ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Qiyaamah {Bagian 1}

Tafsir Surat Al-Qiyaamah

( Hari Kiamat )

Surat Makkiyyah

Surat Ke-75 : 40 Ayat

 

 

بِسْمِ اللهِ الَرْحَمنِ الَرحِيمِ

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Qiyaamah, Ayat 1-15

لَآ اُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيٰمَةِ، وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ، اَيَحْسَبُ الْاِنْسَانُ اَلَّنْ نَّجْمَعَ عِظَامَهٗ، بَلٰى قَادِرِيْنَ عَلٰٓى اَنْ نُّسَوِّيَ بَنَانَهٗ، بَلْ يُرِيْدُ الْاِنْسَانُ لِيَفْجُرَ اَمَامَهٗ، يَسْـَٔلُ اَيَّانَ يَوْمُ الْقِيٰمَةِ، فَاِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ، وَخَسَفَ الْقَمَرُ، وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ، يَقُوْلُ الْاِنْسَانُ يَوْمَىِٕذٍ اَيْنَ الْمَفَرُّ، كَلَّا لَا وَزَرَ، اِلٰى رَبِّكَ يَوْمَىِٕذِ ِۨالْمُسْتَقَرُّ، يُنَبَّؤُا الْاِنْسَانُ يَوْمَىِٕذٍۢ بِمَا قَدَّمَ وَاَخَّرَ، بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌ، وَّلَوْ اَلْقٰى مَعَاذِيْرَهٗ

“Aku bersumpah dengan hari Kiamat (1) dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri) (2) Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? (3) (Bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna (4) Tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus (5) Dia bertanya, “Kapankah hari Kiamat itu?” (6) Maka apabila mata terbelalak (ketakutan) (7) dan bulan pun telah hilang cahayanya (8) lalu matahari dan bulan dikumpulkan (9) pada hari itu manusia berkata, “Ke mana tempat lari?” (10) Tidak! Tidak ada tempat berlindung! (11) Hanya kepada Tuhanmu tempat kembali pada hari itu (12) Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya (13) Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri (14) dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (15)

 

 

Sumpah Atas Terjadinya Kebangkitan Di Hari Kiamat Dan Bantahan Terhadap Tipuan Para Pendusta

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa apabila al-muqsam alaihi (obyek sumpah) adalah nafyu (kalimat negatif) maka sebelum sumpah boleh didahului huruf Laa untuk menguat- kan peniadaan itu (nafy). Obyek sumpah di sini adalah penetapan terhadap hari Kebangkitan dan bantahan terhadap klaim tidak dibangkitkannya manusia yang disuarakan oleh hamba-hamba yang dungu.

Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {لَآ اُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيٰمَةِ وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ} “Aku bersumpah dengan hari Kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” Qatadah berkata, “Yakni justru Aku bersumpah dengan keduanya.” Perkataan ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma dan Sa’id bin Jubair.

Tentang hari Kiamat maka telah diketahui. Adapun tentang {بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ} “Jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri,” Qurrah bin Khalid berkata dari al-Hasan al-Bashri tentang ayat ini,” Demi Allah, sesungguhnya seorang mukmin itulah yang sering menyesali dirinya sendiri. Seperti ketika ia menyesal, maka ia akan memaki dirinya sendiri dengan perkataan, ‘Apa yang telah aku katakan? Apa yang telah aku makan? Kenapa aku bisa berfikiran seperti itu?’ Adapun orang kafir, mereka akan terus maju dalam dosanya, pantang mundur, dan tidak pernah memaki dirinya sendiri karena menyesal.”

Ibnu Jarir dari Sa’id bin Jubair berkata tentang firman-Nya, {وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ} “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (Yakni) menyesali kebaikan (yang terlewatkan atau kurang sempurna) dan kejahatan (yang telah dilaku- kan). Ucapan senada diriwayatkan juga dari ‘Ikrimah. ‘Ali bin Abi Najih berkata dari Mujahid, “(Yakni) menyesali perbuatan yang telah lampau sambil menyalahkan dirinya sendiri karena perbuatan itu.”

Firman-Nya, {اَيَحْسَبُ الْاِنْسَانُ اَلَّنْ نَّجْمَعَ عِظَامَهٗ} “Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?” Yakni, apakah pada hari Kiamat manusia mengira bahwa Aku tidak mampu mengembalikan dan mengumpulkan tulang belulangnya yang berserakan di berbagai tempat? {بَلٰى قَادِرِيْنَ عَلٰٓى اَنْ نُّسَوِّيَ بَنَانَهٗ} “Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna.” Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak mampu mengumpulkan tulang- tulang mereka? Justru Kami mampu mengumpulkan jari-jemari mereka dengan sempurna. Kemampuan Kami benar-benar sempurna untuk mewujudkannya. Jika Kami berkehendak, niscaya Kami akan membangkitkannya lebih dari sebelumnya. Namun akan Kami jadikan ujung jari-jemari mereka sempurna.

Firman-Nya, {بَلْ يُرِيْدُ الْاِنْسَانُ لِيَفْجُرَ اَمَامَهٗ} “Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus,” Sa’id berkata dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, “Yakni terus melakukannya.” Mujahid berkata, “(Firman-Nya), {لِيَفْجُرَ اَمَامَهٗ} ‘Berbuat maksiat terus-menerus,’ yakni terus melakukannya tanpa menghiraukan-Nya.”

‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas {يَسْـَٔلُ اَيَّانَ يَوْمُ الْقِيٰمَةِ} “Yaitu orang kafir yang mendustakan hari Perhitungan.” Demikian pula pendapat Ibnu Zaid. Oleh karena itu setelahnya Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {يَسْـَٔلُ اَيَّانَ يَوْمُ الْقِيٰمَةِ} “la bertanya: ‘Bilakah hari Kiamat itu?'” Yakni dia bertanya tentang hari Kiamat, sebagai pengingkaran terhadap kejadiannya dan pendustaan terhadap keberadaan hari Kiamat. Ini sebagaimana firman-Nya:

{وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هٰذَا الْوَعْدُ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ قُلْ لَّكُمْ مِّيْعَادُ يَوْمٍ لَّا تَسْتَأْخِرُوْنَ عَنْهُ سَاعَةً وَّلَا تَسْتَقْدِمُوْنَ}

“Dan mereka berkata: Kapankah (datangnya) janji ini, jika kamu adalah orang-orang yang benar?’ Katakanlah: “Bagimu ada hari yang telah dijanjikan (bari Kiamat) yang tidak dapat kamu minta mundur daripadanya barang sesaat pun dan tidak (pula) kamu dapat meminta supaya diajukan.”
(QS. Saba’:29-30)

Di surat ini Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {فَاِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ} “Maka apabila mata terbelalak (ketakutan).”Abu ‘Amr bin al-Ala’ membaca bariqa dengan ra’ dibaca kasrah, yang artinya bingung. Pendapat ini sejalan dengan firman-Nya, {لَا يَرْتَدُّ اِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ} “Sedang mata mereka tidak berkedip-kedip, ” (QS. Ibrahim: 43) karena tercengang melihat hari Kiamat. Pandangan mereka tidak fokus pada sesuatu, karena rasa takut yang dialami.

Ulama lain membacanya dengan fathah (haraqa) yang yang artinya mirip dengan yang pertama. Maksudnya, pada hari Kiamat pandangan mereka terbelalak, tercengang, tertunduk dan bingung, karena dahsyatnya ketakutan yang dihadapi dan perkara-perkara Kiamat yang mereka saksikan.

Firman-Nya, {وَخَسَفَ الْقَمَرُ} “Dan apabila bulan telah hilang cahayanya,” yakni seperti gerhana bulan. {وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ} “Dan matahari dan bulan dikumpulkan,” Mujahid berkata, “(Yakni) ber- gabung.” Ketika Ibnu Zaid menafsirkan ayat ini dia membaca ayat, {اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ وَاِذَا النُّجُوْمُ انْكَدَرَتْ} “Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan.” (QS. At-Takwiir: 1-2)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘anhu bahwa dia membaca, “Wa jumi’a bainasy syamsi wal qamari.”

Firman-Nya, {يَقُوْلُ الْاِنْسَانُ يَوْمَىِٕذٍ اَيْنَ الْمَفَرُّ} “Pada hari itu manusia berkata: Ke mana tempat lari?” Yakni ketika manusia menghadapi keadaan seperti itu pada hari Kiamat, maka dia ingin berlari. Dia akan berkata, “Ke manakah tempat berlari?” Yakni ke manakah tempat berlindung dan bernaung?” Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {كَلَّا لَا وَزَرَ اِلٰى رَبِّكَ يَوْمَىِٕذِ ِۨالْمُسْتَقَرُّ} “Sekali- kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Rabb-mu sajalah pada hari itu tempat kembali.” Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘anhu, Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, Sa’id bin Jubair dan beberapa ulama Salaf lainnya berkata, “Yakni tidak ada pertolongan.” Ayat ini seperti firman-Nya, {مَا لَكُمْ مِّنْ مَّلْجَاٍ يَّوْمَىِٕذٍ وَّمَا لَكُمْ مِّنْ نَّكِيْرٍ} “Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu), “(QS. Asy-Syuuraa: 47) yakni kalian tidak mempunyai tempat persembunyian.

Demikian pula firman-Nya di sini, {لَا وَزَرَ} “Tidak ada tempat berlindung,” yakni untuk menyelamatkan diri. Oleh karena itu Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {اِلٰى رَبِّكَ يَوْمَىِٕذِ ِۨالْمُسْتَقَرُّ} Hanya kepada Rabb-mu sajalah pada hari itu tempat kembali, “yakni tempat berpulang dan terminal terakhir.

Pemaparan Amalan Manusia Di Hadapan- Nya Pada Hari Kiamat

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {يُنَبَّؤُا الْاِنْسَانُ يَوْمَىِٕذٍۢ بِمَا قَدَّمَ وَاَخَّرَ} “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya,” yakni manusia diberitahu tentang semua amalannya, baik yang lama atau yang baru, yang awal atau yang akhir dan kecil atau yang besar, sebagaimana firman-Nya, {وَوَجَدُوْا مَا عَمِلُوْا حَاضِرًاۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ اَحَدًا} “Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang pun.” (QS. Al-Kahfi: 49)

Demikianlah firman-Nya di sini, {بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌۙ} “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya,”yakni dia adalah saksi atas dirinya sendiri dan mengetahui apa yang telah dilakukannya, meskipun dia ingkar dan berkelit dengan berbagai alasan. Ini sebagaimana firman-Nya, {اِقْرَأْ كِتَابَكَۗ كَفٰى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيْبًا} “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (QS. Al- Israa’: 14)

‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma berkata tentang firman-Nya, {بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌۙ} “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.” (Yakni) pendengarannya, penglihatannya, kedua tangannya, kedua kakinya dan anggota-anggota badannya semuanya menjadi saksi.” Qatadah berkata, “(Yakni) setiap orang menjadi saksi terhadap dirinya sendiri.”

Di riwayat lain Qatadah berkata, “Demi Allah, (di dunia), sekiranya Anda mau, maka Anda akan mengetahui aib-aib orang lain dan lalai dengan dosa-dosa Anda sendiri. (Akan tetapi di akhirat tidak demikian).” Dahulu dikatakan, “Sesungguhnya di Injil tertulis: “Wahai manusia, kamu dapat melihat kotoran di mata saudaramu, akan tetapi kamu membiarkan pangkal pohon kurma yang ada di matamu, kamu tidak melihatnya!”

Mujahid berkata, “(Firman-Nya) {وَّلَوْ اَلْقٰى مَعَاذِيْرَهٗ} ‘Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya,’ yakni walaupun dia memperdebatkannya, namun dia tetap lebih mengetahuinya.” Qatadah berkata, Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya,’ yakni walaupun dia beralasan dengan alasan yang bathil, maka alasan itu tidak akan diterima.”

As-Suddi berkata, “(Firman-Nya) ‘meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya,’ yakni argumen-argumennya, sebagaimana firman-Nya, {ثُمَّ لَمْ تَكُنْ فِتْنَتُهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا وَاللّٰهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِيْنَ} “Kemudian tidaklah fitnah mereka, kecuali mengatakan: Demi Allah, Rabb kami, tidaklah kami menyekutukan Allah.” (QS. Al-An’aam: 23) dan firman-Nya,

{يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا فَيَحْلِفُوْنَ لَهٗ كَمَا يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ وَيَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ عَلٰى شَيْءٍۗ اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ الْكٰذِبُوْنَ}

“Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu, dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhmya merekalah orang-orang pendusta.” (QS. Al-Mu- jaadilah: 18)

Al-Aufi berkata dari Ibnu ‘Abbass Radiyallahu ‘anhuma, “(Firman-Nya) ‘meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya,’ yakni permintaan maaf. Tidakkah Anda mendengar firman-Nya, {لَّا يَنْفَعُ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مَعْذِرَتُهُمْ} ‘Tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zhalim permintaan uzdur mereka.’ (QS. Ar-Ruum: 57) Dan Dia berfirman, {وَاَلْقَوْا اِلَى اللّٰهِ يَوْمَىِٕذِ ِۨالسَّلَمَ} ‘Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu. (QS. An-Nahl: 87) {فَاَلْقَوُا السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِنْ سُوْۤءٍ} ‘Lalu mereka memyerah diri (sambil berkata), Kami sekali-kali tidak mengerjakan suatu kejahatanpun.” (QS. An-Nahl: 28) dan perkataan mereka, {وَاللّٰهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِيْنَ} ‘Demi Allah, Rabb kami, tidaklah kami menyekutukan Allah. (QS. Al-An’aam: 23)”

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker