki dan perempuan bercampur menjadi satu. Kemudian campuran itu berubah dari satu fase ke fase yang lain, dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan dari satu warna ke warna yang lain. Demikian pulalah pendapat Ikrimah, Mujahid, al-Hasan dan ar-Rabi’ bin Anas, bahwa yang bercampur adalah air mani laki-laki dan perempuan.

Firman-Nya, { نَّبْتَلِيْه} “Yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan),” sebagaimana firman-Nya, { لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَل} “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Hud: 7) Firman-Nya, { فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا} “Karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat,” yakni Kami melengkapinya dengan pendengaran dan peng- lihatan yang dapat digunakan untuk ketaatan atau kemaksiatan.

Allah Subhanallahu Wa Ta’ala Memberi Petunjuk Ke Jalan Yang Benar Kepada Manusia, Lalu Manusia Itu Ada Yang Bersyukur Dan Ada Juga Yang Kufur

Firman-Nya, { اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ} “Sesungguhnya Kami telah menun- jukinya jalan yang lurus,”yakni Kami telah menjelaskan, menerang- kan dan memberitahukan jalan yang benar itu kepada manusia. Ini sebagaimana firman-Nya, { وَاَمَّا ثَمُوْدُ فَهَدَيْنٰهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمٰى عَلَى الْهُدٰى} “Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu. (QS. Fushshilat: 17) Dan seperti firman-Nya, { وَهَدَيْنٰهُ النَّجْدَيْنِ} “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. “(QS. Al-Balad: 10) Maksudnya, Kami telah menjelaskan kepada manusia jalan kebaikan dan jalan keburukan. Demikianlah pendapat ‘Ikrimah, ‘Athiyah, Ibnu Zaid, Mujahid (dalam pendapat yang masyhur darinya) dan mayoritas ulama.

Allah berfirman, { اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا} “Ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. “Makna selengkapnya: Dalam keadaan demikian (setelah Allah memberi petunjuk kepada manusia), maka ada yang bersyukur sehingga hidup bahagia, dan ada yang kufur sehingga ia sengsara.

Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Malik al-Asy’ari, ia mengatakan bahwa Rasulullah telah bersabda:

كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَايْغٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا

“Setiap orang pergi di pagi hari, dia menjual dirinya. Maka ada yang menyelamatkan dirinya, dan ada pula yang justru men- jerumuskannya.”

 

Al-Insaan, Ayat 4-12

اِنَّآ اَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ سَلٰسِلَا۟ وَاَغْلٰلًا وَّسَعِيْرًا، اِنَّ الْاَبْرَارَ يَشْرَبُوْنَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُوْرًا، عَيْنًا يَّشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللّٰهِ يُفَجِّرُوْنَهَا تَفْجِيْرًا، يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهٗ مُسْتَطِيْرًا، وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا، اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا، اِنَّا نَخَافُ مِنْ رَّبِّنَا يَوْمًا عَبُوْسًا قَمْطَرِيْرًا، فَوَقٰىهُمُ اللّٰهُ شَرَّ ذٰلِكَ الْيَوْمِ وَلَقّٰىهُمْ نَضْرَةً وَّسُرُوْرًا، وَجَزٰىهُمْ بِمَا صَبَرُوْا جَنَّةً وَّحَرِيْرًا

“Sungguh, Kami telah menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala (4) Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kaafur (5) (yaitu) mata air (dalam surga) yang diminum oleh hamba-hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya (6) Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana (7) Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan (8) (sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu (9) Sungguh, kami takut akan (azab) Tuhan pada hari (ketika) orang-orang berwajah masam penuh kesulitan.” (10) Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan (11) Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutera.”(12)

Balasan Orang Kafir Dan Orang Taat

Allah mengabarkan tentang apa yang Dia sediakan untuk orang-orang kafir berupa belenggu, rantai dan api Neraka, yaitu api yang berkobar dan membakar di Neraka Jahannam. Ini sebagaimana firman-Nya, { اِذِ الْاَغْلٰلُ فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ وَالسَّلٰسِلُۗ يُسْحَبُوْنَ فِى الْحَمِيْمِ ەۙ ثُمَّ فِى النَّارِ يُسْجَرُوْنَ} “Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar da- lam api.” (QS. Ghaafir: 71-72)

Setelah mengabarkan tentang apa yang Dia siapkan untuk orang-orang kafir, Allah berfirman, { اِنَّ الْاَبْرَارَ يَشْرَبُوْنَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُوْرً} “Sesunggubnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kaafuur.” Air kaafuur dikenal dingin dan wangi, ditambah dengan kenikmatan yang pasti di Surga.

Al-Hasan berkata, “Dingin air ini seperti kaafuur, sedang wangi- nya sewangi jahe.” Oleh karena itu Allah berfirman, { عَيْنًا يَّشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللّٰهِ يُفَجِّرُوْنَهَا تَفْجِيْرًا} “(Yaitu) mata air (dalam Surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat me- ngalirkannya dengan sebaik-baiknya.”Air kaafuur ini diberikan kepada orang-orang yang taat. Ia bersumber dari mata air yang diminum oleh muqarrabuun (orang-orang yang dekat) dari hamba-hamba Allah Subhanallahu wa ta’ala. Air kaafuur ini murni tanpa campuran, dan dahaga mereka hilang karenanya.

Oleh karena itu kata yasyrabu (nminum) dalam ayat ini mengandung makna terangkatnya dahaga, sehingga Allah menjadikan kata yasyrabu ini muta’addi’ [Muta’addi adalah istilah ilmu nahwu untuk kata kerja yang langsung bekerja pada objeknya tanpa bantuan huruf (kata sambung), kebalikannya adalah lazim, dan terkadang kata muta’addi ini diperlukan sebagai kata lazim demi suatu makna, seperti kata yasrabu dalam ayat ini. Kata ini bisa langsung bekerja pada objeknya, tetapi dalam ayat diatas ia dianggap lazim dengan hadirnya mim sesudahnya untuk suatu makna yang telah dikatakan oleh Ibnu Katsir, yakni bermakna hilangnya dahaga] dengan menggunakan huruf ba’, dan Dia menashab-kan kata ‘ain sebagai tamyiiz.

Firman-Nya, { يُفَجِّرُوْنَهَا تَفْجِيْرً} “Yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya,” yakni mereka menggunakannya sesuai dengan yang mereka sukai. Air itu dapat mengalir di mana saja yang mereka suka, apakah di istana-istana mereka, di rumah-rumah mereka, di majelis-majelis mereka dan di tempat-tempat mereka yang lainnya.

Pengaliran yakni pemancaran, sebagaimana firman-Nya, { وَقَالُوْا لَنْ نُّؤْمِنَ لَكَ حَتّٰى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْاَرْضِ يَنْۢبُوْعًا} “Dan mereka berkata: Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami.” (QS. Al-Israa’: 90) Dan firman-Nya, { وَّفَجَّرْنَا خِلٰلَهُمَا نَهَرًا} “Dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.” (QS. Al-Kahfi: 33)

Mujahid berkata, “(Firman-Nya), Yang mereka dapat mengalir- kannya dengan sebaik-baiknya,’ yakni mengendalikannya semau mereka.” Demikian pula pendapat ‘Ikrimah dan Qatadah.’ Ats- Tsauri berkata, “(Yakni) mereka bebas menggunakannya.”

Amalan-Amalan Orang Yang Taat

Firman-Nya, { يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهٗ مُسْتَطِيْرًا} “Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana,” yakni mereka beribadah kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan yang wajib, yang diperintahkan oleh-Nya dengan dasar syari’at, dan apa yang mereka wajibkan atas diri mereka sendiri melalui jalan nadzar.

Imam Malik berkata, “Dari Thalhah bin ‘Abdil Malik al-Ailiy, dari al-Qasim bin Malik, dari ‘Aisyah , Rasulullah telah bersabda:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ الله فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللهَ فَلَا يَعْصِهِ

“Barangsiapa bernadzar (untuk melakukan) ketaatan kepada Allah maka taatlah (lakukanlah). Dan barangsiapa bernadzar untuk maksiat kepada-Nya maka janganlah dilakukan.” Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari dari Malik.

Mereka meninggalkan perbuatan-perbuatan haram yang dilarang karena takut terhadap buruknya hisaban (perhitungan) di hari Kiamat, yaitu hari di mana keburukannya mustathiiraa (diketahui umum), kecuali yang mendapatkan rahmat-Nya.

Ibnu ‘Abbass berkata, “(Yakni) menyebar (kepada umum).” Qatadah berkata, “Demi Allah, pada hari itu keburukan merata di mana-mana hingga memenuhi langit dan bumi.”

Firman-Nya, { وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ} “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya, “ada yang berkata, yakni atas dasar kecintaan kepada Allah. Dengan demikian kata ganti (dhamir) pada kata hubbihi kembali kepada Allah karena konteks kalimat menunjukkan hal ini.

Namun yang lebih jelas adalah bahwa kata ganti itu kembali kepada makanan. Artinya, mereka memberikan makanan dalam keadaan mereka menyukai dan menginginkan makanan itu. Demikian- lah pendapat Mujahid, Muqatil dan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir,” sebagaimana firman-Nya, { وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ} “Dan memberikan harta yang dicintainya,” (QS. Al-Baqarah: 177) dan { لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ} “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali ‘Imran: 92)

Di dalam as-Shahiih disebutkan:

أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ أَنْ تَصَدَّقَ وَ أَنْتَ صَحِيْحٌ شَحِيْحٌ ، تَأْمَلُ الغِنَى و تَخْشَى الْفَقْرَ

“Shadaqah terbaik adalah yang engkau lakukan ketika engkau sehat lagi menyukai harta, mengharapkan kekayaan dan membenci kefakiran.”

Dengan kata lain, saat itu engkau sangat mencintai, sangat menginginkan dan sangat memerlukan harta tersebut. Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا} “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.”

Keterangan tentang orang miskin dan anak yatim dan kriteria keduanya telah disebutkan sebelumnya. Adapun orang yang ditawan, Sa’id bin Jubair, al-Hasan dan adh-Dhahhak berkata, “(Yakni) tawanan dari ahli Kiblat (kaum muslimin).”

Ibnu ‘Abbas berkata, “Pada saat itu para tawanan mereka adalah orang-orang musyrik.” Buktinya, bahwa pada perang Badar, Rasulullah memerintahkan sahabatnya untuk memuliakan para tawanan perang, maka para Sahabat pun mengutamakan mereka dalam makan siang. ‘Ikrimah berkata, “Mereka adalah sahaya.” Ibnu Jarir memilih pendapat ini karena keumuman ayat, untuk muslim dan musyrik.” Demikian pulalah pendapat Sa’id bin Jubair, ‘Atha’, al-Hasan dan Qatadah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mewasiatkan untuk berbuat baik kepada para hamba sahaya dalam beberapa hadits. Bahkan pada wasiat terakhir beliau bersabda:

اَلصَّلَاةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Jagalah shalat dan berbuat baiklah kepada para hamba sahaya kalian.”

Mujahid berkata, “Tawanan (yakni) orang yang dikurung. Artinya, orang-orang mukmin yang baik memberi makanan kepada mereka dalam keadaan mereka sendiri menyintainya dan memerlukannya, seraya berkata dalam hati mereka, { اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ} “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untiuk mengharapkan keridhaan Allah,”yakni mengharap pahala dan ridha dari-Nya. { لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا} “Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.”Yakni, kami tidak mengharapkan balasan apa pun dari kalian, dan tidak pula ucapan terima kasih di hadapan orang banyak.

Mujahid dan Sa’id bin Jubair berkata, “Demi Allah, mereka tidak mengatakannya dengan lisan, akan tetapi Allah Subhanallahu wa ta’ala mengetahuinya dari hati mereka, sehingga Allah pun memuji mereka supaya memotivasi orang lain untuk melakukannya.”

Firman-Nya, { اِنَّا نَخَافُ مِنْ رَّبِّنَا يَوْمًا عَبُوْسًا قَمْطَرِيْرًا} “Sesungguhnya Kami takut akan (adzab) Rabb kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan,”yakni kami melakukannya demi mengharap kasih sayang Allah dan Dia menerima kami dengan kelembutan-Nya pada hari yang penuh dengan orang-orang yang bermuka masam dan kesulitan.

‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbass, { عَبُوْسًا} “Bermuka masam.” yakni bermuram durja disebabkan penuh kesulitan, yakni kesulitan yang berkepanjangan.”

Tentang firman-Nya, {عَبُوْسًا قَمْطَرِيْرً} “Pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan,” ‘Ikrimah dan yang lainnya berkata, “Pada hari itu orang kafir bermuka masam sehingga keringatnya mengucur dari kedua matanya seperti timah panas yang meleleh.”

Mujahid berkata, “Bermuka masam yakni mengerutkan kedua bibir. Penuh kesulitan, yakni melipat wajah (merengut).” Sa’id bin Jubair dan Qatadah berkata, “Pada hari itu orang-orang bermuka masam karena takut. Penuh kesulitan, yakni mengerutkan kening apa yang ada di antara kedua mata karena takut.” Ibnu Zaid berkata, “Bermuka masam, yakni keburukan. Penuh kesulitan, yakni siksaan yang berat.”

Rincian Pahala Orang-Orang Yang Taat Di Surga Dan Kenikmatan Yang Terdapat Di Dalamnya

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { فَوَقٰىهُمُ اللّٰهُ شَرَّ ذٰلِكَ الْيَوْمِ وَلَقّٰىهُمْ نَضْرَةً وَّسُرُوْرًا} “Maka Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.” Penyebutan lafazh nadhratan yakni kejernihan (wajah) dan lafazh suruuraa (kegembiraan hati) secara bersamaan, dalam ilmu Balaghah merupa- kan gaya bahasa tajaanusul baliigh (menyebutkan dua kata yang mempunyai arti berdekatan).

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { فَوَقٰىهُمُ اللّٰهُ شَرَّ ذٰلِكَ الْيَوْمِ} “Maka Allah meme- lihara mereka dari kesusahan hari itu,” yakni Dia memberi mereka rasa aman dari apa yang mereka takutkan. { وَلَقّٰىهُمْ نَضْرَةً} “Dan memberikan kepada mereka kejernihan,” pada wajah mereka, { وَّسُرُوْرًا} “Dan kegembiraan” di hati mereka. Demikianlah pendapat al-Hasan al-Bashri, Qatadah, Abul ‘Aliyah dan ar-Rabi’ bin Anas.

Ayat ini seperti firman-Nya, { وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ مُّسْفِرَةٌ ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ} “Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria.” (QS. Abasa: 38-39) Hal ini karena, apabila hati gembira maka wajah akan berseri-seri.

Dalam hadits Ka’b bin Malik yang panjang, dia berkata, “Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam gembira, maka wajahnya akan berseri-seri bagaikan bulan.”

‘Aisyah Radiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam datang kepadaku dengan bergembira, raut wajahnya bersinar.” Hadits ini masih ada kelan- jutannya.

Firman-Nya, { وَجَزٰىهُمْ بِمَا صَبَرُوْا} “Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka. “Yakni, disebabkan kesabaran mereka, maka Allah Subhanallahu wa ta’ala menempatkan mereka di Surga dan memberi serta menganugerahi mereka dengan sutera. Mereka mendapatkan tempat yang baik, kehidupan yang nikmat dan pakaian yang indah.

Al-Hafizh Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dalam biografi Hisyam bin Sulaiman ad-Darani, dia berkata, “Surat Al-Insaan dibacakan kepada Abu Sulaiman ad-Darani. Ketika sampai pada firman-Nya, { وَجَزٰىهُمْ بِمَا صَبَرُوْا جَنَّةً وَّحَرِيْرًا} ‘Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) Surga dan (pakaian) sutera,’ dia berkata, (Yakni) karena kesabaran mereka dalam meninggalkan syahwat di dunia.

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker