Masalah Imamah [Menjadi Imam] (Bagian 2)
- Berdirinya makmum bersama imam
Apabila seorang laki-laki bermakmum kepada seorang laki- laki, maka ia berdiri di samping kanannya. Begitu juga halnya dengan seorang wanita yang bermakmum kepada seorang wanita, maka ia berdiri di samping kanannya. Adapun jika dua orang atau lebih ber- makmum, maka mereka berdiri di belakang imam.
Sedangkan jika sejumlah laki-laki dan sejumlah wanita bercam- Pur dan menjadi makmum, maka makmum laki-laki berdiri di belakang nam, sedang makmum wanita berdiri di belakang mereka. Kemudi- an jika makmumnya terdiri dari seorang laki-laki serta seorang wani- a, maka makmum laki-laki berdiri di samping kanan imam, meskipun seorang anak kecil yang baru mumayyiz (sudah dapat membedakan suatu), sedang makmum wanita berdiri di belakang keduanya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah ,
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( خيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا ، وَشَرُّهَا آخِرُهَا ، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا ، وَشَرُّهَا أوَّلُهَا )) رَوَاهُ مُسلِمٌ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baiknya shaf laki-laki adalah yang pertama, dan sejelek-jeleknya adalah yang terakhir. Sedangkan sebaik-baiknya shaf perempuan adalah yang terakhir dan yang paling jeleknya adalah yang pertama.”
(HR. Muslim, no. 440)
berdasarkan praktik yang dilakukan Rasulullah , di mana dalam sebuah peperangan beliau melaksanakan shalat, lalu Jabir datang dan berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau memindahkannya sehing- ga posisinya berada di samping kanan beliau, dan tidak lama setelah itu datang Jabbar bin Shakhar dan langsung berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik keduanya dan memposisikan keduanya hingga berada di belakang beliau.
Juga berdasarkan penuturan Anas , bahwa suatu saat Nabi shalat mengimaminya dari ibunya, di mana beliau memposisikanku di sebelah kanan beliau dan memposisikan si wanita (ibunya) di bela- kang kami.
Juga berdasarkan penuturannya, bahwa suatu ketika aku menu- naikan shalat, di mana aku dan seorang anak yatim berdiri di belakang Rasulullah dan seorang nenek berdiri di belakang kami.(HR Bukhari no.380)
- Pembatas imam menjadi pembatas bagi orang yang ada di belakangnya (makmum)
Apabila imam shalat menghadap pembatas, maka makmum tidak perlu memakai pemb lagi. Karena suatu ketika Nabi menan- capkan sebuah tombak, lalu beliau shalat menghadap ke arahnya, dan beliau tidak menyuruh seorang sahabat pun supaya meletakkan pem- batas lainnya.
(Mutaafaqqun ‘Alaih Bukhari no.494 dan Muslim no.501)
- Wajibnya mengikuti imam
Diwajibkan atas makmum mengikuti imam, dan diharamkan mendahuluinya, serta dimakruhkan menyamainya. Jika makmum men- dahului imam dalam takbiratul ihram, maka wajib atas makmum meng ulangi takbiratul ihramnya. Jika tidak, maka shalatnya dihukumi batal. Demikian juga dihukumi batal, jika ia salam sebelum imam. Kemu dian jika ia mendahului imam dalam rukuk atau sujud atau bangkit dari keduanya, maka diwajibkan atasnya mengulanginya, di mana rukuk atau sujud kembali setelah imamnya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah ,
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفوا عَلَيْهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
“Sesungguhnya imam itu ditunjuk tiada lain untuk diikuti, mukit jangan- lah kamu berbeda dengannya. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah kamu. Jika in rukuk, maka rukuklah kamu. Jika ia mengucapkan, ‘Sami’ allahu liman hami- dah,’ maka ucapkanlah olehmu, ‘Allahumma rabbana wa lakal hamdiu. Jika ia sujud, maka sujudlah kamu. Kemudian jika ia shalat sambil duduk, maka shalatlah kamu semuanya sambil duduk.”
(H.R Bukhari no.722)
Juga sabda Rasulullah ,
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
“Tidakkah salah seorang di antara kamu merasa takut, jika ia mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan merubah kepalanya menjadi kepala keledai, atau merubah wujudnya menjadi wujud keledai?”
- Penggantian imam dengan makmum karena adanya udzur (alasan yang dibolehkan agama)
Jika pada pertengahan shalat, imam menyadari bahwa ia mempu- nyai hadats, atau telah terjadi hadats padanya, atau hidungnya menge- luarkan darah (mimisan), atau telah terjadi sesuatu yang membuatnya tidak dapat melanjutkan shalatnya, maka ia harus meminta kepada seorang makmum yang ada di belakangnya supaya menggantikan Posisinya dan menyempurnakan shalat bersama jama’ah, kemudian la keluar dari shalat (untuk bersuci). Di mana Umar pun pernah meminta Abdurrahman bin ‘Auf supaya menggantikan posisinya seba- Bal Imam ketika ditikam saat shalat.* Ali pun pernah meminta seseorang supaya menggantikan posisinya sebagai imam karena mimisan yang dideritanya. (H.R Said bin Manshur)
- Imam harus meringankan shalat
Dianjurkan terhadap imam supaya tidak memanjangkan bacaan shalat kecuali bacaan pada rakaat pertama, jika ia bermaksud supa- ya orang yang tertinggal dari jama’ah mendapatkan rakaat tersebut, karena terkadang Nabi pun memanjangkannya. Hal itu berdasar- kan sabda Nabi ,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ
“Jika salah seorang di antara kamu shalat bersama (mengimami) orang- orang, hendaklah ia meringankan (bacaan), karena di antara mereka itu ada orang yang lemah, orang yang sakit dan orang yang sudah tua. Tetapi jika ia shalat sendirian, hendaklah ia memanjangkan (bacaan) menurut kehendak- nya”
(Muttafaqqun ‘Alaih al-Bukhari no.703 dan Muslim no 467)
- Makruh imamahnya orang yang dibenci jama’ah
Dimakruhkan bagi seseorang mengimami shalat orang-orang yang membencinya, jika kebencian mereka berkaitan dengan masalah agama, berdasarkan sabda Rasulullah ,
“Ada tiga orang yang shalat mereka tidak diangkat sejengkal pun dari atas kepala mereka yaitu: Orang yang mengimami shalat suatu kaum di mana mereka membencinya, wanita yang tidur dalam keadaan suaminya murka kepadanya, serta dua saudara yang saling bermusuhan.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no.971 dengan sanad hasan)
- Orang yang patut berdiri di belakang imam dan berbalik- nya imam setelah salam
Dianjurkan, bahwa orang yang berdiri di belakang imam ada- lah orang yang berilmu dan memiliki keutamaan, berdasarkan sabda Rasulullah
وَعَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاَةِ ، وَيَقُولُ : اِسْتَوُوْا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ ، لِيَلِيَنِي مِنْكُمْ أُولُو الأَحْلاَمِ وَالنُّهَى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengusap pundak-pundak kami ketika shalat dan berkata, “Luruskanlah dan janganlah berselisih, sehingga berselisih pula hati-hati kalian. Hendaklah orang-orang yang dewasa dan berakal (yang punya keutamaan) dekat denganku, lalu diikuti orang-orang setelah mereka, lalu orang-orang setelah mereka.”
(HR. Muslim no. 432)
Dianjurkan pula bagi imam setelah salam, supaya ia berbalik dari tempat shalatnya yang sebelah kanan serta menghadapkan mukanya ke arah jama’ah, sebagaimana hal tersebut dilakukan oleh Nabi . Shalallahu alaihi wa salam Dawud, no. 1041 dan at-Tirmidzi, no. 301 telah meriwayatkan dari Qabishah bin Hulb dari bapaknya, seraya berkata, “Jika Nabi mengimami kami, maka setelah salam beliau akan berpaling ke arah dua sampingnya seluruhnya, ke samping kanan dan samping kirinya.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi menghasankanya)
- Meluruskan shaf (barisan) Disunnahkan bagi imam dan makmum untuk meluruskan dan meratakan barisan hingga benar-benar lurus. Karena Rasulullah menghadap ke arah orang-orang (makmum), seraya bersabda,
“Rapatkanlah dan luruskanlah.”
Beliau bersabda,
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَة
“Luruskanlah shaf kalian, karena meluruskan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.”
(Muttafaqqun ‘Alaih al-Bukhari no.723 dan Muslim no.433)
Beliau bersabda
“Hendaklah kamu benar-benar meluruskan shaf kalian, atau (kalau tidak) Allah akan merubah di antara muka-mukamu.”
(Muttafaqqun ‘Alaih al-Bukhari no723 dan Muslim no.433)
Beliau bersabda
“Tidak ada langkah yang paling besar pahalanya dari langkah yang dilakukan seseorang menuju celah shaf sehingga ia menutupinya (merapatkan)”
(Diriwayatkan oleh al-Bazzar, hadist hasan)
Disalin ulang dari ; Kitab Minhajul Muslim Syaikh Abu Bakar Jabir Al jajairi Edisi Indonesia, Cetakan XXIII, J. Ula 1440 H/2019 M, Darul Haq, Jakarta.