ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Muzzammil {Bagian 2}

Surat Al-Muzzammil, Ayat 10-18

وَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا، وَذَرْنِيْ وَالْمُكَذِّبِيْنَ اُولِى النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيْلًا، اِنَّ لَدَيْنَآ اَنْكَالًا وَّجَحِيْمًا، وَّطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَّعَذَابًا اَلِيْمًا، يَوْمَ تَرْجُفُ الْاَرْضُ وَالْجِبَالُ وَكَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيْبًا مَّهِيْلًا، اِنَّآ اَرْسَلْنَآ اِلَيْكُمْ رَسُوْلًا ەۙ شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَآ اَرْسَلْنَآ اِلٰى فِرْعَوْنَ رَسُوْلًا، فَعَصٰى فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ فَاَخَذْنٰهُ اَخْذًا وَّبِيْلًا، فَكَيْفَ تَتَّقُوْنَ اِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَّجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيْبًا، ۨالسَّمَاۤءُ مُنْفَطِرٌۢ بِهٖۗ كَانَ وَعْدُهٗ مَفْعُوْلًا

“Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik (10) Dan biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang-orang yang mendustakan, yang memiliki segala kenikmatan hidup, dan berilah mereka penangguhan sebentar (11) Sungguh, di sisi Kami ada belenggu-belenggu (yang berat) dan neraka yang menyala-nyala (12) dan (ada) makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih (13) (Ingatlah) pada hari (ketika) bumi dan gunung-gunung berguncang keras, dan menjadilah gunung-gunung itu seperti onggokan pasir yang dicurahkan (14) Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul (Muhammad) kepada kamu, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul kepada Fir‘aun (15) Namun Fir‘aun mendurhakai Rasul itu, maka Kami siksa dia dengan siksaan yang berat (16) Lalu bagaimanakah kamu akan dapat menjaga dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban (17) Langit terbelah pada hari itu. Janji Allah pasti terlaksana.” (18)

 

Perintah Untuk Bersabar Menghadapi Gangguan Orang-Orang Kafir Dan Keterangan Tentang Apa Yang Mereka Dapatkan Dari Allah

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman memerintahkan Rasul-Nya untuk bersabar dalam menghadapi pendustaan orang-orang bodoh dari kalangan kaumnya. Allah Subhanallahu wa ta’ala memerintahkan Nabi untuk meninggalkan mereka dengan baik, yakni tanpa mencela mereka. Kemudian Allah Yang Mahaagung berfirman mengancam dan menakut-nakuti orang-orang kafir dari kaumnya. Dan Dia-lah Yang Mahaagung, tidak ada sesuatu pun yang bisa melawan murka-Nya. Dia berfirman, { وَذَرْنِيْ وَالْمُكَذِّبِيْنَ اُولِى النَّعْمَةِ} “Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan,” yakni serahkanlah kepada-Ku orang-orang vang mendustakan itu. Juga mereka yang memiliki harta kekayaan lalu bersikap angkuh). Padahal sesungguhnya mereka lebih mampu untuk berbuat taat daripada orang lain, (Sebenarnya), mereka memikul hak-hak yang tidak dipikul oleh orang lain.

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَمَهِّلْهُمْ قَلِيْلًا} “Dan beri tangguhlah mereka barang sebentar,” yakni perlahan-lahan, sebagaimana firman-Nya, { نُمَتِّعُهُمْ قَلِيْلًا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ اِلٰى عَذَابٍ غَلِيْظٍ} “Kami biarkan mereka bersenang senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.” (QS. Luqman: 24)

Oleh karena itu di sini Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { اِنَّ لَدَيْنَآ اَنْكَالًا} “Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat,’ yakni ikatan-ikatan. Demikianlah pendapat Ibnu ‘Abbas , Ikrimah, Thawus, Muhammad bin Ka’b, ‘Abdullah bin Buraidah, Abu ‘Imran al-Jauni, Abu Mijlaz, adh-Dhahhak, Hammad bin Abi Sulaiman, Qatadah, as-Suddi, Ibnul Mubarak, ats-Tsauri dan lainnya.”

Firman-Nya, { وَّجَحِيْمًا} “Dan Neraka yang bernyala-nyala,”yakni api yang berkobar. { وَّطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ} “Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan,” Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma berkata, “Melekat di kerongkongan, tidak masuk (ke perut) ataupun keluar.”

Firman Allah Subhanallahu wa ta’ala, { وَّعَذَابًا اَلِيْمًا يَوْمَ تَرْجُفُ الْاَرْضُ وَالْجِبَالُ} “Dan adzab yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan,”yakni bergetar hebat. { وَكَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيْبًا مَّهِيْلًا}”Dan menjadilah gunung- gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan,” yakni menjadi butiran pasir, padahal sebelumnya berupa batu-batu besar dan keras. Kemudian gunung-gunung itu akan hancur berkeping- keping tidak berbekas. Tidak tersisa segala sesuatu kecuali ia lenyap. Bumi menjadi datar dan rata, tidak terlihat lembah ataupun bukit. Tidak ada sesuatu yang rendah dan tidak ada sesuatu yang tingei Semuanya rata.

Rasul Yang Diutus Kepada Kalian [Wahai Kafir Makkah] Adalah Seperti Rasul Yang Diutus Kepada Fir’aun, Dan Kalian Pun Mengetahui Akhir Hidup Fir’aun

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman kepada orang-orang kafir Quraisy yang maksudnya adalah untuk semua orang, { اِنَّآ اَرْسَلْنَآ اِلَيْكُمْ رَسُوْلًا ەۙ شَاهِدًا عَلَيْكُمْ} “Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kalian (hai orang kafir Makkah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu,” yakni terhadap amalan-amalan kalian. Kami telab mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat,”

Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Mujahid, Qatadah, as-Suddi dan ats-Tsauri berkata, “Dengan siksaan yang berat,” yakni yang keras.” Artinya, berhati-hatilah kalian, jangan mendustakan Rasul kalian ini, agar kalian tidak ditimpa siksa, sebagaimana yang menimpa Fir’aun. Allah mengadzab Fir’aun dan para pengikutnya dengan adzab dari Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.

Ini sebagaimana firman-Nya, { فَاَخَذَهُ اللّٰهُ نَكَالَ الْاٰخِرَةِ وَالْاُوْلٰى} “Maka Allah mengadzabnya dengan adzab di akhirat dan adzab di dunia.” (QS. An-Naazi’aat: 25) Kalian lebih berhak celaka dan binasa, jika kalian mendustai Rasul kalian Shallallahu alaihi wa sallam, karena Rasul kalian lebih agung dan lebih mulia daripada Musa bin ‘Imran. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Mujahid.

Ancaman Siksaan Pada Hari Kiamat

Mengenai firman-Nya, { فَكَيْفَ تَتَّقُوْنَ اِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَّجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيْبًا} “Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu, jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban,” ada dua pendapat.

Pertama, kemungkinan kata yauman (hari) pada ayat ini adalah ma’mul (obyek) untuk kalimat tattaquun (memelihara diri), sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir dari bacaan (qira-at) Ibnu Mas’ud. Artinya, wahai manusia bagaimanakah kalian takut kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban, jika kalian tetap kafir kepada Allah dan tidak memercayai-Nya?

Kedua, mungkin pula kata yauman (hari) merupakan ma’mul untuk kalimat kafartum (kalian tetap kafir).

Menurut pendapat yang pertama, maknanya adalah: Bagaimanakah kalian merasa aman dari hari Kiamat yang benar-benar menakutkan ini, jika kalian tetap kafir?

Menurut pendapat yang kedua, maknanya adalah: Bagaimanakah kalian dapat memelihara diri kalian dari hari tersebut, jika kalian tetap kafir dan mengingkari hari Kiamat. Kedua pendapat ini baik, akan tetapi yang pertama lebih baik, wallaahu a’lam.

Firman-Nya, {يَوْمًا يَّجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيْبً} “Kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban,”yakni karena begitu dasyatnya goncangan, getaran dan huru-hara hari Kiamat, yaitu ketika Allah berfirman kepada Adam, “Utuslah rombongan Neraka.” Adam menjawab, “Dari berapa?” Allah berfirman, “Dari setiap seribu, 999 ke Neraka dan satu ke Surga.”

Mengenai firman-Nya, { السَّمَاۤءُ مُنْفَطِرٌۢ بِهٖ} “Langit (pun) menjadi pecah belah pada hari itu karena Allah,” al-Hasan dan Qatadah berkata, “Yakni akibat kedahsyatan dan kengeriannya.” Firman-Nya, { كَانَ وَعْدُهٗ مَفْعُوْلًا} “Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana,” yakni janji tentang hari ini pasti terjadi, tidak bisa tidak. Hari itu akan terwujud, tidak ada yang bisa menghindar darinya.

Muzzammil, Ayat 19-20

اِنَّ هٰذِهٖ تَذْكِرَةٌ ۚ فَمَنْ شَاۤءَ اتَّخَذَ اِلٰى رَبِّهٖ سَبِيْلًا،  اِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ اَنَّكَ تَقُوْمُ اَدْنٰى مِنْ ثُلُثَيِ الَّيْلِ وَنِصْفَهٗ وَثُلُثَهٗ وَطَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الَّذِيْنَ مَعَكَۗ وَاللّٰهُ يُقَدِّرُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ عَلِمَ اَنْ لَّنْ تُحْصُوْهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْاٰنِۗ عَلِمَ اَنْ سَيَكُوْنُ مِنْكُمْ مَّرْضٰىۙ وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙوَاٰخَرُوْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖفَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُۙ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَقْرِضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًاۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۙهُوَ خَيْرًا وَّاَعْظَمَ اَجْرًاۗ وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Sungguh, ini adalah peringatan. Barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil jalan (yang lurus) kepada Tuhannya (19) Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Muhammad) berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an; Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (20)

Surat Ini Adalah Peringatan Untuk Orang-Orang Yang Berakal

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { اِنَّ هٰذِهٖ} “Sesungguhnya ini,” yakni surat ini. { تَذْكِرَةٌ} “Adalah suatu peringatan,”yakni sebagai peringatan bagi orang-orang yang berpikir. Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { فَمَنْ شَاۤءَ اتَّخَذَ اِلٰى رَبِّهٖ سَبِيْلًا} “Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Rabb-nya,”yakni bagi orang yang Allah Subhanallahu wa ta’ala kehendaki mendapatkan petunjuk, sebagaimana yang Allah tentukan pada surat yang lain, { وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمً} “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikebendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Insaan: 30)

Penghapusan Kewajiban Qiyaamul Lail Dan Keterangan Tentang Udzurnya

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { اِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ اَنَّكَ تَقُوْمُ اَدْنٰى مِنْ ثُلُثَيِ الَّيْلِ وَنِصْفَهٗ وَثُلُثَهٗ وَطَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الَّذِيْنَ مَعَكَ} “Sesungguhnya Rabb-mu mengetahui babwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu, yakni terkadang begini, terkadang begitu dan itu semua tidak sengaja kalian lakukan. Kalian takkan mampu konsisten melaksanakan qiyamul lail yang Allah perintahkan, karena yang demikian itu menyulitkan kalian.

Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { وَاللّٰهُ يُقَدِّرُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ} “Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang,” yakni terkadang kadar keduanya sama (berimbang) dan terkadang siang lebih lama dari malam atau sebaliknya. { عَلِمَ اَنْ لَّنْ تُحْصُوْهُ} “Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu,” yakni bagi kewajiban yang ditetapkan untuk kalian. { فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ} “Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur-an,”yakni tanpa batasan waktu, dan shalatlah dengan membaca apa yang mudah di malam hari.

Dalam ayat ini Allah menggunakan ungkapan qira-ah (bacaan) untuk shalat, sebagaimana yang disebutkan pada surat al-Israa’, { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ} “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu,” yakni bacaanmu. { وَلَا تُخَافِتْ بِهَا} “Dan janganlah pula merendahkannya.” (QS. Al-Israa’: 110)

Firman-Nya,

{ عَلِمَ اَنْ سَيَكُوْنُ مِنْكُمْ مَّرْضٰىۙ وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙوَاٰخَرُوْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ}

“Dia mengetahui babwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah,”yakni Allah mengetahui bahwa akan datang suatu kaum dari umat ini yang memiliki berbagai alasan untuk tidak melakukan qiyamul lail. Mereka adalah orang-orang sakit melakukannya, para musafir yang bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah dalam perniagaan dan pekerjaan, dan yang sibuk berperang di jalan Allah Subhanallahu wa ta’ala. Dan kegiatan-kegiatan itu lebih penting bagi mereka.

Ayat ini atau bahkan surat ini adalah Makkiyyah, di mana saat itu jihad belum disyari’atkan. Jadi hal itu merupakan salah satu bukti kenabian, karena mengabarkan sesuatu yang belum terjadi.

Oleh karena akan ada udzur-udzur tersebut, maka Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, “Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur-an,” yakni lakukanlah qiyamul lail semampu kalian.

Firman-Nya, { وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ} “Dan dirikanlah shalat, serta tunaikanlah zakat. “Yakni tegakkanlah shalat yang diwajibkan atas kalian dan tunaikanlah zakat yang diwajibkan kepada kalian.

Ini adalah dalil bagi yang berpendapat bahwa kewajiban zakat turun di Makkah, akan tetapi kadar-kadar zakat dan pembagiannya baru ditentukan di Madinah, wallaahu a’lam.

Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah dan ulama Salaf lainnya berpendapat bahwa ayat ini menasakh ayat sebelumnya yang berisi kewajiban melaksanakan qiyaamul lail atas kaum muslimin.

Telah diriwayatkan secara shahih dalam ash-Shahiihain bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda kepada seorang lelaki:

خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَ اللَّيْلَةِ

“Shalat lima waktu sehari semalam.”

Lelaki itu berkata, “Apakah diwajibkan bagi saya shalat yang lainnya?” Beliau bersabda:

لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ

“Tidak, melainkan shalat Sunnah.”

Perintah Bershadaqah Dan Berbuat Baik

Firman-Nya, {وَاَقْرِضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا} “Dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik,” yakni shadaqah, karena Allah pasti membalasnya dengan balasan yang terbaik dan melimpah, sebagaimana firman-Nya, { مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً } “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. “(QS. Al-Baqarah: 245)

Firman-Nya, {وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۙهُوَ خَيْرًا وَّاَعْظَمَ اَجْرًا } “Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.”Yakni semua harta yang telah kalian shadaqahkan, itulah yang sesungguhnya milik kalian, dan itu lebih baik dari yang kalian sisakan untuk diri kalian di dunia.

Al-Hafizh Abu Ya’la al-Mushili meriwayatkan dari al-Harits bin Suwaid, ia berkata, “‘Abdullah mengatakan bahwa Rasulullah telah bersabda:

أَيَّكُمْ مَالُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِ وَارِثِهِ

“Siapa di antara kalian yang lebih mencintai hartanya daripada harta pewarisnya?”

Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak ada satu pun di antara kami kecuali lebih mencintai hartanya daripada harta pewarisannya.”

Beliau bersabda:

اِعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ

‘Ketahuilah apa yang kalian katakan.’

Mereka berkata, ‘Kami hanya mengetahui hal itu, wahai Rasulullah.’

Beliau bersabda:

إِنَّمَا مَالُ اَحَدِكُمْ مَا قَدَّمَ، وَمَالُ وَارِثِهِ مَا أَخَّرَ

“Sesungguhnya harta salah seorang di antara kalian adalah yang dia dahulukan dan harta pewarisnya adalah yang dia akhirkan.”
HR. Al-Bukhari.

Kemudian Allah Shallallahu alaihi wa sallam berfirman, {وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ} “Dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” yakni perbanyaklah berdzikir dan memohon ampun kepada Allah di segala urusan kalian karena Dia-lah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada siapa yang meminta ampunan kepada-Nya.

Inilah akhir tafsir surat al-Muzzammil, walhamdulillaah.

 

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker