ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Ath-Thallaq (Bagian 2)

Ath-Thallaq, Ayat 6-7

اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ وَاِنْ كُنَّ اُولَاتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰى، لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya (6) Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (7)

Tempat Tinggal Istri Yang Dicerai Disesuaikan Dengan Kemampuan Suami

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang menceraikan istrinya agar menempatkannya di rumah hingga selesai waktu iddah. Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ} “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal,” yakni bersama kalian. { مِّنْ وُّجْدِكُمْ} “Menurut kemampuanmu,” menurut ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Mujahid dan yang lainnya, artinya adalah semampu kalian. Bahkan Qatadah berkata, “Apabila kamu hanya memiliki lokasi di sebelah rumahmu maka tempatkanlah dia di sana.”

Larangan Menyulitkan Istri Yang Dicerai

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ } “Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Muqatil bin Hayyan berkata, “Artinya adalah membuatnya bosan dan menyempitkannya supaya mau membayar ganti rugi kepada suaminya dengan hartanya atau keluar dari rumah itu.”

Ats-Tsauri menuturkan dari Mansur dari Abudh Dhuha, ia berkata, “Maksud firman-Nya, ‘dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka,’ adalah menceraikannya, namun apabila masa iddahnya tinggal dua hari lagi, maka dia pun merujuknya.”

Nafkah Perempuan Hamil Yang Ditalak Ba-In Adalah Sampai Melahirkan

[Talak ba-in adalah talak yang tidak dapat dirujuk kembali. Mereka bisa bersatu lagi jika si wanita itu menikah lagi dengan laki-laki yang lain, kemudian diceraikan. Ketika selesai ‘iddahnya, maka barulah si suami yang lama bisa bersatu lagi, dan harus dengan akad nikah yang baru]

Firman-Nya, { وَاِنْ كُنَّ اُولَاتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ } “Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itú sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka melahirkan. ” Ayat ini menerangkan kasus talak ba-in, sedangkan yang dicerai- kan itu seorang wanita hamil). Apabila dia hamil maka dia berhak dinafkahi hingga melahirkan. Adapun perempuan yang ditalak rujuk [Maksudnya, ia ditalak, tapi masih bisa dirujuk kembali], maka (pada masa ‘id- dah itu) ia wajib dinafkahi, baik dirinya sedang hamil atau tidak.

Ibu Yang Tetap Menyusui Anaknya Setelah Dicerai, Maka Ia Berhak Mengambil Upah Dari Ayah Si Anak

Firman-Nya, “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu,”yakni apabila sang istri telah melahirkan anaknya sedangkan ia dalam keadaan diceraikan, lalu selesailah talak mereka dengan berakhirnya masa iddah, maka di saat itu ia boleh meneruskan susuannya dan boleh juga menolak penyusuan. Namun kebolehan tersebut setelah ia memberikan ASI al-liba’ kepada anaknya.

ASI al-liba’ adalah air susu ibu yang pertama keluar (setelah melahirkan). Pada umumnya seorang bayi tidak bisa tumbuh secara normal, kecuali setelah meminumnya. Jika ia tetap menyusui anaknya, maka dia berhak mendapatkan upah yang setimpal, dan ia pun boleh mengadakan perjanjian dengan bapak dari suami (yang meninggal) atau walinya tentang upah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman { فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ} “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu unitukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.”

Firman-Nya, {وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ} “Dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuati), dengan baik,”yakni selesaikanlah permasalahan di antara kalian secara baik-baik tanpa saling menimpakan kemadharatan kepada pihak lain. Sebagaimana firman Allah di surat al-Baqarah, { لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ } “Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Firman-Nya, { وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ} “Dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya,”yakni apabila kedua suami istri berselisih pada jumlah upah yang dibayarkan, misalnya sang istri ingin jumlah yang banyak sedangkan sang suami menolaknya atau sang suami membayar sedikit sehingga sang istri tidak setuju, maka anak itu boleh disusukan kepada perempuan lain. Jika sang ibu setuju dengan upah yang akan diberikan kepada wanita lain, (maka hal itu baik, namun dengan satu ketentuan) bahwa sang ibu lebih berhak terhadap anaknya

Firman-Nya, { لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖ } “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya,”yakni sang bapak atau walinya sebaiknya menafkahi anaknya sesuai dengan kemampuan-nya. nya. Firman-Nya, disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.” Ini sebagaimana firman-Nya, { لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا } “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuái dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Kisah Perempuan Yang Bertakwa

Firman-Nya, { سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا } “Allah kelak akan memberi- kan kelapangan sesudah kesempitan,”ini adalah janji Allah , dan janji-Nya adalah benar. Ayat ini sebagaimana firman-Nya, { فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا } “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada ke- mudahan.” (QS. Asy-Syarh: 5-6)

Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadits yang selayaknya disebutkan di sini, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu sebagai berikut: Alkisah hiduplah sepasang suami istri yang miskin. Suatu hari sang suami pulang ke rumah dengan yang sangat lapar, maka dia bertanya kepada istrinya, “Kamu punya sesuatu?” Dia menjawab, “Ya, bergembiralah karena rizki Allah telah datang.” Laki-laki itu mendesaknya dan berkata, “Ayolah, saya minta bagian kalau memang kamu punya sesuatu.” Dia menjawab, “Ya sebentar, -sambil mengharap rahmat Allah Subhanallahu wa ta’ala  -.

Setelah lama menunggu, laki-laki itu berkata, “Ayolah bangun, kalau memang kamu punya sesuatu, berikanlah kepadaku karena saya sangat lapar.” Dia pun menjawab, “Ya, sekarang kita akan membuka pemanggang roti, jangan buru-buru.’

Setelah terdiam selama beberapa saat, di dalam hati sang istri berkata, “Sebaiknya saya melihat isi pemanggang rotiku.” Dia pun bangun dan melihat isi pemanggang rotinya, ternyata penuh dengan rusuk domba, sementara dua batu penggilingannya masih berputar. Dia pun membersihkan penggiling itu dan mengeluarkan rusuk domba dari pemanggang rotinya.

Abu Hurairah berkata, “Demi Dzat yang jiwa Abul Qasim (Muhammad ) ada di tangan-Nya, kalau saja dia mengambil apa yang ada di penggiling dan tidak membersihkannya niscaya alat itu akan terus melakukan proses penggilingan hingga hari Kiamat.”

Ath-Thallaq, Ayat 8-11

وَكَاَيِّنْ مِّنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ اَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهٖ فَحَاسَبْنٰهَا حِسَابًا شَدِيْدًاۙ وَّعَذَّبْنٰهَا عَذَابًا نُّكْرًا، فَذَاقَتْ وَبَالَ اَمْرِهَا وَكَانَ عَاقِبَةُ اَمْرِهَا خُسْرًا، اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا ۖفَاتَّقُوا اللّٰهَ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِۛ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۛ قَدْ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكُمْ ذِكْرًاۙ، رَّسُوْلًا يَّتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِ اللّٰهِ مُبَيِّنٰتٍ لِّيُخْرِجَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُّدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ قَدْ اَحْسَنَ اللّٰهُ لَهٗ رِزْقًا

“Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat perhitungan terhadap penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan (di akhirat) (8) sehingga mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka, itu adalah kerugian yang besar (9) Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal! (Yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepadamu (10) (dengan mengutus) seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Allah kepadamu yang menerangkan (bermacam-macam hukum), agar Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan kebajikan, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh, Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” (11)

Balasan Durhaka Terhadap Perintah Allah Subhanallahu Wa Ta’ala

Allah Subhanallahu wa ta’ala mengancam orang yang mendurhakai perintah-Nya, mendustai para Rasul-Nya dan mengikuti syari’at selain syari’at-Nya. Seraya mengabarkan tentang keadaan para pendahulu yang durhaka kepada-Nya, seraya berfirman, { وَكَاَيِّنْ مِّنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ اَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهٖ } “Dan berapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Rabb mereka dan Rasul-Rasul-Nya,” yakni ingkar, melampaui batas dan bersikap sombong dari menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. { فَحَاسَبْنٰهَا حِسَابًا شَدِيْدًاۙ وَّعَذَّبْنٰهَا عَذَابًا نُّكْرًا } “Maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami adzab mereka dengan adzab yang mengerikan,” yakni yang sangat mengerikan dan menakutkan. { فَذَاقَتْ وَبَالَ اَمْرِهَا} “Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya,” sebagai balasan atas pembangkangan mereka, dan mereka baru menyesal setelah penyesalan itu tidak ada lagi manfaatnya,

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَكَانَ عَاقِبَةُ اَمْرِهَا خُسْرًا اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا } “Dan akibat perbuatan mereka adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka adzab yang keras,”yakni di akhirat beserta siksaan yang sebelumnya mereka rasakan di dunia.

Setelah menjelaskan kisah mereka, Allah kemudian berfirman, { فَاتَّقُوا اللّٰهَ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِۛ } “Maka bertakwalah kepada Allah hai orang- orang yang mempunyai akal. ” Lafazh al-albaab yakni pemahaman baik.

Janganlah kalian seperti mereka sehingga kalian akan tertimpa apa yang telah menimpa mereka wahai orang-orang yang memiliki akal, yakni { الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا } “Orang-orang yang beriman, “kepada Allah dan Rasul-Nya.

Firman Allah Subhanallahu wa ta’ala, { قَدْ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكُمْ ذِكْرًاۙ} “Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu, “dengan menurunkan al-Qur-an, sebagaimana firman-Nya, { اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ } “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur-an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Sifat-Sifat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam

[Sebelumnya Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { قَدْ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكُمْ ذِكْرًا} “Sesung- guhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.” Kemudian disusul firman Allah Subhanallahu wa ta’ala] { رَّسُوْلًا يَّتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِ اللّٰهِ مُبَيِّنٰتٍ } “(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum).” Oleh karena itulah sebagian orang berpendapat bahwa kata rasuulan adalah manshub (difat-hahkan harakat akhirnya) karena berposisi sebagai badal isytimal (pengganti yang mewakili dan mencakup) dari kata dzikra (peringatan) di ayat sebelumnya. Karena Rasulullah-lah yang menyampaikan adz-dzikr tersebut.

Ibnu Jarir berkata, “Yang benar bahwa kata rasuulan adalah penafsiran dari kata dzikraa.” Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, (Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum),” yakni dalam posisi yang jelas dan gamblang. Tujuannya: { لِّيُخْرِجَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ } “Supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih dari kegelapan kepada cahaya.”

Ayat ini sebagaimana firman-Nya, { كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ } “(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadámu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya,terang benderang.”(QS. Ibrahim: 1) Dan firman-Nya, { اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ } “Allah-lah Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). ” (QS. Al-Baqarah: 257) yakni dari kegelapan kekafiran dan kebodohan kepada cahaya keimanan dan ilmu pengetahuan.

Allah Subhanallahu wa ta’ala telah menamakan wahyu yang diturunkan-Nya dengan cahaya karena di dalamnya terdapat petunjuk, sebagaimana Dia juga menamakannya dengan ruuh (jiwa) karena ia dapat menghidupkan hati, sebagaimana Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَا ۗمَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَا ۗوَاِنَّكَ لَتَهْدِيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ } “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruub (wahyu al-Qur-an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (alQur-an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur-an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syuuraa: 52)

Firman-Nya, { وَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُّدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ قَدْ اَحْسَنَ اللّٰهُ لَهٗ رِزْقًا } “Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang shalih niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam Surga-Surga yang mengalir di bawahmya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rizki yang Penafsiran ayat yang senada dengan ini telah banyak dilakukan sebelumnya sehingga tidak perlu diulang kembali di sini, walhamdu lillaah.

Ath-Thallaq, Ayat 12

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ وَّمِنَ الْاَرْضِ مِثْلَهُنَّۗ يَتَنَزَّلُ الْاَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ەۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (12)

Penjelasan Tentang Kekuasaan Allah Yang Sempurna

Allah Subhanallahu wa ta’ala mengabarkan tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan keperkasaan-Nya yang agung. Hal ini agar menjadi pendorong bagi kaum mukminin untuk mengagungkan agama yang lurus yang telah disyari’atkan-Nya kepada mereka.

Firman-Nya, { اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ} “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit,” sebagaimana firman-Nya tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya, { اَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللّٰهُ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۙ } “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” (QS. Nuh: 15) Dan firman-Nya, { تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ } “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.” (QS. Al-Israa’: 44)

Firman-Nya, { وَّمِنَ الْاَرْضِ مِثْلَهُنَّ } “Dan seperti itu pula bumi,” yakni tujuh lapis pula, sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan dalam ash-Shahiihain:

مَنْ ظَلَمَ قِيْدَ شِبْرٍ مِنَ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ

“Barangsiapa merampas sejengkal tanah, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapis bumi (pada hari Kiamat).”

Di dalam Shahiih al-Bukhari disebutkan:

خُسِفَ بِهِ لإِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ

“Maka dia akan dipendam dalam tujuh lapis bumi.”

Jalur dan lafazhnya telah saya sebutkan pada kitab al-Bidaayah wan Nihaayah, yaitu ketika berbicara tentang penciptaan bumi. Walhamdulillaah.

Barangsiapa mengartikannya dengan tujuh daerah, maka ia telah melenceng jauh dari tempat tujuan dan telah tenggelam dalam persengketaan serta telah menyelisihkan al-Qur-an dan hadits tanpa landasan.

Inilah akhir penafsiran surat ath-Thalaaq. Segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah.

 

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker