ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al- Jinn {Bagian 1}

Tafsir Surat Al- Jinn

( Jin )

Surat Makkiyyah

Surat Ke-72 : 28 Ayat

 

 

بِسْمِ اللهِ الَرْحَمنِ الَرحِيمِ

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Jinn, Ayat 1-7

قُلْ اُوْحِيَ اِلَيَّ اَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْٓا اِنَّا سَمِعْنَا قُرْاٰنًا عَجَبًا، يَّهْدِيْٓ اِلَى الرُّشْدِ فَاٰمَنَّا بِهٖۗ وَلَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَآ اَحَدًا، وَّاَنَّهٗ تَعٰلٰى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَّلَا وَلَدًا، وَّاَنَّهٗ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللّٰهِ شَطَطًا، وَّاَنَّا ظَنَنَّآ اَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا، وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا، وَّاَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ اَنْ لَّنْ يَّبْعَثَ اللّٰهُ اَحَدًا

“Katakanlah (Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan),” lalu mereka berkata, “Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al-Qur’an) (1) (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami (2) dan sesungguhnya Mahatinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak.” (3) Dan sesungguhnya orang yang bodoh di antara kami dahulu selalu mengucapkan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah (4) dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah (5) dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat (6) Dan sesungguhnya mereka (jin) mengira seperti kamu (orang musyrik Mekah) yang juga mengira bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun (pada hari Kiamat).”(7)

Jin Mendengarkan Al-Qur-An Dan Mereka Beriman Kepadanya

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman memerintahkan Rasul-Nya untuk menyam- paikan kepada kaumnya bahwa jin mendengarkan al-Qur-an lalu mereka beriman kepadanya, membenarkannya dan tunduk kepadanya. Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {قُلْ اُوْحِيَ اِلَيَّ اَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْٓا اِنَّا سَمِعْنَا قُرْاٰنًا عَجَبًا يَّهْدِيْٓ اِلَى الرُّشْدِ} “Katakanlah (hai Muhammad): Telah diwahryukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur-an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur-an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar,” yakni kepada kebaikan dan keberhasilan. {فَاٰمَنَّا بِهٖ وَلَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَآ اَحَدًا} “Lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan menyekutukan seorang pun dengan Rabb kami.”

Ayat ini serupa dengan firman-Nya, {وَاِذْ صَرَفْنَآ اِلَيْكَ نَفَرًا مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْاٰنَ} “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur-an.” (QS. Al-Ahqaaf: 29) Penjelasan tentang hal ini telah disebutkan sebelumnya sehingga tidak perlu diulang kembali di sini.

Mengenai firman-Nya, {وَّاَنَّهٗ تَعٰلٰى جَدُّ رَبِّنَا} “Dan bahwasanya Mahatinggi kebesaran Rabb kami.” ‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma tentang, {تَعٰلٰى جَدُّ رَبِّنَا}”Mahatinggi kebesaran Rabb kami, “yakni perbuatan-Nya, perintah-Nya dan kekuasaan-Nya.

Adh-Dhahhak berkata dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma “Kebesaran Allah adalah keagungan-Nya, kekuasaan-Nya dan nikmat-Nya atas makh- luk-Nya.” Dan diriwayatkan dari Mujahid dan ‘Ikrimah, “(Yakni) keagungan Rabb kami.” Qatadah berkata, “(Yakni) Mahatinggi kebesaran-Nya, keagungan-Nya dan urusan-Nya.” As-Suddi berkata, “(Yakni) Mahatinggi perintah Rabb kami.” Dari Abud Darda, Mujahid dan Ibnu Juraij, “(Yakni) Mahatinggi sebutan-Nya.”

Penegasan Jin Bahwa Allah Tidak Ber- Istri Dan Tidak Pula Beranak

Firman-Nya, {مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَّلَا وَلَدًاۖ} “Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak,”yakni Mahatinggi untuk memiliki isteri dan anak- anak. Artinya, jin berkata ketika mereka telah masuk Islam dan beriman kepada al-Qur-an, “Mahasuci Allah dari memilik pasangan dan keturunan.” Kemudian mereka (para jin) berkata, {وَّاَنَّهٗ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللّٰهِ شَطَطًا} “Dan bahwasanya orang yang kurang akal daripada kami dabulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah.”

Mujahid, ‘Ikrimah, Qatadah dan as-Suddi berkata, {سَفِيْهُنَا} “Orang yang kurang berakal dari kami,’ yakni iblis.” As-Suddi berkata dari Abu Malik tetang, {شَطَطًا} “Yang melampaui batas, yakni ketidakadilan.” Ibnu Zaid berkata, “Yakni kezhaliman yang besar.” Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan orang yang kurang berakal dari kami adalah sebutan untuk setiap jin yang menganggap bahwa Allah memiliki istri dan anak. Oleh karena itu mereka berkata, {وَّاَنَّهٗ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا} “Dan bahwasanya orang vang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan,” yakni sebelum beriman, {عَلَى اللّٰهِ شَطَطًا} “(Perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah,” yakni perkataan yang bathil lagi dusta.

Oleh karena itu mereka berkata, {وَّاَنَّا ظَنَنَّآ اَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا} “Dan sesungguhnya kami mengira, babua manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah,” yakni kami dahulu mengira bahwa jin dan manusia tidak akan sepakat mengatakan perkataan dusta terhadap Allah, yaitu dengan menasabkan istri dan anak kepada-Nya. Ketika kami mendengarkan al-Qur-an dan mengimaninya maka kami tahu bahwa mereka dahulu telah berdusta atas Nama Allah dalam hal ini.

Di Antara Penyebab Pembangkangan Jin Adalah Permintaan Perlindungan Oleh Manusia Kepada Mereka

Firman-Nya, {وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا} “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan,” yakni dahulu kami melihat bahwa kami lebih baik dari manusia karena dahulu mereka meminta perlindungan kepada kami ketika singgah di suatu lembah atau tempat yang menakutkan seperti padang gurun dan lainnya.

Demikianlah yang dilakukan oleh bangsa Arab pada masa Jahiliyah. Ketika hendak menempati suatu daerah, mereka meminta perlindungan kepada jin terbesar penghuni daerah itu mengganggu mereka, sebagaimana salah seorang dari mereka masuk ke daerah musuh dengan perlindungan, jaminan keamanan dan penjagaan dari seorang pemuka di antara mereka. Ketika para jin tahu bahwa manusia berlindung kepada mereka karena mereka takut kepada mereka, maka para jin semakin gencar menakut-nakuti manusia dan membuat pikiran mereka sempit dan dipenuhi kekhawatiran.

Seperti juga pendapat Qatadah tentang ayat, {فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا} “Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.”la mengatakan bahwa lafazh رَهَقًا, yakni dosa, dan jin-jin itu semakin berani kepada manusia karena dosa manusia itu sendiri.

Ats-Tsauri berkata dari Manshur dari Ibrahim, “Firman-Nya, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan,’ yakni para jin itu semakin berani kepada mereka.”

As-Suddi berkata, “Dahulu, ketika seorang laki-laki membawa keluarganya ke suatu daerah yang hendak dia singgahi, maka dia berkata, ‘Saya memohon perlindungan kepada jin penunggu lembah ini agar tidak menyakitiku, harta bendaku, anak-anakku, atau binatang ternakku.” Qatadah berkata, “Apabila manusia berlindung kepada mereka, bukan kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala, maka pada saat itu jin semakin gencar melancarkan gangguannya.”

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari ‘Ikrimah, ia berkata, “Dahulu jin itu takut kepada manusia sebagaimana manusia itu takut atau lebih takut kepada mereka. Ketika sekelompok manusia hendak menempati suatu lembah maka jin pun lari, akan tetapi pemimpin manusia itu berkata, “Kami berlindung dari pemimpin jin yang menghuni lembah ini,” maka jin berkata, “Kami melihat mereka takut kepada kami sebagaimana kami takut kepada mereka.” Maka mendekatlah mereka kepada manusia dan menjadikan mereka gila atau kesurupan.”

Itulah (maksud) dari firman Allah, {وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا} “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” Abul ‘Aliyah, ar-Rabi’ dan Zaid bin Aslam berkata, “Yang dimaksud {رَهَقًا} Dosa dan kesalahan,’adalah ketakutan.” Mujahid berkata, “(Yakni) jin-jin itu menambahkan kesesatan orang-orang kafir.”

Firman-Nya, {وَّاَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ اَنْ لَّنْ يَّبْعَثَ اللّٰهُ اَحَدًا} “Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Makkah), babwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (Rasul) pun,” yakni setelah jangka waktu ini Allah tidak akan mengutus seorang Rasul, demikianlah pendapat al-Kalbi dan Ibnu Jarir.

Al-Jinn, Ayat 8-10

وَّاَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاۤءَ فَوَجَدْنٰهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَّشُهُبًا، وَّاَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِۗ فَمَنْ يَّسْتَمِعِ الْاٰنَ يَجِدْ لَهٗ شِهَابًا رَّصَدًا، وَّاَنَّا لَا نَدْرِيْٓ اَشَرٌّ اُرِيْدَ بِمَنْ فِى الْاَرْضِ اَمْ اَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا

“Dan sesungguhnya kami (jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api (8) dan sesungguhnya kami (jin) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya) (9) Dan sesungguhnya kami (jin) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya.” (10)

 

Jin Dapat Mencuri Kabar Dari Langit Sebelum Diutusnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Adapun Setelah Itu Mereka Dilempar Dengan Panah Api

Allah Subhanallahu wa ta’ala mengabarkan tentang keadaan jin setelah Allah meng- utus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan setelah al-Qur-an diturunkan kepadanya. Di antara penjagaan-Nya terhadap al-Qur-an adalah Allah menjadikan langit penuh dengan para penjaga yang Segala penjurunya terjaga, dan syaitan-syaitan diusir dari tempat-tempatnya semula, di mana sebelumnya mereka biasa menempati- nya (ketika mencuri dengar berita dari langit). Tujuannya adalah agar syaitan-syaitan itu tidak mencuri sebagian dari al-Qur-an. Seandainya mereka dapat mencuri sebagian dari al-Qur-an, maka syaitan-syaitan itu akan menyampaikannya kepada para dukun, sehingga akan terjadi kerancuan, tidak diketahui siapa yang Penjagaan ini termasuk kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya, dan merupakan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, di samping sebagai penjagaan-Nya terhadap kitab-Nya yang mulia.

Oleh karena itu jin berkata, {وَّاَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاۤءَ فَوَجَدْنٰهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَّشُهُبًا وَّاَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِۗ فَمَنْ يَّسْتَمِعِ الْاٰنَ يَجِدْ لَهٗ شِهَابًا رَّصَدًا} “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panab panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki leberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-berita-nya) Tetapi sekarang, barangsiapa yang (mencola) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai pnah api yang mengintai (untuk membakarnya) “Yakni, setelah Rasulullah diutus, maka barangsiapa berusaha mencuri dengar (menguping) berita-berita langit, dia akan berhadapan dengan panah-panah api yang siap menghujaninya dengan tepat, tidak meleset, sehingga ia akan hancur binasa.

Firman Allah Subhanallahu wa ta’ala (memberitahukan perkataan jin), {وَّاَنَّا لَا نَدْرِيْٓ اَشَرٌّ اُرِيْدَ بِمَنْ فِى الْاَرْضِ اَمْ اَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا} “Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Rabb mereka menghendaki kehuikan bagi mereka. “Yakni kami tidak mengetahui perkara yang terjadi di langit. “Kami tidak mengetahui (dengan ada- nya penjagaan itu), apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Rabb mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. “Ini termasuk adab mereka dalam berbicara, yaitu dengan menyandarkan perbuatan jahat kepada selain pelakunya dan dengan menyandarkan perbuatan baik kepada Allah.

Disebutkan dalam hadis shahih:

وَالشَّرَّ لَيْسَ إِلَيْكَ

“Dan keburukan itu tidak (disandarkan) kepada-Mu.”

Sebelumnya, bintang-bintang memang telah digunakan untuk melempar syaitan. Akan tetapi tidak sering, melainkan jarang-jarang, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma: “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tiba-tiba jatuhlah sebuah bintang yang bersinar, maka beliau bersabda, ‘Menurut kalian apa itu?” Kami pun menjawab, ‘Dahulu kami mengatakan bahwa akan lahir orang besar dan meninggal orang besar.’ Beliau bersabda, ‘Bukan begitu, akan tetapi jika Allah menetapkan suatu perkara di langit.” Dan Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma menyebutkan hadits selengkapnya. Kami telah menyebutkan hadis ini secara lengkap pada tafsir surat Saba’.

Pelemparan dengan suluh api (yang meningkat intensitasnya) ini mendorong mereka untuk mencari tahu apa penyebabnya. Maka mereka pun berkeliling di timur dan barat bumi. Akhirnya mereka menemukan Rasulullah beserta para Sahabatnya sedang membaca al-Qur-an di dalam shalat. Menemukan hal ini, mereka pun tahu bahwa inilah sebab yang karenanya langit dijaga (dengan ketat). Maka sebagian dari jin itu ada yang beriman, dan sebagian lainnya tetap dalam kesesatan. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas ketika menerangkan firman-Nya dalam surat al-Ahqaf, { وَاِذْ صَرَفْنَآ اِلَيْكَ نَفَرًا مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْاٰنَ } “Dan (ingatlah) ketika Kami badapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur-an.” (QS. Al-Ahqaaf: 29)

Ketika perkara ini terjadi, yaitu banyaknya panah api yang beterbangan di langit, maka manusia dan jin ketakutan. Mereka gelisah dan khawatir karenanya. Mereka mengira akan terjadi kehancuran alam raya, sebagaimana yang dikatakan oleh as-Suddi, “Langit itu tidak akan dijaga (dengan panah-panah api), kecuali di bumi terdapat seorang Nabi atau agama yang tampak.”

Dahulu sebelum diutusnya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, syaitan-syaitan mengambil posisi di langit dunia untuk mendengarkan kejadian yang berlangsung di langit. Ketika Allah mengutus Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul-Nya, maka pada suatu malam mereka dihujani panah-panah api.

Oleh karena itu penduduk Tha-if terkejut seraya berkata, “Penghuni langit telah hancur.” Mereka melihat besarnya api di langit dan berseliwerannya panah api. Mereka pun membebaskan para budak dan binatang ternak mereka. ‘Abd Yalail bin ‘Amr bin ‘Umair berkata kepada penduduk Tha-if, “Hati-hatilah wahai penduduk Thaif.

Peganglah harta benda kalian (jangan terburu-buru membebaskan para budak). Lihatlah poros-poros bintang. Apabila kalian melihat- nya tetap pada posisinya, maka penduduk langit tidak hancur. Ini terjadi hanya karena munculnya Ibnu Abi Kabsyah (yakni Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam) Dan apabila kalian melihat bintang-bintang itu sudah tidak ada, maka penduduk langit telah hancur.” Mereka pun menuruti perkataan ‘Abd Yalail (menahan harta bendanya).

Pada malam itu syaitan-syaitan terkejut melihat banyaknya panah-panah api. Mereka mendatangi iblis untuk menyampaikan perkara yang mereka alami. Iblis berkata, “Berikanlah segenggam tanah dari setiap wilayah bumi untuk aku cium.” Mereka pun memberikannya dan dia mencium tanah-tanah itu. Lalu ia berkata, “Penyebab dari apa yang kalian alami ada di Makkah.” Iblis pun mengutus tujuh jin dari daerah Nashibin ke Makkah.

Ketika mereka datang ke Makkah dan menemukan Nabi sedang shalat di Masjidil Haram seraya membaca al-Qur-an, maka mereka pun mendekati beliau untuk mendengarkan al-Qur-an, sampai pundak-pundak mereka hampir menempel dengan beliau Shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian mereka pun beriman.

Allah mengabarkan hal itu kepada Rasul-Nya. Kami telah menyebutkan pasal ini secara rinci di awal pembahasan tentang diangkatnya beliau sebagai Nabi dalam kitab Sirah (Sejarah) yang panjang, Wallaahu a’lam, walhamdu lillaah.

 

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker