ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Hasyr (Bagian 2)

Al-Hasyr, Ayat 8-10

لِلْفُقَرَاۤءِ الْمُهٰجِرِيْنَ الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا وَّيَنْصُرُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ، وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ، وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

“(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridaan(-Nya) dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar (8) Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung (9) Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (10)

 

Pihak-Pihak Lain Yang Berhak Mendapatkan Fai’ Dan Penjelasan Tentang Keutamaan Orang-Orang Muhajirin Dan Anshar

Dalam firman-Nya, Allah menjelaskan orang-orang berhak mendapatkan bagian harta rampaşan fai’, mereka adalah {الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا} “Yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya).” Yakni, yang telah keluar dari rumahnya dan meninggalkan kelyarganya demi untuk mendapatkan keridhaan Allah. {وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ} “Dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar,” yakni mereka adalah orang-orang yang dengan perbuatan dan merekalah para petinggi kaum Muhajirin.

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman memuji kaum Anshar seraya menjelaskan keutamaan, kemuliaan dan kedermawanan mereka. Mereka tidak iri hati kepada orang-orang Muhajirin. Mereka berani berkorban dengan mendahulukan kepentingan orang lain atas diri mereka sendiri, padahal mereka sendiri membutuhkannya. Oleh karena itu, maka Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ} “Dan orang-orang yang telah menem- pati kota Madinah dan telah beriman (yakni kaum Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (kaum Muhajirin).” Yakni, orang-orang yang telah menempati kota tempat berhijrah (Madinah) sebelum kaum Muhajirin, dan orang-orang Madinah ini telah lebih dahulu beriman sebelum kedatangan kaum Muhajirin.

‘Umar berkata, “Saya mewasiatkan khalifah setelahku agar menjaga kehormatan kaum Muhajirin dari generasi yang pertama. Hendaklah ia mnengetahui hak-hak mereka. Saya pun berwasiat agar ia berbuat kebaikan kepada kaum Anshar yang telah tinggal (di Ma- dinah) dan telah beriman sebelum kaum Muhajirin (datang kepada mereka). Caranya adalah dengan menerima budi baik mereka serta mengampuni kesalahan mereka.” Hadits ini pun telah diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.

Firman-Nya, {يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ} “Mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka,” disebabkan keutamaan dan keagungan jiwa mereka. Kaum Anshar ini rela membagi-bagikan harta mereka untuk kaum Muhajirin.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Anas, ia berkata, “Kaum Muhajirin berkata, Wahai Rasulullah, tidak pernah kami menemu- kan kaum yang sangat baik menerima kami, baik dalam keadaan sempit maupun lapang. Mereka telah membantu mencukupi ke- butuhan rumah dan pangan kami. Mereka pun menjadikan kami sebagai saudara dalam pemenuhan segala kebutuhan, sehingga kami takut kalau mereka menghabiskan semua pahala.’ Maka Nabi bersabda:

لَا مَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِمْ ودَعَوتُمُ اللَّهَ لَهُمْ

“Tidak, selama kalian berterimakasih atas (kebaikan) mereka dan kalian mendo’akan mereka kepada Allah.”

Saya belum menemukan jalur periwayatan ini di kitab-kitab lain. Imam al-Bukhari juga telah meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id yang mendengar Malik bin Anas berkata ketika ia sama-sama berangkat menemui al-Walid (bin ‘Abdul Malik, khalifah saat itu). Malik bin Anas berkata, “Nabi telah memanggil orang-orang Anshar ketika beliau memutuskan untuk membagikan harta ghanimah dari negeri Bahrain untuk mereka. Kaum Anshar pun berkata, Tidak, (kami tidak akan hadir), kecuali engkau memberikan juga bagian yang sama untuk saudara-saudara kami kaum Muhajirin.” Beliau bersabda: Jika kalian (memutuskan untuk) tidak menerimanya, maka bersabarlah hingga kalian menemuiku, karena sesungguhnya akan terjadi pengutamaan atas diri kalian setelahku” Hadits ini khusus versi al-Bukhari.

Diriwayatkan juga oleh al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa kaum Anshar berkata, “Bagilah pohon kurma itu di antara kami dan saudara kami Muhajirin.” Beliau menjawab, “Tidak.” Mereka (yakni kaum Anshar) berkata, “Kalian telah membantu kami dalam pengurusan pohon kurma ini, oleh karena itu kami akan berbagi buahnya bersama kalian.” (Akhirnya) mereka (kaum Muhajirin dan Anshar) berkata, ‘Kami mendengar dan kami menaati perintah Rasulullah. Imam al-Bukhari tidak bersama Muslim dalam meriwayatkan hadits ini.

Kaum Anshar Tidak Iri Kepada Muhajirin

Firman-Nya, {وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا} “Dan mereka (kaum Anshar) tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin).”Yakni, kaum Anshar tidak iri kepada kaum Muhajirin atas keutamaan yang Allah karuniakan kepada mereka berupa kedudukan, kemuliaan, penyebutan yang lebih awal serta derajat yang melebihi mereka.

Firman-Nya, {مِمَّا أُوتُوا} “Terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin),” menurut Qatadah artinya adalah segala sesuatu yang telah diberikan kepada saudara-saudaranya (Muhajirin). Demikian pula pendapat Ibnu Zaid.

Pengutamaan Yang Dilakukan Kaum Anshar Atas Kaum Muhajirin

Firman-Nya, { وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ } “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” Lafazh خَصَاصَةٌ artinya kebutuhan. Maksudnya, mereka tetap membantu meskipun diri mereka memerlukan bantuan.

Telah tercantum dalam hadits yang shahih bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:

أفضلُ الصَّدَقَةِ جَهدُ الْمُقِلِّ

“Shadaqah terbaik adalah ketika dalam kesempitan.”

Posisi ini adalah lebih tinggi dari orang yang dalam firman-Nya, {وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ} “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya.” (QS. Al-Insaan: 8) Dan firman-Nya, {وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ} “Dan memberikan harta yang dicintainya. ” (QS. Al- Baqarah: 177) Mereka (yang disebutkan dalam dua ayat ini) adalah orang yang menshadaqahkan harta yang mereka cintai. Mereka yang dimaksud ayat ini, termasuk orang yang memang memerlukan harta tersebut, atau mereka yang tidak memerlukannya. Dan yang terjadi pada para Sahabat adalah: Mereka lebih orang lain, sekalipun mereka sangat membutuhkannya. Di antara contohnya adalah ketika Abu Bakar ash-Shiddiq menshadaqahkan seluruh hartanya, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟

“Apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?”

Dia menjawab, “Saya menyisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.”” [Contoh lain] adalah kisah air minum kepada ‘Ikrimah dan para Sahabatnya di perang Yarmuk. Setiap orang mengutamakan Sahabatnya dari dirinya sendiri sementara dirinya terluka dan sangat memerlukan air. Kemudian air itu diserahkan lagi kepada yang ketiga, sehingga tidak sampai kepada yang ketiga. Mereka pun menginggal dunia tanpa seorang pun meminumnya. Semoga Allah meridhai mereka.

Dan telah diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu ia menceritakan bahwa seseorang mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  seraya berkata: “Wahai Rasulullah, saya tertimpa kesulitan.” Maka beliau pun mengutus seseorang kepada isterinya. Ketika tidak mendapatkan apa-apa, maka Rasulullah bersabda: “Ketahuilah, siapa yang bersedia menjamunya malam ini, maka Allah akan memberikan rahmat kepadanya?”

Seorang laki-laki dari Anshar bangkit dan berkata, “Saya, ya Rasulullah.” Dia pun pergi memberitahu keluarganya dan berkata kepada isterinya, “Dia adalah tamu Rasulullah, jadi jangan menyem- bunyikan makanan apa pun.” Sang isteri berkata, “Demi Allah, kita hanya punya makanan untuk anak kita.” Sang suami berkata, “Apabila anak kita ingin makan malam maka tidurkanlah dia. Kemarilah kamu, matikanlah lampu dan kita berpuasa malam ini.” Sang isteri pun menurutinya. Keesokan harinya laki-laki itu menghadap Rasulullah, maka beliau bersabda:

لَقَدْ عَجِبَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ -أَوْ: ضَحِكَ-مِنْ فُلَانٍ وَفُلَانَةٍ

“Sungguh Allah telah takjub -atau tertawa- (rawi ragu antara dua kata tersebut) dengan fulan dan fulanah.”

Dan Allah pun menurunkan ayat, { وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ } “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). “Demikianlah al-Bukhari telah meriwayatkan riwayat yang serupa di pembahasan lain dalam Shahiih-nya. Begitu pula Muslim, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i, melalui jalur Fudlail bin Ghazwan. Dalam riwayat Muslim, laki-laki Anshar itu dinamakan Abu Thalhah Radiyallahu ‘anhu.

Firman-Nya, { وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} “Dan siapa yarng dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung, “yakni siapa pun yang selamat dari kekikiran maka dia telah beruntung dan berhasil.

Diriwayatkan oleh Ahmad, dari Jabir ibnu ‘Abdullah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلم ظلماتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُحَّ، فَإِنَّ الشّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ واستَحلُّوا مَحَارِمَهُمْ

“Jauhkanlah kezhaliman, karena kezhaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari Kiamat. Dan jauhkanlah kekikiran, karena kekikiran itu telah menghancurkan kaum sebelummu. Kekikiran itu menyeret mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan segala hal yang diharamkan.”
Imam Muslim tidak disertai al-Bukhari dalam meriwayatkan hadits di atas.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari al-Aswad bin Hilal, ia berkata, “Seorang laki-laki mendatangi ‘Abdullah seraya berkata, “Wahai Abu ‘Abdirrahman, saya khawatir (diri saya) termasuk orang yang binasa. Abdullah berkata, ‘Binasa bagaimana?’ Dia berkata, “Saya mendengar Allah telah berfirman, Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung dan saya adalah orang kikir (syahiih) karena hampir tidak ada sesuatu apa pun yang saya berikan.’ ‘Abdullah berkata, Itu bukan syahiih (kekikiran) seperti yang Allah sebutkan, yang Allah maksudkan adalah ketika kamu memakan harta saudaramu secara zhalim. Yang kamu lakukan itu adalah kebakhilan, dan itu adalah seburuk-buruk perkara.

Firman-Nya, { وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ } “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara- saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. “Mereka adalah golongan ketiga dari yang berhak menerima harta rampasan (fai’). Setelah kaum Muhajirin dan kaum Anshar, maka kemudian disusul oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan, sebagaimana yang Allah sinyalir dalam surat at-Taubah, { وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ } “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertáma-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Mubajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah.” (QS. At-Taubah: 100)

Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik adalah orang-orang yang mengikuti sifat-sifat baik mereka dan senantiasa mendo’akan mereka, baik di kala sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Oleh karena itu pada ayat ini Allah berfirman, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara- saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun yang lagi Maha Penyayang.”

Betapa bagusnya kesimpulan yang dilakukan oleh Imam Malik ketika mengatakan bahwa ar Rafidhi (penganut aliran Syi’ah), yang telah mencaci dan menghina para Sahabat Nabi Muhammad ti- dak berhak mendapatkan bagian dari harta rampasan (fai’) tersebut, karena dia tidak memiliki sifat terpuji sebagaimana orang-orang yang telah dipuji Allah . Allah de memuji mereka yang telah ber- do’a, “Ya Rab kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, ia berkata, “Mereka diperintahkan untuk mendo’akan para Sahabat, tapi mereka justru mencaci maki mereka.” Lalu ia membacakan firman Allah, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

 

Al-Hasyr, Ayat 11-17

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ نَافَقُوْا يَقُوْلُوْنَ لِاِخْوَانِهِمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَىِٕنْ اُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيْعُ فِيْكُمْ اَحَدًا اَبَدًاۙ وَّاِنْ قُوْتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ، لَىِٕنْ اُخْرِجُوْا لَا يَخْرُجُوْنَ مَعَهُمْۚ وَلَىِٕنْ قُوْتِلُوْا لَا يَنْصُرُوْنَهُمْۚ وَلَىِٕنْ نَّصَرُوْهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْاَدْبَارَۙ ثُمَّ لَا يُنْصَرُوْنَ، لَاَنْتُمْ اَشَدُّ رَهْبَةً فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنَ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ، لَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ جَمِيْعًا اِلَّا فِيْ قُرًى مُّحَصَّنَةٍ اَوْ مِنْ وَّرَاۤءِ جُدُرٍۗ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيْدٌ ۗ تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعًا وَّقُلُوْبُهُمْ شَتّٰىۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَ، كَمَثَلِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَرِيْبًا ذَاقُوْا وَبَالَ اَمْرِهِمْۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ، كَمَثَلِ الشَّيْطٰنِ اِذْ قَالَ لِلْاِنْسَانِ اكْفُرْۚ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ اِنِّيْ بَرِيْۤءٌ مِّنْكَ اِنِّيْٓ اَخَافُ اللّٰهَ رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ، فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَآ اَنَّهُمَا فِى النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيْهَاۗ وَذٰلِكَ جَزٰۤؤُا الظّٰلِمِيْنَ

“Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudaranya yang kafir di antara Ahli Kitab, “Sungguh, jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun demi kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantumu.” Dan Allah menyaksikan, bahwa mereka benar-benar pendusta (11) Sungguh, jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan jika mereka di-perangi; mereka (juga) tidak akan menolongnya; dan kalau pun mereka menolongnya pastilah mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan (12) Sesungguhnya dalam hati mereka, kamu (Muslimin) lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti (13) Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti (14) (Mereka) seperti orang-orang yang sebelum mereka (Yahudi) belum lama berselang, telah merasakan akibat buruk (terusir) disebabkan perbuatan mereka sendiri. Dan mereka akan men-dapat azab yang pedih (15) (Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, “Kafirlah kamu!” Kemudian ketika manusia itu menjadi kafir ia berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.” (16) Maka kesudahan bagi keduanya, bahwa keduanya masuk ke dalam neraka, kekal di dalamnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang zalim.” (17)

Janji Dusta Orang-Orang Munafik Kepada Bani Nadhir

Allah Subhanallahu wa ta’ala mengabarkan tentang orang-orang munafik seperti ‘Abdullah bin Ubay dan rekan-rekannya. Mereka mengutus utusan kepada Bani Nadhir untuk menjanjikan bantuan kepada mereka, maka Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ } “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang ber- kata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara Ahli Kitab: Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu, dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.”

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ } “Dan Allah menyaksikan bahrwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. “Mereka mendustai janji yang telah diucapkan. Hal ini karena mereka hanya mengucapkan dengan lisannya saja, tanpa berniat untuk melaksanakannya. Mungkin juga karena apa yang mereka ucapkan sebenarnya merupakan kasus yang belum pernah mereka alami. Oleh karena itu Allah berfirman, { وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ } “Dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya,” yakni mereka takkan ikut berperang.

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman { وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ } “Sesungguhnya jika mereka menolongnya,” yakni jika mereka ikut berperang. { لَيُوَلُّنَّ الأدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ } “Niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan.”

Apa yang tercantum dalam ayat di atas merupakan kabar gembira tersendiri. Kemudian firman Allah : { لأنْتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِي صُدُورِهِمْ مِنَ اللَّهِ } “Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah,”yakni mereka lebih takut kepada kalian daripada kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala. Ini seperti firman-Nya, { إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً } “Tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya.” (QS. An-Nisaa’: 77) Oleh karena itu Allah berfirman, { ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ } “Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ } “Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok.”Hal ini karena mereka begitu penakut. Mereka tidak berani menghadapi tentara kaum muslim dengan cara berhadapan langsung. Mereka hanya mampu melawan dari balik benteng atau dinding, sehingga mereka berperang hanya karena terpaksa dalam rangka mempertahankan diri saja.

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ } “Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat.” Yakni sangat kuat, sebagaimana firman-Nya, { وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ } “Dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” (QS. Al-An’aam: 65) Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى }”Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Kalian melihat mereka berkumpul sehingga kalian menganggap mereka bersatu, padahal sesungguhnya mereka berada di puncak perbedaan dan permusuhan di antara mereka.

Ibrahim an-Nakha’i berkata, “Artinya, Ahli Kitab dan orang- orang munafik itu berada di puncak perbedaan dan permusuhan.” { ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ } “Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { كَمَثَلِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَرِيبًا ذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ } “Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasakan akibut buruk dari perbuatan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Mereka seperti orang-orang sebelum mereka, yaitu Yahudi Bani Qainuqa’ (yang diusir dari Madinah).” Demikian pula pendapat yang diungkapkan oleh Qatadah dan Muhammad bin Ishaq.

Perumpamaan Orang-Orang Munafik Dan Yahudi Dalam Peristiwa Ini

Firman-Nya, { كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلإنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ } “Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika dia berkata kepada manusia: Kafirlah kamu. ‘Maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata: Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu.”

Ayat ini menerangkan perumpamaan antara orang-orang Yahudi dengan orang munafik. Orang Yahudi telah ditipu oleh orang munafik, sebagaimana manusia yang sesat ditipu oleh syaitan. Orang munafik menjanjikan bantuan kepada orang-orang Yahudi. Mereka berjanji akan menolong tatkala mereka diperangi, namun ketika kenyataan itu terjadi dan pengepungan semakin genting, ma- ka mereka pun lepas tangan dan membiarkan mereka hancur.

Perumpamaan mereka ini seperti syaitan yang membujuk manusia -nauzubillaah-untuk menjadi kafir. Ketika manusia tergoda, maka syaitan berlepas diri seraya berkata, { إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ } “Sesungguhnya aku takut kepada Allah Rabb semesta alam.”

Firman-Nya, { فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا } “Maka adalah kesudahan keduanya, bahrwa sesunggiuhnya keduanya (masuk) ke dalam Neraka, mereka kekal di dalamnya,” yakni akhir orang yang mengajak kafir dan orang yang diajak adalah Neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. { وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ } “Demikianlah balasan orang- orang yang zhalim,”yakni balasan untuk semua orang yang berbuat zhalim.

 

Al-Hasyr, Ayat 18-20

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ، وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ، لَا يَسْتَوِيْٓ اَصْحٰبُ النَّارِ وَاَصْحٰبُ الْجَنَّةِۗ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan (18) Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik (19) Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga; para penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.” (20)

Perintah Bertakwa Dan Bersiap-Siap Untuk Menyambut Hari Kiamat

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari al-Mundzir bin Jarir, dari bapaknya, ia berkata, “Di siang hari kami sedang berada di tempat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Tiba-tiba datang kepada Rasul sekelompok orang tidak beralas kaki dan berpakaian compang camping sambil membawa pedang. Mayoritas mereka atau semuanya berasal dari suku Mudhar. Wajah Rasulullah berubah ketika melihat kesusahan pada diri mereka. Beliau pun masuk dan keluar, lalu memanggil Bilal untuk mengumandangkan adzan serta iqamah. Beliau kemudian berkhutbah. Beliau membaca ayat,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) bubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS. An-Nisaa’: 1) dan membaca ayat dari surat al-Hasyr, { وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ } “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),” lalu beliau bersabda (menyemangati mereka untuk bershadaqah):

تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِيْنَارِهِ، مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ، مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ وَلَوْ بشِقِّ تَمْرَةٍ

“Seseorang dapat bershadaqah dengan dinarnya, dirhamnya, atau dengan satu sha’ gandumnya, satu sha’ kurmanya,” hingga beliau bersabda, “Walaupun hanya sebelah kurma.” Tiba-tiba datang laki-laki Anshar membawa sekantong kurma, yang tangannya sendiri tak mampu menggenggamnya. Kemudian orang-orang ikut melakukannya hingga saya melihat dua tumpukan, yakni tumpukan makanan dan pakaian. Saya melihat wajah Rasulullah berseri-seri, maka beliau bersabda:

مَن سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنقُص مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُها وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa yang mencontohkan kebaikan dalam Islam (ke- baikan yang ada landasannya), maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barangsiapa mencontohkan keburukan dalam Islam, maka dia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi pun.”
Muslim tidak disertai al-Bukhari dalam meriwayatkan hadits ini, dari jalur Syu’bah.”

Jadi, firman-Nya, { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ} “Hai orang-orang yang beriman, bertakuwalah kepada Allah,” adalah perintah untuk bertakwa kepada-Nya, yang mencakup pelaksanaan perintah-Nya dan penghindaran dari larangan-Nya.

Firman-Nya, {وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ}”Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” Artinya, introspeksilah diri kalian sebelum kalian diintrospeksi dan lihatlah amalan apa yang telah kalian simpan untuk bekal hari Kiamat.

Firman Allah , {وَاتَّقُوا اللَّهَ} “Dan bertakwalah kepada Allah,” adalah penguatan (ta’kid) yang kedua. {إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}”Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Yakni, ketahuilah bahwa Allah Maha mengetahui semua pekerjaan dan keadaan kalian. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya.

Firman-Nya, {وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ} “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri,” yakni janganlah lupa berdzikir kepada Allah . Jika engkau lupa kepada Allah , maka Allah pun akan membuat kalian lupa untuk beramal bermanfaat bagi kalian di hari Kiamat, karena balasan itu sesuai dengan pekerjaan.

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} “Mereka itulah orang- orang yang fasik,”yakni orang-orang yang tidak taat kepada Allah, binasa dan rugi pada hari Kiamat, sebagaimana firman-Nya, {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ}”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak- anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”(QS. Al-Munaafiqun: 9)

Perbedaan Penghuni Surga Dan Neraka

Firman-Nya, {لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ}”Tidak sama penghuni penghuni Neraka dengan penghuni-penghuni Surga.”Yakni, hukum Allah terhadap mereka tidak sama pada hari Kiamat, sebagaimana firman-Nya, {أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ} “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (QS. Al-Jaatsiyah: 21) Juga firman-Nya, {وَمَا يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَلا الْمُسِيءُ} “Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal shalih dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.” (QS. Al-Mu’-min: 58) Serta firman-Nya, {أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الأرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ}” Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (Shad: 28)

Pada ayat-ayat yang lain terdapat petunjuk bahwa Allah akan memuliakan orang-orang yang berbuat baik dan akan menghinakan orang-orang yang berbuat maksiat. Oleh karena itu di surat ini Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ} “Penghuni-penghuni Surga itulah orang-orang yang beruntung.”Lafazh al-faa-izuun yakni Pada memuliakan yang selamat dari siksaan Allah.

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker