ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Hasyr (Bagian 1)

Tafsir Surat Al-Hasyr

( Pengusiran )

Surat Madaniyyah

Surat Ke-59 : 24 Ayat

 

Dahulu Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma menamakannya surat Bani Nadhir. Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur, dari Sa’id bin Jubair berkata, “Saya mengatakan surat al-Hasyr kepada Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, maka dia berkata, “Surat ini diturunkan untuk Bani Nadhir’.” Dalam versi lain al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Hasyim dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma. Al-Bukhari juga meriwayatkannya dari jalur Abu ‘Awanah, dari Abu Bisyr, dari Sa’id bin Jubair berkata, “(Suatu saat) saya pernah mengatakan kepada Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, surat al-Hasyr? Tapi dia berkata, ‘Ini surat Bani Nadhir’.”

 

بِسْمِ اللهِ الَرْحَمنِ الَرحِيمِ

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Hasyr, Ayat 1-5

سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ، هُوَ الَّذِيْٓ اَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِاَوَّلِ الْحَشْرِۗ مَا ظَنَنْتُمْ اَنْ يَّخْرُجُوْا وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ مَّانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِّنَ اللّٰهِ فَاَتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوْا وَقَذَفَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِاَيْدِيْهِمْ وَاَيْدِى الْمُؤْمِنِيْنَۙ فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ، وَلَوْلَآ اَنْ كَتَبَ اللّٰهُ عَلَيْهِمُ الْجَلَاۤءَ لَعَذَّبَهُمْ فِى الدُّنْيَاۗ وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ، ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ شَاۤقُّوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۖوَمَنْ يُّشَاۤقِّ اللّٰهَ فَاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ، مَا قَطَعْتُمْ مِّنْ لِّيْنَةٍ اَوْ تَرَكْتُمُوْهَا قَاۤىِٕمَةً عَلٰٓى اُصُوْلِهَا فَبِاِذْنِ اللّٰهِ وَلِيُخْزِيَ الْفٰسِقِيْنَ

 

“Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana (1) Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung halamannya pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan (siksaan) kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka; sehingga memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan! (2) Dan sekiranya tidak karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, pasti Allah mengazab mereka di dunia. Dan di akhirat mereka akan mendapat azab neraka (3) Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya (4) Apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu terjadi) dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” (5)

Segala Sesuatu Bertasbih Kepada Allah

Allah Subhanallahu wa ta’ala mengabarkan bahwa segala sesuatu di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya, {تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ} “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al-Israa’: 44)

Firman-Nya, {وَهُوَ الْعَزِيزُ} “Dia-lah Yang Mahaperkasa,” yakni Maha Penghalang. {الْحَكِيمُ} “Lagi Mahabijaksana,” pada ketentuan- Nya, baik yang bersifat qadari maupun syar’i.

Kejadian Yang Menimpa Bani Nadhir

Firman-Nya, {هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ} “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Abli Kitab, “yakni Yahudi Bani Nadhir. Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Mujahid, dan yang lainnya berkata”, “Ketika Rasulullah datang ke Madinah, beliau melakukan senjata dengan mereka, akan tetapi mereka melanggar perjanjian itu sehingga Allah menimpakan kekuatan-Nya (berupa adzab) yang dak mungkin mereka tolak. Allah Subhanallahu wa ta’ala menimpakan kepada mereka keputusan-Nya (qadha-Nya) yang tidak mungkin mereka hindari. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengusir dan mengeluarkan mereka dari benteng-benteng mereka yang sangat kokoh, padahal kaum muslimin tidak merasa perlu untuk memilikinya.

Mereka mengira akan terhindar dari siksaan Allah, akan tetapi siksa-Nya itu mendatangi mereka dari arah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berhasil mengusir mereka dari Madinah. Sebagian gencatan dari mereka ada yang pergi ke Adzri’at, sebuah kawasan dataran tinggi di Syam, yaitu negeri di mana manusia akan digiring dan dikumpulkan di sana. Dan sebagian dari mereka ada yang pergi ke Khaibar. Maka diusir dari sana, dengan satu ketentuan bahwa yang boleh mereka bawa hanyalah apa yang ada pada punggung unta-unta mereka. Dengan ketentuan itu, maka mereka menghancurkan yang mereka ada mereka pun ada di rumah mereka tidak mungkin dibawa.

Oleh karena itu Allah berfirman, {يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ} “Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk jadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” Yakni pikirkanlah akibat yang menimpa orang-orang yang menentang perintah Allah dan Rasul-Nya serta yang mendustai kitab Suci-Nya. Pikirkanlah bagaimana mereka tertimpa hukuman di dunia, bahkan pikirkanlah siksaan yang teramat pedih yang Allah siapkan untuk mereka di akhirat.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Abdurrahman bin Ka’b bin Malik, dari salah seorang Sahabat Rasulullah bahwa orang-orang kafir Quraisy melayangkan surat kepada Ibnu Ubay (bin Salul, gembong kaum Munafiq Madinah) beserta orang-orang Aus dan Khazraj yang menyembah berhala bersamanya sebelum perang Badar, sementara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada saat itu sedang berada di Madinah. Surat itu berbunyi sebagai berikut, “Sungguh kalian telah melindungi salah satu rakyat kami (maksudnya Rasulllah ) dan kami bersumpah kepada Allah agar kalian memeranginya atau mengusirnya, atau kami semua akan menyerang kalian hingga kami dapat membunuh tentara kalian dan menawan perempuan kalian.”

Ketika surat itu sampai ke ‘Abdullah bin Ubay beserta orang- orang yang menyembah berhala bersamanya, maka mereka berkumpul untuk memerangi Nabi.

Ketika hal itu diketahui Nabi, maka beliau mendatangi mereka dan bersabda: “Telah sampai kepada kalian ancaman-ancaman berat dari Quraisy. Apa yang diancamkan oleh orang-orang Quraisy itu tidak lebih membahayakan kalian daripada perbuatan kalian yang menipu diri kalian sendiri. Apakah kalian ingin memerangi anak- anak dan saudara-saudara kalian (sendiri)?”

Ketika mereka mendengar itu dari Nabi, mereka pun berpencar. Hal itu rupanya sampai ke telinga orang-orang kafir Quraisy. Maka setelah Badar mereka menulis surat kepada orang-orang Yahudi yang berbunyi sebagai berikut, “Sungguh kalian adalah kaum yang memiliki benteng yang kokoh dan peralatan perang yang leng- kap. Jadi, perangilah rekan kami (yakni Muhammad) atau kami akan berbuat begini dan begini, sehingga tidak ada satu penghalang pun antara kami dan gelang kaki wanita-wanita kalian (maksudnya isteri- isteri mereka dijadikan budak).”

Ketika surat dari orang-orang Quraisy perihal Nabi tersebut (yakni supaya mereka melepaskan ikatan perjanjian dengan Nabi) sampai ke bani Nadhir, akhirnya mereka pun bersepakat untuk mengkhianati perjanjian dengan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka melayangkan surat kepada Nabi yang berbunyi sebagai berikut “Kirimkan tiga puluh orang Sahabatmu dan kami akan mengutus tiga puluh pendeta untuk dipertemukan di suatu tempat. Mereka akan mendengarkanmu, dan apabila mereka mempercayaimu.”

Kemudian di hari berikutnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mendatangi me- reka dengan beberapa batalion mengepung mereka. Rasulullah bersabda kepada mereka: “Demi Allah, kalian takkan memercayaiku kecuali dengan sebuah perjanjian.”

Mereka enggan melakukan perjanjian itu, maka pada hari itu juga Rasulullah memerangi mereka.

Hari berikutnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meninggalkan Bani Nadhir dan pergi ke Bani Quraizhah bersama beberapa batalion. Beliau mengajak mereka untuk membuat perjanjian dan mereka menyetujuinya. Rasulullah pun meninggalkan mereka dan pergi memerangi Bani Nadhir hingga mereka terusir. Bani Nadhir pun pergi sambil membawa perabotan rumah mereka yang hanya bisa diangkut dengan unta, juga pintu-pintu rumah serta kayu-kayu (yang bisa diangkut).

Perkebunan kurma Bani Nadhir telah Allah berikan khusus kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dia berfirman, { وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكَابٍ} “Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta ben- da) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun.” (QS. Al-Hasyr: 6) yakni tanpa peperangan.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyerahkan sebagian besar harta rampasan (fai’) itu kepada kaum Muhajirin dan sebagian darinya hanya dibagikan kepada dua orang kaum Anshar yang memerlukan. Sisanya adalah shadaqah Rasulullah kepada putera-putera Fathimah Berikut ini kami akan menyebutkan ringkasan peperangan Bani Nadhir. Semoga Allah memudahkan urusan kita.

Penyebab Perang Bani Nadhir

Disebutkan oleh para ahli peperangan dan sejarawan bahwa penyebab perang itu adalah berawal dari terbunuhnya 70 Sahabat Anshar di sumur Ma’unah. Salah seorang dari mereka yang bernama “Amr bin Umayyah al-Dhamri berhasil lolos. Ketika dia pulang ke Madinah, di tengah perjalanan dia membunuh dua orang laki-laki dari Bani Amir, padahal kedua orang ini telah memiliki perjanjian dan jaminan keamanan dari Rasulullah, namun hal itu tidak diketahui oleh Amr.

Setibanya di Madinah dia mengabarkan hal itu kepada Rasu- lullah, maka beliau bersabda, “Kamu telah mnembunuh dua orang (yang memiliki jaminan keamanan). Aku akan menunaikan diyat (denda) bagi kedua orang tersebut.”

Pada saat itu antara Bani Nadhir dan Bani ‘Amir terdapat sebuah perjanjian. Rasulullah pergi menuju Bani Nadhir untuk meminta pertolongan mereka atas diyat terbunuhnya kedua laki- laki itu, Rumah-rumah Bani Nadhir pada saat itu terletak di ping- giran kota Madinah, beberapa mil darinya ke arah sebelah timur.”

Di dalam kitab Sirah-nya, Muhammad bin Ishaq bin Yassar menulis sebagai berikut: Kemudian Rasulullah pergi ke Bani Nadhir untuk meminta pertolongan mereka atas diyat dua orang dari Bani ‘Amir yang telah dibunuh oleh ‘Amr bin Umayyah adh- Dhamri. Pada saat itu letak tempat tinggal Bani Nadhir dan Bani Amir berdekatan.

Rasulullah memprakarsai perjanjian di antara keduanya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yazid bin Ruman kepadaku (Muhammad bin Ishaq). Ketika Rasulullah mendatangi mereka dengan maksud itu, maka mereka pun berkata, ‘Baiklah Abu Qasim, kami akan membantumu atas dasar alasanmu itu.’

Kemudian mereka berunding. Mereka berkata, ‘Kalian tidak akan menemukan lagi (kesempatan emas untuk membunuh) laki- laki ini (Nabi Shallallahu alaihi wa sallam) -pada saat itu Rasulullah berada di sebelah- Jadi siapa di antara kalian yang berani melemparnya dengan batu dari atas rumah sehingga kita tidak disibukan lagi dari berurusan dengannya?”

Maka salah seorang dari mereka yang bernama ‘Amr bin Jahsy bin Ka’b menyatakan keberaniannya untuk melakukan hal itu, seraya berkata: “Aku sanggup melakukannya.” Laki-laki itu naik untuk melempar Rasulullah yang pada saat itu bersama beberapa Sahabatnya, di antaranya adalah Abu Bakar, “Umar dan ‘Ali . Saat itu juga datang kabar dari langit yang memberitakan maksud jahat kaum tersebut, maka beliau segera bangkit dan kembali ke kota Madinah.

Ketika para Sahabat Rasulullah hendak meminta beliau untuk tinggal, mereka pun mencari beliau, sehingga mereka bertemu seorang laki-laki yang datang dari arah Madinah, maka mereka menanyakan tentang beliau kepadanya dan dia menjawab, “Saya melihat beliau masuk ke kota Madinah.”

Para Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu pun menghadap beliau dan mengabarkan bahwa orang Yahudi hendak mengkhianatinya. Rasulullah memerintahkan untuk bersiap-siap memerangi mereka. Kemudian beliau berangkat hingga tiba di dan ternyata mereka telah membentengi diri dengan sangat kuat.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun memerintahkan untuk menebangi pohon kurma dan membakarnya. Mereka menyeru, “Wahai Muhammad, kamu telah melarang dan mencela orang yang melakukan kerusakan di bumi, jadi mengapa kamu membakar pohon kurma itu?”

Beberapa orang dari Bani ‘Auf bin Khazraj, seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, Wadi’ah, Malik bin Abi Qauqal, Suwaid dan Da’is, telah berpesan kepada Bani Nadhir untuk tetap bertahan (di dalam benteng). Mereka berkata, “Kami takkan menyerahkan kalian. Jika kalian diperangi maka kami akan berperang bersama kalian Jika kalian keluar maka kami akan keluar bersama kalian.”.

Mereka (Bani Nadhir) menantikan bantuan yang dijanjikan tersebut, tapi mereka tidak melakukannya karena Allah telah melimpahkan ketakutan di hati mereka. Yang mereka lakukan adalah memohon kepada Rasulullah untuk mengusir mereka dan tidak membunuh mereka dengan syarat membekali mereka ala kadarnya.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyetujuinya. Mereka terpaksa memenuhi seekor unta dengan harta benda. Di antara mereka ada yang menghancurkan rumahnya dan meletakkan daun pintunya di punggung unta untuk dibawa ke Khaibar. Di antara mereka ada yang pergi ke Syam dan meninggalkan harta bendanya untuk Rasulullah.

Harta benda itu telah menjadi milik Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan beliau bebas menggunakannya, maka beliau membagikannya terlebih dahulu kepada kaum Muhajirin. Beliau tidak membagikan harta itu kepada kaum Anshar kecuali kepada Sahal bin Hunaif dan Abu Dujanah (Simak bin Kharasyah), yaitu dua laki-laki yang fakir.

Tidak ada masuk Islam dari Bani Nadhir kecuali dua yang orang, yaitu Yamin bin ‘Umair bin Ka’b bin ‘Amr bin Jahhasy dan Abu Sa’d bin Wahb. Mereka masuk Islam dan Rasulullah menjaga harta benda keduanya.

Ibnu Ishaq berkata, “Beberapa keluarga Yamin berbicara ke- padaku bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda kepada Yamin,

أَلَمْ تَرَ مَا لَقِيْتُ مِنِ ابْنِ عَمِّكَ، وَمَا هُمْ بِهِ مِنْ شَأْنِيْ

“Tidakkah kamu lihat apa yang aku rasakan dari perlakuan sepupumu dan keinginan kuatnya untuk menghalang-halangi urusanku (dakwahku).

Maka Yamin bin ‘Umair mengupah seseorang untuk membunuh ‘Amr bin Jahsy (sepupunya itu), dan sebagaimana yang mereka klaim bahwa hal itu berhasil dilakukan.”

Ibnu Ishaq berkata, “Surat al-Hasyr seluruhnya turun berkenaan dengan Bani Nadhir. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Yunus bin Bukair dari Ibnu Ishaq, senada dengan yang telah disebutkan di atas.

Maka firman-Nya, { هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ} “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab,” maksudnya adalah Bani Nadhir. { مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ} “Dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama.

Firman-Nya, { مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا} “Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar,” yakni pada masa pengepungan kalian terhadap mereka. Pengepungan itu hanya memakan waktu enam hari, padahal benteng-benteng mereka sangat kokoh. Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا} “Dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah, maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka,” yakni ketetapan Allah itu mendatangi mereka dari arah terduga, sebagaimana yang tertera pada ayat lain: { قَدْ مَكَرَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَأَتَى اللَّهُ بُنْيَانَهُمْ مِنَ الْقَوَاعِدِ فَخَرَّ عَلَيْهِمُ السَّقْفُ مِنْ فَوْقِهِمْ وَأَتَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ} “Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah adzab itu kepada mereka dari tempat yang sadari. ” (QS. An-Nahl: 26)

Firman-Nya, { وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ} “Dan Allah melemparkan ketakutan ke dalam hati mereka,”yakni kegelisahan dan kekhawatiran. Bagaimana mereka tidak takut, karena yang mengepung manusia yang diberikan mukjizat berupa ar-Ru’blo (yakni Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam).

Firman-Nya, { يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ} “Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman.” Ini telah ditafsirkan oleh Ibnu Ishaq sebelumnya, yaitu dengan cara mencopoti bagian-bagian tertentu dari rumah mereka seperti atap dan pintu yang dianggap masih layak pakai, lalu semua itu mereka bawa dengan unta.

Demikian pula yang dikisahkan oleh Urwah bin Zubair, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan yang lainnya.”

Firman-Nya, { وَلَوْلا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا} “Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengadzab mereka di dunia.” Yakni, kalau saja Allah tidak menetapkan adzab pengusiran dari rumah dan (meninggalkan) harta mereka, maka Allah akan menimpakan siksaan yang lain, yaitu hukuman mati dan penawanan, atau yang semisalnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh az-Zuhri, yang bersumber dari Urwah, as-Suddi dan Ibnu Zaid, “Allah telah menetapkan bagi mereka siksaan di dunia serta siksaan Neraka Jahannam yang telah disiapkan di akhirat.”

Firman-Nya, { وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ} “Dan bagi mereka di akhirat adzab Neraka,” yakni mereka pasti akan mendapatkan siksaan itu. Firman-Nya, { ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ} “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya,” yakni Allah menimpakan adzab tersebut serta menjadikan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman berkuasa atas mereka. Hal ini disebabkan karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya serta mendustai kabar gembira yang telah dibawa oleh Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, sementara mereka mengetahui hal itu persis seperti pengetahuan mereka akan anak-anaknya. Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَمَنْ يُشَاقِّ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} “Barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”

 

Peristiwa Penebangan Pohon Kurma Adalah Atas Izin Allah

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ} “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”

Lafazh al-liin (yang dalam ayat ini diungkapkan dengan lafzah لِينَةٍ adalah salah satu jenis kurma yang baik. Abu “Ubaidah berkata, “Yaitu jenis kurma yang berbeda dengan al-‘ajwah dan al-burni.” Mayoritas ahli tafsir berkata, “Al-liinah adalah jenis kurma selain al-ajwah.” Ibnu Jarir berkata, “Itu adalah (sebutan untuk) semua jenis kurma.” Beliau menukil dari Mujahid. Pohon kurma yang Rasulullah hancurkan dinamai juga dengan al-buwairah. Peristiwa ini terjadi pada saat Rasulullah mengepung mereka, dan beliau memerintahkan untuk menebang pohon kurma milik mereka dengan tujuan untuk menakuti serta menggertak hati mereka.

Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq, dari Yazid bin Ru- man, Qatadah dan Muqatil bin Hayyan bahwa mereka berkata, “Bani Nadhir mengutus seseorang kepada Rasulullah E seraya berkata, “Sesungguhnya Anda melarang perbuatan merusak, lalu mengapa Anda memerintahkan untuk menebang pepohonan?” Maka Allah menurunkan ayat ini yang artinya bahwa semua pepohonan yang dibiarkan tetap hidup adalah dengan izin, kehendak, ketetapan dan keridhaan-Nya. Dan hikmah di balik itu terdapat trik mengalahkan musuh, penghinaan dan untuk menundukkan mereka.”

Mujahid berkata, “Sebagian kaum Muhajirin saling melarang untuk menebang pohon kurma seraya mereka berkata, Pepohonan itu adalah ghanimah (harta rampasan perang) kaum muslimin (yakni hak mereka),’ maka Allah menurunkan ayat yang membenarkan orang yang melarangnya serta menjelaskan dosa yang akan ditim- pakan kepada orang yang melakukannya. Apa yang dilakukan Rasulullah dengan menebang (sebagian) dan membiarkan sebagian yang lain adalah berdasarkan perintah Allah. Hal yang senada juga disebutkan dalam riwayat yang lain secara marfu’.”

Tentang firman-Nya, “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik,”Ibnu ‘Abbas berkata (sebagaimana diriwayatkan oleh an-Nasa-i darinya), “Kaum muslimin telah meminta mereka (Bani Nadhir) untuk keluar dari benteng. Kaum muslimin pun diperintahkan untuk menebang pohon kurma, riamun hal itu membuat hati mereka merasa khawatir kalau-kalau hal tersebut perbuatan dosa. Maka kaum muslim berkata, ‘Kita tebang sebagian pohon kurma dan kita tinggalkan sebagian lagi, lalu kita tanyakan kepada Rasulullah apakah kita akan mendapatkan pahala atas pepohonan yang telah kita tebang? Atau kita akan mendapatkan dosa atas pepohonan yang biarkan?’ Maka, Allah pun menurunkan ayat, hi la “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasululah menebang dan membakar pohon kurma milik Bani Nadhir.” Hal senada juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab shahih keduanya.” Adapun periwayatan al-Bukhari dari Ibnu “Umar, ia berkata: “Bani Nadhir dan Bani Quraizhah memutuskan perjanjian sehingga menjadi kaum untuk diperangi, maka Bani Nadhir diusir dan Bani Quraizhah tetap tinggal. Beliau tetap berbuat baik kepada Bani Quraizhah, namun akhirnya mereka (melakukan pengkhianatan), sehingga layak untuk diperangi. Maka, para laki-lakinya dihukum mati. Beliau menawan serta membagikan para wanita mereka, anak-anak serta harta benda mereka kepada kaum muslimin, kecuali sebagian dari mereka yang ikut bersama Nabi, lalu beliau memberikan jaminan keamanan kepada mereka dan mereka pun masuk Islam. Beliau pun mengusir seluruh Yahudi Madinah, yakni Bani Qainuqa’, yakni sanak kerabat Abdullah bin Salam, Juga Yahudi Bani Haritsah dan semua bangsa Yahudi  yang ada di kota Madinah.”

Imam al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah telah menebang dan membakar pohon kurma -yang dikenal dengan sebutan al-burwairah-milik Bani Nadhir. Maka tentang hal itu Allah menurunkan ayat, { مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ} “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah, dan karena Dia hemdak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.

Ibnu Ishaq berkata, peristiwa pengusiran orang-orang Bani Nadhir terjadi setelah peristiwa Uhud dan setelah peristiwa yang terjadi di sumur Ma’unah.

 

Al-Hasyr, Ayat 6-7

وَمَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْهُمْ فَمَآ اَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَّلَا رِكَابٍ وَّلٰكِنَّ اللّٰهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهٗ عَلٰى مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ

“Dan harta rampasan fai’ [Fai’ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh puran. Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. Sedangkan ghanimah harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertem- puran. Pembagian fai’ sebagai yang tersebut pada ayat ke-7 di surat al-Hasyr. Sedang pembagian ghanimah tersebut pada ayat ke-41 surat al-Anfaal] dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya terhadap siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (6) Harta rampasan (fai’) dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (7)

Tentang Fai Dan Golongan Yang Berhak Menerimanya

Dalam firman-Nya, Allah menjelaskan makna al-fai’ (harta rampasan), bagaimana sifatnya dan apa hukum ketetapannya. Al-fai’ adalah semua harta yang diambil dari orang kafir tanpa pertempuran seperti harta benda milik Bani Nadhir ini. Harta benda mereka ini didapatkan oleh kaum muslim tanpa melarikan kuda atau unta. Kaum muslimin mendapatkannya tanpa melalui pertempuran bersama musuh dan tanpa adanya penyerangan dari kedua belah pihak. Mereka menyerah karena rasa takut yang Allah timpakan di hati disebabkan wibawa yang ada pada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Oleh karena itulah Allah Subhanallahu wa ta’ala memberikan harta tinggalkan itu untuk Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Dan oleh karenanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam membagi-bagikannya sesuka hati beliau. Beliau pun menyalurkannya kepada kaum muslimin untuk berbagai jalan kebaikan dan kemaslahatan yang Allah sebutkan pada ayat-ayat berikutnya. Allah berfirman, { وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ } “Dan apa saja harta rampasan fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, yakni dari Bani Nadhir, { فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكَابٍ } “Maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun.” Lafazh رِكَابٍ, di sini artinya unta. { وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ } “Tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki- Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu,” yakni Dia-lah Yang Mahakuasa, tidak ada sesuatu apa pun yang menahan-Nya, karena Dia-lah Yang Maha Pemaksa segala sesuatu.

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى } “Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul- Nya yang berasal dari penduduk kota-kota,” yakni semua negeri yang ditaklukkan dengan cara seperti ini, maka hukumnya sama sebagaimana yang diberlakukan pada harta Bani Nadhir. Oleh karena itu Allah berfirman, { فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ } “Maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.” hingga akhir ayat.

Itulah cara pengalokasian dan pendistribusian harta fai’.

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari ‘Umar Radiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Harta benda Bani Nadhir termasuk harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya tanpa sebuah penyerbuan dengan mengerah- kan kuda ataupun unta, maka harta itu khusus untuk Rasulullah. Beliau gunakan sebagai nafkah untuk satu tahun -dalam satu kesempatan ia berkata: untuk makanan pokok keluarganya selama setahun- dan sisanya beliau gunakan untuk kuda dan peralatan jihad di jalan Allah.

Demikianlah Ahmad meriwayatkannya di kitabnya secara ringkas. Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh al-Jam’ah (para penghimpun hadits) di kitab-kitab mereka kecuali Ibnu Majah, dan kami telah menyebutkan hadits tersebut dengan panjang lebar. Abu Dawud telah meriwayatkan dari Malik bin Aus, ia berkata, ‘Umar bin al-Khaththab mengutus seseorang kepadaku ketika hari mulai siang, maka aku pun mendatanginya. Kudapati ia sedang duduk di atas tikar yang langsung menyentuh tanah. Ketika tiba, dia berkata kepadaku, Wahai Malik, telah datang sekelompok orang dengan anggota keluarganya dari kaummu. Mereka berjalan dengan lunglai (seakan mereka telah ditimpa paceklik, sehingga mendorong mereka datang ke Madinah), Aku telah memerintahkan agar mereka diberi sesuatu. Bagikanlah di antara mereka.” Saya berkata, Jika saja engkau berikan amanat ini kepada orang lain (tentu hal itu lebih baik). Umar berkata, ‘Ambilah amanat ini, Tiba-tiba datang Yarfa (mantan budak “Umar yang bertugas menjaga pintu ‘Umar) seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apakah Anda mengizinkan “Utsman bin ‘Affan, “Abdurrahman bin ‘Auf, az-Zubair bin al-‘Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash masuk menemui anda?’ Dia menjawab, ‘Ya.’

‘Umar pun mengizinkan mereka masuk. Lalu Yarfa kembali datang dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apakah Anda mengizinkan al-Abbas dan ‘Ali untuk masuk?” Dia menjawab, “Ya.”Umar pun mengizinkan mereka berdua masuk, maka al-Abbas berkata, “Wahai Amirul Mukminin, putuskanlah di antara aku dan ia (yakni “Ali).’ Salah satu dari mereka (yakni Utsman dan rekannya) berkata, ‘Benar Amirul Mukminin, adililah mereka agar mereka berdua tenang.

Malik bin Aus berkata, “Terbersit dalam pikiranku bahwa mereka berdua sengaja mendahului mereka untuk hal itu.” ‘Umar berkata, “Kalian berdua tenanglah (jangan terburu-buru).” Kemudian dia berbalik kepada kelompok Sahabat (yang lain) seraya berkata, “Saya meminta kepada kalian dengan menyebut Nama Allah yang menciptakan langit dan bumi, apakah kalian tahu bahwa Rasulullah telah bersabda:

لَا نُوْرَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ

‘Kami tidak diwarisi oleh siapa pun. Apa yang kan menjadi shadaqah.’

Mereka menjawab, “Ya.” Kemudian ‘Umar berbalik ke arah “Ali dan al-‘Abbas seraya berkata, “Saya meminta kepada kalian berdua dengan menyebut Nama Allah yang dengan izin-Nya bumi dan langit menjadi tegak, apakah kalian berdua tahu bahwa Rasulullah telah bersabda, Kami tidak diwarisi oleh siapa pun. Apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.” Mereka berdua pun menjawab, “Ya.” “Umar berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengkhususkan untuk Rasul-Nya sesuatu yang tidak diberikan kepada manusia lain, maka Allah Subhanallahu wa ta’ala telah berfirman:

وَمَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْهُمْ فَمَآ اَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَّلَا رِكَابٍ وَّلٰكِنَّ اللّٰهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهٗ عَلٰى مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul- Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dahulu Allah telah mengkhususkan harta rampasan Bani Nadhir kepada Rasulullah. Demi Allah, beliau tidak mengutamakan dirinya dengan harta tersebut. Beliau hanya mengambil sebagian darinya untuk keperluan dirinya serta keluarganya selama setahun dan sisanya beliau jadikan seperti hartanya yang lain, yaitu dibagikan untuk kebaikan kaum muslimin.”

Kemudian ‘Umar menghadap ke kelompok Sahabat yang lain, seraya berkata, “Saya meminta kepada kalian dengan menyebut Nama Allah yang dengan izinnya langit dan bumi menjadi tegak, apakah kalian mengetahui hal itu?” Mereka menjawab, “Ya.” Kemudian ‘Umar berbalik kepada ‘Ali dan al-‘Abbas seraya berkata, “Saya meminta kepada kalian berdua dengan menyebut Nama Allah dengan izinnya langit dan bumi menjadi tegak, apakah kalian berdua mengetahui hal itu?” Mereka berdua menjawab, “Ya.”

(‘Umar berkata lagi), ‘Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar berkata, ‘Saya wali (pengganti) Rasulullah,’ maka engkau (yakni al- “Abbas) dan dia (‘Ali) datang kepada Abu Bakar. Engkau (al-‘Abbas) meminta warisan dari keponakanmu, sedangkan dia (‘Ali) meminta warisan isterinya (Fathimah) dari bapaknya. Maka Abu Bakar berkata, “Rasulullah telah bersabda, ‘Kami tidak diwarisi oleh siapa pun. Apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.’

Allah Maha Mengetahui sesungguhnya Abu bakar adalah orang yang jujur, suka berbuat kebajikan, dan senantiasa terbimbing ke arah kebenaran serta mau mengikutinya. Lalu tampuk khilafah pun beralih kepada Abu Bakar.

Setelah Abu Bakar wafat, saya (‘Umar) mengatakan bahwa saya adalah wali (pengganti) Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan wali Abu Bakar, saya memegang kekuasaan sesuai dengan kehendak Allah (entah sampai kapan). Tiba-tiba engkau dan dia datang kepadaku dengan permasalahan yang sama, dan memintaku untuk menuntaskannya. Jika kalian menghendaki untuk aku serahkan harta ini kepada kalian, (maka baiklah, akan aku serahkan), tapi dengan menjalankan ketentuan Allah , sebagaimana Rasulullah dahulu menjalankannya. [Yakni, dahulu Rasulullah menggunakan harta tersebut sekedar untuk ke- butühan sehari-hari, bukan untuk dimiliki, sebab harta tersebut menjadi harta shadaqah yang haram diwariskan dan dimiliki setelah beliau wafat]” Kalian boleh mengambilnya dariku dengan ketentuan seperti itu. Adapun jika kalian berdua datang kepadaku untuk diputuskan dengan selain ketentuan itu, maka demi Allah, sampai Kiamat pun saya tidak akan memutuskan kepada kalian dengan selain keputusan tersebut. Dan apabila kalian berdua tidak mampu mengelolanya, maka serahkanlah lagi hal itu kepadaku.” Para penyusun hadits ini telah meriwayatkan- nya dari jalur az-Zuhri.

Firman-Nya, { كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ } “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”Yakni, Kami jadikan pengaturan distribusi harta fai’ tersebut sedemikian rupa, agar harta itu tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang kaya, lalu mereka mempergunakannya untuk melampiaskan hawa nafsu dan keinginan mereka saja tanpa memperhatikan orang-orang fakir.

Perintah Taat Kepada Rasul Pada Setiap Perintah Dan Larangan Beliau

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا } “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”Yakni, walau bagaimana- pun perintah beliau maka laksanakanlah dan walau bagaimanapun larangan beliau maka jauhkanlah, karena beliau pasti memerintahkan yang baik dan melarang yang buruk.

Diriwayatkan oleh Ahmad, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Allah telah melaknat perempuan yang mentato dan yang meminta ditato, yang mencabut bulu wajahnya (alis), yang membelah (giginya) untuk kecantikan, yang mengubah ciptaan Allah .” Hal itu didengar oleh seorang perempuan dari Bani Asad yang ada di dalam rumah yang biasa dipanggil dengan nama Ummu Ya’qub, maka dia mendatangi Ibnu Mas’ud seraya berkata, “Apakah benar kamu yang mengatakan begini dan begini?” Dia menjawab, “Mengapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah, sedangkan hal itu tertera di dalam al-Qur-an.” Perempuan itu berkata, “Saya telah membaca seluruh isi al-Qur-an tapi saya tidak menemukannya.” Dia berkata, “Kalau kamu benar-benar membacanya maka kamu akan mendapatkannya. Tidakkah kamu membaca firman Allah, {وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا} ‘Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah?” Perempuan itu menjawab, “Tentu.” Dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah telah melarangnya.” Perempuan itu berkata, “Saya kira keluargamu juga melakukannya.” Dia berkata, “Pergi dan lihatlah.” Maka perempuan itu pun pergi dan tidak menemukannya. Perempuan itu datang kembali dan berkata, “Saya tidak melihat apa-apa.” Dia berkata, “Kalau saja hal itu terjadi niscaya kami tidak akan bersatu lagi (yakni aku akan menceraikannya).” Hadits ini diriwayatkan juga dalam ash-Shahiihain dari hadits Sufyan ats- Tsauri.

Juga tercantum dalam ash-Shahiihain, dari Abu Hurairah pahwa Rasulullah telah bersabda:

إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ

“Apabila saya telah memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah semampu kalian, dan apa yang saya larang maka hindarilah.”

Firman-Nya, {وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} “Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”Yakni, bertakwalah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan dalam menghindari larangan-larangan-Nya karena hukuman-Nya sangat keras bagi orang yang melanggar larangan-Nya.

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta.

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker