Pentingnya untuk selalu berniat kebaikan
Pentingnya untuk selalu berniat kebaikan
Seorang Muslim membenarkan pentingnya keberadaan niat dan urgensinya bagi seluruh amalan, baik yang berkaitan dengan masalah keagamaan maupun keduniaan, keseluruhan amal tersebut sangat tergantung bagaimana niatnya. Niat inilah yang menjadi ukuran suatu amal itu dikatakan kuat atau lemah, sah atau rusak (batal), semua tergantung bagaimana niatnya. Keyakinan seorang Muslim terhadap keharusan niat bagi setiap amal serta kewajiban untuk memperbaikinya bersandar kepada :
Pertama : Firman Allah ﷻ,
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآء
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (Al-Bayyinah:5).
Firman-Nya,
قُلْ إِنِّىٓ أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ ٱللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ
“Katakanlah, `Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama`.” (Az-Zumar:11).
Kedua : Sabda Rasulullah ﷺ,
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امْرِيءٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh apa yang dia niatkan itu.”( Muttafaq’alaih; al-Bukhâri, no.1; Muslim, no.1907)
Juga sabdanya,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa-rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan perbuatan kalian.” (Muttafaq’alaih; Muslim, no.2564)
Yang dimaksudkan dengan Allah melihat kedalam hati adalah melihat bagaimana niatnya, sehingga dapat dikatakan bahwa niat adalah sesuatu yang membangkitkan sebuah tindakan (amal) dan yang menjadi motivatornya. Nabi ﷺ telah bersabda,
مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً
“Barangsiapa yang berkeinginan melakukan kebaikan namun dia belum dapat melakukannya, maka dicatat baginya satu kebaikan.” (Diriwayatkan oleh Muslim, no.130)
Dengan sekedar memiliki kemauan yang baik saja, maka amal itu menjadi shalih mendapatkan pahala dan balasan. Itu semua karena keutamaan niat baik. Oleh karena itu, orang yang berniat dengan niat maka ia diberi pahala amal shalih. Dan orang yang mempunyai niat buruk juga mendapatkan dosa sebagaimana orang yang berbuat buruk, semuanya ini semata-mata kembali kepada niat. Sabda Nabi ﷺ,
إِذَا الْتَقَى الْـمُسْلِمَـانِ بِسَيْفَيْهِمَـا ، فَالْقَاتِلُ وَالْـمَقْتُوْلُ فِـي النَّارِ. فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ! هَذَا الْقَاتِلُ ، فَمَـا بَالُ الْـمَقْتُوْلُ ؟ قَالَ : إِنَّهُ كَانَ حَرِيْصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
“Jika ada dua orang Muslim saling bunuh dengan kedua pedangnya, maka kedua-duanya masuk neraka.”Lalu ditanyakan,”Wahai Rasulullah, orang yang membunuh sudah jelas, maka bagaimana yang dibunuh?” Beliau menjawab,”Dia juga berkeinginan untuk membunuh temannya.”( Muttafaq’alaih; al-Bukhâri, no.31; Muslim, no.2888)
Maka dihitung sama antara niat dan keinginan buruk antara si pembunuh yang dia masuk neraka dengan yang terbunuh, andaikan ia tidak berniat buruk juga (membunuh), maka dia tentu masuk surga.
Kesemua ini menegaskan tentang kebenaran keyakinan seseorang Muslim akan pentingnya niat, keagungan, dan urgensinya yang amat besar. Oleh karena itu, dia membangun seluruh amalnya dengan niat yang baik dan benar, dan berusaha sekuat tenaga agar jangan sampai beramal tanpa ada niat dan tujuan, dan jangan sampai beramal namun dengan niat yang tidak baik.
Jadi niat adalah ruh dari amal dan merupakan tiang penyangganya, kebaikan amal tergantung dari kebaikan niat, dan buruknya amal juga tergantung kepada buruknya niat. Dan setiap amal yang tidak dilandasi dengan niat yang baik dari pelakunya, maka itu adalah riya`, memaksakan diri yang justru dimurkai Allah ﷻ.
Sumber : Kitab Minhajul Muslim Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jajairi Edisi Indonesia, Cetakan XV Jumadil ula 1437H/2016M, Darul Haq Jakarta