ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Jinn {Bagian 2}

Al-Jinn, Ayat 11-17

وَّاَنَّا مِنَّا الصّٰلِحُوْنَ وَمِنَّا دُوْنَ ذٰلِكَۗ كُنَّا طَرَاۤىِٕقَ قِدَدًا، وَّاَنَّا ظَنَنَّآ اَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللّٰهَ فِى الْاَرْضِ وَلَنْ نُّعْجِزَهٗ هَرَبًا، وَّاَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدٰىٓ اٰمَنَّا بِهٖۗ فَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِرَبِّهٖ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَّلَا رَهَقًا، وَّاَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَمِنَّا الْقَاسِطُوْنَۗ فَمَنْ اَسْلَمَ فَاُولٰۤىِٕكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا، وَاَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا، وَّاَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَاَسْقَيْنٰهُمْ مَّاۤءً غَدَقًا، لِّنَفْتِنَهُمْ فِيْهِۗ وَمَنْ يُّعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهٖ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا

“Dan sesungguhnya di antara kami (jin) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda (11) Dan sesungguhnya kami (jin) telah menduga, bahwa kami tidak akan mampu melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di bumi dan tidak (pula) dapat lari melepaskan diri (dari)-Nya (12) Dan sesungguhnya ketika kami (jin) mendengar petunjuk (Al-Qur’an), kami beriman kepadanya. Maka barangsiapa beriman kepada Tuhan, maka tidak perlu ia takut rugi atau berdosa (13) Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus (14) Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahanam.” (15) Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup (16) Dengan (cara) itu Kami hendak menguji mereka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang sangat berat.” (17)

 

Pengakuan Jin Bahwa Mereka Berbeda-Beda. Di Antara Mereka Ada Yang Mukmin Serta Lurus, Namun Juga Ada Yang Kafir Lagi Sesat, Dan Penjelasan Tentang Tempat Kembali Masing-Masing Dari Mereka

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman mengabarkan bahwa jin menceritakan tentang dirinya sendiri seraya berkata, { وَّاَنَّا مِنَّا الصّٰلِحُوْنَ وَمِنَّا دُوْنَ ذٰلِكَ } “Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya,”yakni tidak shalih. { كُنَّا طَرَاۤىِٕقَ قِدَدًا } “Adalah kami menempuh jalan yang berbeda- beda,” yakni aliran dan pendapat yang berbeda-beda.

Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Mujahid dan yang lainnya mengatakan bahwa firman-Nya, Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda,” yakni di antara kami ada yang mukmin dan ada juga yang kafir.

Ahmad bin Sulaiman an-Najjad meriwayatkan dalam kitabnya (al-Amaali) bahwa dia mendengar al-A’masy berkata, “Seorang jin mendatangi kami. Maka saya berkata kepadanya, ‘Makanan apakah yang paling kalian gemari?’ Dia berkata, ‘Nasi.’ Kami pun menghidangkannya untuknya, dan saya melihat suapan itu terangkat dengan sendirinya tanpa aku melihat siapa pun. Saya berkata, ‘Apakah kalian memiliki hawa nafsu seperti kami?’ Dia berkata, “Ya.’ Saya berkata, “Bagaimana orang-orang Rafidhah di antara kalian?” Dia berkata, “Mereka adalah yang terburuk di antara kami.’ Saya memaparkan sanad (kisah) ini kepada Syekh Abu al-Hajjaj al-Mizzi maka dia ber- kata, ‘Ini adalah sanad yang shahih kepada al-A’masy.’

Pengakuan Jin Akan Kekuasaan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala Yang Mutilak

Firman-Nya, { وَّاَنَّا ظَنَنَّآ اَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللّٰهَ فِى الْاَرْضِ وَلَنْ نُّعْجِزَهٗ هَرَبًا } “Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahiwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada) Nya dengan lari,” yakni kami tahu bahwa kekuasaan Allah itu menguasai kami, dan kami tidak dapat melawannya di bumi, meskipun kami telah berusaha untuk melepaskan diri dari-Nya. Kami mengakui bahwa Allah tetap berkuasa atas kami, tidak seorang pun dari kami yang mampu me- lemahkan-Nya.

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَّاَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدٰىٓ اٰمَنَّا بِهٖ } “Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (al-Qur-an), kami beriman kepadanya.”Mereka sangat bangga dengan keimanannya itu. Dan hal itu memang patut dibanggakan, karena keimanan itu merupakan suatu kemuliaan yang tinggi dan sifat yang baik.

Tentang ungkapan mereka, { فَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِرَبِّهٖ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَّلَا رَهَقًا} “Barangsiapa beriman kepada Rabb-nya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan, “Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Qatadah dan yang lainnya berkata, “(Yakni) dia tidak akan takut kebaikannya dikurangi, dan tidak akan takut ditimpa kejahatan orang lain.” Ini sebagaimana firman- Nya, { فَلَا يَخٰفُ ظُلْمًا وَّلَا هَضْمًا } “Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan hak- nya.” (QS. Thaahaa: 112)

Firman-Nya, { وَّاَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَمِنَّا الْقَاسِطُوْنَ } “Dan sesungguhnya di antara kami ada yang menyimpang dari kebenaran,”yakni di antara kami ada yang muslim dan adil, tetapi juga ada yang menyimpang, berbuat zhalim, serta menjauh dan menyimpang dari kebenaran.

Firman Allah Subhanallahu wa ta’ala, { فَمَنْ اَسْلَمَ فَاُولٰۤىِٕكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا} “Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus,” yakni mencari keselamatan untuk dirinya sendiri. { وَاَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا } “Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka akan menjadi kayu api Neraka Jahan- nam,” yakni menjadi bahan bakarnya.

Mengenai makna firman-Nya, { وَّاَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَاَسْقَيْنٰهُمْ مَّاۤءً غَدَقًا لِّنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ } “Dan bahwasanya, jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka (dengan) air yang segar (rizki yang banyak). Untuk Kami beri cobaan kepada mereka pada- nya,” para ahli tafsir berselisih pendapat menjadi dua golongan.

Pendapat pertama, apabila orang-orang yang menyimpang itu kemudian beristiqamah di atas jalan Islam, cenderung kepadanya dan tetap teguh di atasnya, niscaya { لَاَسْقَيْنٰهُمْ مَّاۤءً غَدَقًا } “Benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka (dengan) air yang segar, dan banyak. Maksudnya adalah rizki yang lapang. Dengan demikian makna firman-Nya, { لِّنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ } “Untuk Kami beri cobaan kepada mereka,” adalah agar Kami menguji mereka.

Pendapat ini sebagaimana yang dikatakan oleh Malik dari Zaid bin Aslam, bahwa maksud dari ayat tersebut adalah “Agar Kami menguji dan mencoba, siapakah di antara mereka yang tetap teguh di atas petunjuk, atau justru kembali kepada kesesatan.”

Ulama yang mendukung pendapat ini di antaranya al-‘Aufi yang meriwayatkan ucapan senada dari lbnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma. Begitu pula pendapat Mujahid, Sa’id bin Jubair, Sa’id bin al-Musayyib, ‘Atha’, as-Suddi, Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi, Qatadah dan adh-Dhah- hak. Muqatil berkata, “Ayat ini diturunkan kepada orang-orang kafir Quraisy ketika tidak diturunkan hujan selama tujuh tahun kepada mereka.”

Pendapat yang kedua: Firman-Nya, { وَّاَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ } “Dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lúrus di atas jalan itu, yakni jalan kesesatan, maka { لَاَسْقَيْنٰهُمْ مَّاۤءً غَدَقًا } “Benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak),” yakni melapangkan rizki yang memperdayakan mereka (istidraaj). Penafsiran ini sebagaimana firman-Nya, { فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ } “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah di- berikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”(QS. Al-An’aam: 44) Dan seperti firman-Nya, { اَيَحْسَبُوْنَ اَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهٖ مِنْ مَّالٍ وَّبَنِيْنَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِى الْخَيْرٰتِۗ بَلْ لَّا يَشْعُرُوْنَ } “Apakah mereka mengira bahriwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan- kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al-Mu’-minuun: 55-56)

Ini adalah pendapat Abu Majlaz Lahiq bin Humaid, dia berkata tentang firman Allah, “Dan bahwasanya, jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu,” yakni jalan kesesatan.” Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.” Pendapat ini pun dikisahkan oleh al-Baghawi dari ar-Rabi’ bin Anas, Zaid bin Aslam, al-Kalbi dan Ibnu Kaisan.” Pendapat ini cukup beralasan dan terdukung oleh firman-Nya, “Untuk Kami beri cobaan kepada mereka.”

Firman-Nya, { وَمَنْ يُّعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهٖ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا } “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Rabb-nya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam adzab yang amat berat,” yakni siksaan yang berat, keras, menyakitkan dan teramat pedih.

Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Mujahid, ‘Ikrimah, Qatadah dan Ibnu Zaid berpendapat bahwa { عَذَابًا صَعَدًا} ‘Adzab yang amat berat,’ yakni kesulitan yang tidak ada hentinya.” Dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma bahwa صَعَدًا yakni sebuah gunung di Jahannam.”  Dari Sa’id bin Jubair, “Yakni sebuah sumur di Jahannam.”

Al-Jinn, Ayat 18-24

وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًا، وَّاَنَّهٗ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللّٰهِ يَدْعُوْهُ كَادُوْا يَكُوْنُوْنَ عَلَيْهِ لِبَدًا، قُلْ اِنَّمَآ اَدْعُوْا رَبِّيْ وَلَآ اُشْرِكُ بِهٖٓ اَحَدًا، قُلْ اِنِّيْ لَآ اَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَّلَا رَشَدًا، قُلْ اِنِّيْ لَنْ يُّجِيْرَنِيْ مِنَ اللّٰهِ اَحَدٌ ەۙ وَّلَنْ اَجِدَ مِنْ دُوْنِهٖ مُلْتَحَدًا، اِلَّا بَلٰغًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِسٰلٰتِهٖۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَاِنَّ لَهٗ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا، حَتّٰىٓ اِذَا رَاَوْا مَا يُوْعَدُوْنَ فَسَيَعْلَمُوْنَ مَنْ اَضْعَفُ نَاصِرًا وَّاَقَلُّ عَدَدًا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah (18) Dan sesungguhnya ketika hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (melaksanakan salat), mereka (jin-jin) itu berdesakan mengerumuninya (19) Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” (20) Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak kuasa menolak mudarat maupun mendatangkan kebaikan kepadamu.” (21) Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya (22) (Aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia akan mendapat (azab) neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (23) Sehingga apabila mereka melihat (azab) yang diancamkan kepadanya, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya.” (24)

Perintah Bertauhid Dan Menjauhi Syirik

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan-Nya dalam beribadah kepada-Nya, hanya berdoa kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain. Demikianlah pendapat Qatadah tentang firman-Nya, { وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًا } “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”Dia berkata, “Orang- orang Yahudi dan Nasrani, ketika memasuki gereja atau kuil, mereka menyekutukan Allah Subhanallahu wa ta’ala. Maka Allah Subhanallahu wa ta’ala memerintahkan Nabi-Nya untuk mengesakan-Nya semata.”

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, ia berkata tentang firman Allah, “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepurryaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah,” jin berkata kepada Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, “Bagaimanakah caranya kami masuk masjid (bersamamu), sedangkan kami jauh darimu? Dan bagaimana kami dapat mengerjakan shalat (bersamamu), sedangkan kami jauh darimu?’ Akhirnya turunlah ayat, “Dan sesunggubnya masjid-masjid itu adalah kepurnyaan Allah” Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.

Kerumunan Jin Ketika Mendengarkan Al-Qur-An

Mengenai firman-Nya, { وَّاَنَّهٗ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللّٰهِ يَدْعُوْهُ كَادُوْا يَكُوْنُوْنَ عَلَيْهِ لِبَدًا } “Dan bahwasanya tatkala hamba Allab (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja mereka itu desak-mendesak mengerumuninya, “[terdapat beberapa pendapat]. [Pendapat pertama: “mereka” yang mengerumuni Nabi adalah jin-jin]: Al-Aufi berkata, “Dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, ia berkata tentang ayat, “Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja mereka (jin-jin) itu desak-mendesak mengerumuninya.””Yakni, ketika mereka (para jin) mendengarkan Rasulullah membaca al-Qur-an maka mereka hampir saja menaiki beliau karena mereka begitu bersemangat ketika mendengar beliau membaca al-Qur-an. Mereka mendekati Nabi . Beliau tidak mengetahui mereka sampai Malaikat (Jibril) datang kepadanya dan membacakan, { قُلْ اُوْحِيَ اِلَيَّ اَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ } “Katakanlah (bai Muhammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur-an). “Mereka mendengarkan al-Qur-an. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari az-Zubair bin al-‘Awwam Radiyallahu ‘anhu. [Pendapat kedua, “mereka” yang mengerumuni Nabi adalah para Sahabat Nabi]: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Seorang Jin berkata kepada kaumnya, Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja mereka itu (para Sahabat Nabi) desak-mendesak mengerumuninya! Jin itu berkata demikian karena melihat Rasu- lullah shalat bersama para Sahabat. Mereka (para Sahabatnya) ruku’ mengikuti ruku’ Nabi dan sujud mengikuti sujudnya. Jin itu berkata, “Alangkah taatnya para sahabatnya kepadanya.’ Jin itu pun berkata kepada kaumnya, Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja mereka (para Sahabatnya) itu desak-mendesak mengeru- muninya.” Ini adalah pendapat kedua yang juga diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair.

[Pendapat ketiga, “mereka” yang mengerumuni Nabi adalah bangsa Arab, atau jin bersama manusia. Lebih tepatnya mengeroyok Nabi untuk memadamkan dakwahnya]: Al-Hasan berkata (menafsirkan ayat Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muharmmad) berdiri menyembah-Nya, hampir saja mereka itu desak-mendesak mengerumuninya. ‘Maksudnya, ketika Rasulullah bangkit menyerukan kalimat rauhid (laa ilaaha illallaah), dan mengajak manusia untuk menyembah Rabb mereka, maka hampir saja bangsa Arab bersekutu memusuhinya.”

Tentang firman-Nya, “Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja mereka itu desak-mendesak mengerumuninya,”Qatadah berkata, “Mereka, yakni jin dan manusia, bersatu padu menghadapi dakwah Nabi untuk memadamkannya. Akan tetapi Allah tidak berkenan kecuali menolongnya, menetapkannya dan memenangkannya atas orang-orang yang menentangnya.”” Ini adalah pendapat ketiga yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan Sa’id bin Jubair. Ini pun merupakan pendapat Ibnu Zaid serta pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Pendapat ketiga ini adalah pendapat yang paling jelas berdasarkan firman-Nya setelahnya, { قُلْ اِنَّمَآ اَدْعُوْا رَبِّيْ وَلَآ اُشْرِكُ بِهٖٓ اَحَدًا} “Katakanlah: Sesunggubnya aku hanya menyembah Rabb-ku dan aku tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya,”yakni Rasulullah mengatakan bal ini kepada mereka ketika mereka bersatu padu menyakiti, menentang, mendustakan dan menghadang kebenaran yang beliau bawa.

Firman-Nya, { قُلْ اِنَّمَآ اَدْعُوْا رَبِّيْ} “Sesungguhnya aku hanya menyembab Rabb-ku,”yakni saya hanya menyembah Rabb-ku semata, tidak ada sekutu bagj-Nya. Aku berlindung dan bertawakkal kepada-Nya. { وَلَآ اُشْرِكُ بِهٖٓ اَحَدًا} “Dan aku tidak menyekutukan sesuatu pun dengan- Nya.

 

Rasul Shallallahu Alaihi Wa Sallam Tidak Berkuasa Mendatangkan Mudharat Atau Manfaat

Firman-Nya, { قُلْ اِنِّيْ لَآ اَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَّلَا رَشَدًا} “Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan,” yakni saya hanyalah manusia seperti kalian. Hanya saja aku diberi wahyu, dan saya hanyalah salah seorang hamba Allah. Saya tidak kuasa meluruskan atau menyesatkan kalian, akan tetapi semua itu kembali kepada Allah.

Kemudian beliau juga mengabarkan tentang dirinya bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menolong beliau dari siksaan Allah, seandainya beliau durhaka kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala. Beliau berkata, { وَّلَنْ اَجِدَ مِنْ دُوْنِهٖ مُلْتَحَدًا} “Dan sekali-kali (aku) tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya. ” Mujahid, Qatadah dan as-Suddi berkata, “Yakni tidak ada tempat bernaung (selain Allah ).”

Rasulullah Hanyalah Penyampai

Firman-Nya, { اِلَّا بَلٰغًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِسٰلٰتِهٖ} “Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya,” adalah pengecualian dari firman-Nya, { لَنْ يُّجِيْرَنِيْ مِنَ اللّٰهِ اَحَدٌ} “Sesungguhnya aku sekali-kali tidak ada seorang pun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah,” yakni tidak ada seorang pun yang dapat melindungiku dari siksaan Allah Subhanallahu wa ta’ala, kecuali karena penyampaian risalah yang Allah wajibkan kepadaku, [sehinga Allah Subhanallahu wa ta’ala melindungiku dari siksa-Nya].

Ayat ini sebagaimana firman-Nya,

يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ ۗوَاِنْ لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسٰلَتَهٗ ۗوَاللّٰهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Rabb- mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.”
(QS. Al-Maa-idah: 67)

Firman-Nya, { وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَاِنَّ لَهٗ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا } “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allabh dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah Neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya,”yakni saya menyampaikan kepada kalian risalah Allah . Dan siapa pun yang bermaksiat setelah risalah itu mereka dengar, maka balasannya adalah Neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Tidak ada celah untuk berkelit darinya, dan tidak ada jalan agar mereka keluar darinya.

Firman-Nya, {حَتّٰىٓ اِذَا رَاَوْا مَا يُوْعَدُوْنَ فَسَيَعْلَمُوْنَ مَنْ اَضْعَفُ نَاصِرًا وَّاَقَلُّ عَدَدًا} “Sehingga apabila mereka melihat adzab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolong-nya dan lebih sedikit bilangannya,” yakni hingga orang-orang musyrik dari jin dan manusia itu melihat adzab yang dijanjikan kepada mereka pada hari Kiamat. Pada saat itulah mereka mengetahui siapa yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya, apakah mereka ataukah orang-orang mukmin yang mengesakan Allah. Artinya, secara mutlak orang-orang musyrik-lah yang tiada memiliki penolong dan yang lebih sedikit bilangannya dibandingkan dengan para tentara Allah.

Al-Jinn, Ayat 25-28

قُلْ اِنْ اَدْرِيْٓ اَقَرِيْبٌ مَّا تُوْعَدُوْنَ اَمْ يَجْعَلُ لَهٗ رَبِّيْٓ اَمَدًا، عٰلِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلٰى غَيْبِهٖٓ اَحَدًا، اِلَّا مَنِ ارْتَضٰى مِنْ رَّسُوْلٍ فَاِنَّهٗ يَسْلُكُ مِنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ رَصَدًا، لِّيَعْلَمَ اَنْ قَدْ اَبْلَغُوْا رِسٰلٰتِ رَبِّهِمْ وَاَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَاَحْصٰى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا

“Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mengetahui, apakah azab yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat ataukah Tuhanku menetapkan waktunya masih lama.” (25) Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu (26) Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya (27) Agar Dia mengetahui bahwa rasul-rasul itu sungguh telah menyampaikan risalah Tuhannya, sedang (ilmu-Nya) meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” (28)

Rasul Tidak Mengetahui Waktu Kiamat

Allah Subhanallahu wa ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengabarkan kepada orang banyak bahwa dirinya tidak mengetahui waktu hari Kiamat, apakah dekat ataukah jauh. { قُلْ اِنْ اَدْرِيْٓ اَقَرِيْبٌ مَّا تُوْعَدُوْنَ اَمْ يَجْعَلُ لَهٗ رَبِّيْٓ اَمَدًا} “Katakanlah: ‘Aku tidak me- ngetahui, apakah adzab yang diancamkan kepadamu itu dekat ataukah Rabb-ku menjadikan bagi (kedatangan) adzab itu, masa yang panjang?” yakni waktu yang lama.

Ayat ini merupakan bukti bahwa hadits yang diedarkan oleh banyak orang jahil bahwa beliau Shallallahu alaihi wa sallam mengetahui hari Kiamat adalah dusta tidak berdasar, kami tidak menemukan hadits ini di satu kitab pun.

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang waktu Kiamat, dan beliau tidak menjawabnya. Ketika Jibril datang dalam wujud orang desa (pedalaman) untuk bertanya kepada Nabi , maka salah satu pertanyaannya adalah, “Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku hari Kiamat!” Beliau bersabda,

مَا المَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ

“Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya.”

Di waktu yang lain, ketika seorang Badui bertanya kepada beliau dengan nada tinggi, “Wahai Muhammad, kapankah hari Kiamat itu?” Maka beliau menjawab:

وَيْحَكَ. إِنَّمَا كَائِنَةٌ، فَمَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟

“Ya ampun, hari Kiamat itu pasti terjadi. Memangnya apa yang telah kamu siapkan untuknya?”

Orang itu berkata, “Persiapan saya tidak banyak, baik shalat ataupun puasa, tapi saya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda, “Engkau akan bersama yang kamu cintai.” Anas berkata, “Kaum muslimin tidak bergembira dengan sesuatu, melebihi ke- gembiraan mereka dengan hadits ini.”

Firman-Nya, { عٰلِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلٰى غَيْبِهٖٓ اَحَدًا اِلَّا مَنِ ارْتَضٰى مِنْ رَّسُوْلٍ } “(Dia adalah Allah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya.” Ayat ini seperti firman-Nya, { وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَ } “Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al- Baqarah: 255)

Demikian pula Dia berfirman di sini bahwa Dia Maha Mengetahui alam ghaib dan alam nyata. Tidak ada seorang pun makhluk-Nya yang mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya, selain apa yang Dia tunjukkan kepadanya. Oleh karena itu Allah berfirman, “(Dia adalah Allah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya,” yang dimaksud dengan Rasul yang diridhai-Nya mencakup Rasul dari kalangan Malaikat dan Rasul dari kalangan manusia.

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { فَاِنَّهٗ يَسْلُكُ مِنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ رَصَدًا} “Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga penjaga (Malaikat) di muka dan di belakangnya,” yakni di belakang Nabi. Allah Subhanallahu wa ta’ala mengkhususkan Nabi dengan penjagaan Malaikat terhadapnya atas perintah Allah dan menuntun beliau dalam menunaikan wahyu bersamanya. Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { لِّيَعْلَمَ اَنْ قَدْ اَبْلَغُوْا رِسٰلٰتِ رَبِّهِمْ وَاَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَاَحْصٰى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا} “Supaya dia (Muhammad) mengetahi, bahuwa sesunggubnya Rasul-Rasul payua itu telah menyampaikan risalah-risalah Rabb-nya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.”Dhamir (kata ganti) pada kata liya’lama kembali kepada Nabi.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair tentang firman-Nya, “(Dia adalah Allah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (Malaikat) di muka dan di belakangnya,” dia berkata, “Terdapat empat Malaikat penjaga bersama Jibril, agar Muhammad mengetahui, “Bahwa sesungguhnya Rasul-Rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Rabb-nya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Demikian pulalah yang diriwayatkan oleh adh-Dhahhak, as-Suddi dan Yazid bin Abi Habib.”

Abdurrazzaq berkata dari Ma’mar dari Qatadah tentang firman-Nya, { لِّيَعْلَمَ اَنْ قَدْ اَبْلَغُوْا رِسٰلٰتِ رَبِّهِمْ } “Supaya dia mengetahui, bahwa sesungguhnya Rasul-Rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Rabb-nya.” (Yakni) agar Rasulullah mengetahui bahwa para Rasul telah menyampaikan risalah-risalah Allah Subhanallahu wa ta’ala, dan para Malaikat senantiasa menjaga dan membela mereka.

Demikian pula yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Abi ‘Arubah dari Qatadah, dan ini adalah pilihan Ibnu Jarir.” Al-Baghawi berkata, “Ya’qub membacanya liyu’lama, dengan dhammah, yakni agar diketahui oleh orang-orang, bahwa para Rasul itu telah menyampaikan.”

Ada kemungkinan pula bahwa kata ganti pada liya’lama itu kembali kepada Allah, dan ini adalah pendapat yang oleh Ibnul Jauzi di kitab Zaadul Masiir. Dengan demikian artinya adalah: Allah menjaga para Rasul-Nya dengan para Malaikat mereka dapat mengemban tugas sebagai penyampai risalah-risalah- Nya. Dia juga menjaga wahyu yang Dia turunkan kepada mereka, agar Dia mengetahui bahwa para Rasul itu telah menyampaikan risalah Rabb mereka.

Maka penafsiran seperti itu sebagaimana firman-Nya, { وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِ } “Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.” (QS. Al-Baqarah: 143) Dan seperti firman-Nya, { وَلَيَعْلَمَنَّ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ } “Dan sesunggubnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman,dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” (QS. Al-‘Anka- buut: 11) Dan seperti ayat-ayat yang lain yang serupa dengannya, bahwa Allah mengetahui perkara-perkara sebelum terjadi. Ini adalah hal yang pasti, tidak diragukan lagi. Oleh karena itu setelahnya Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَاَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَاَحْصٰى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا } “Sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.

Inilah akhir tafsir surat al-Jinn, walhamdulillaah.

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker