ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat An-Naba’ (Bagian 2)

Surat An-Naba’, Ayat 17-30

اِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيْقَاتًا، يَّوْمَ يُنْفَخُ فِى الصُّوْرِ فَتَأْتُوْنَ اَفْوَاجًا، وَّفُتِحَتِ السَّمَاۤءُ فَكَانَتْ اَبْوَابًا، وَّسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا، اِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا، لِّلطّٰغِيْنَ مَاٰبًا، لّٰبِثِيْنَ فِيْهَآ اَحْقَابًا، لَا يَذُوْقُوْنَ فِيْهَا بَرْدًا وَّلَا شَرَابًا، اِلَّا حَمِيْمًا وَّغَسَّاقًا، جَزَاۤءً وِّفَاقًا، اِنَّهُمْ كَانُوْا لَا يَرْجُوْنَ حِسَابًا، وَّكَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا كِذَّابًا، وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ كِتٰبًا، فَذُوْقُوْا فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ اِلَّا عَذَابًا

“Sungguh, hari keputusan adalah suatu waktu yang telah ditetapkan (17) (yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong (18) dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu (19) dan gunung-gunung pun dijalankan sehingga menjadi fatamorgana (20) Sungguh, (neraka) Jahanam itu (sebagai) tempat mengintai (bagi penjaga yang mengawasi isi neraka) (21) menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas (22) Mereka tinggal di sana dalam masa yang lama (23) mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman (24) selain air yang mendidih dan nanah (25) sebagai pembalasan yang setimpal (26) Sesungguhnya dahulu mereka tidak pernah mengharapkan perhitungan (27) Dan mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami (28) Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu Kitab (buku catatan amalan manusia) (29) Maka karena itu rasakanlah! Maka tidak ada yang akan Kami tambahkan kepadamu selain azab.” (30)

 

Penjelasan Tentang Hari Keputusan Dan Perinciannya

Allah Subhanallahu wa ta’ala  berfirman mengabarkan tentang hari Keputusan, yakni hari Kiamat, yang telah ditentukan waktunya, tidak akan lebih atau kurang. Tidak ada yang tahu waktunya kecuali Allah, sebagaimana firman-Nya, { وَمَا نُؤَخِّرُهٗٓ اِلَّا لِاَجَلٍ مَّعْدُوْدٍ} “Dan kami tidaklah mengundur. kannya, melainkan sampai waktu yang tertentu.” (QS. Hud: 104)

Firman-Nya, { يَّوْمَ يُنْفَخُ فِى الصُّوْرِ فَتَأْتُوْنَ اَفْوَاجًا} “Yaitu hari (yang pada uuktu itu) ditiup Sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Mujahid berkata, “(Yakni) kalian datang sekumpulan-sekumpulan.” Ibnu Jarir berkata, “Yakni setiap umat datang bersama Rasulnya, sebagaimana firman-Nya, { يَوْمَ نَدْعُوْا كُلَّ اُنَاسٍۢ بِاِمَامِهِمْ } suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (QS. Al-Israa’: 71)

Al-Bukhari meriwayatkan tentang tafsir firman Allah, “Yaitu bari (yang pada waktu itu) ditiup Sangkakala lalu kamu datang ber- kelompok-kelompok,” dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah telah bersabda:

مَا بَيْنَ الْنَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُوْنَ

“Jarak antara kedua tiupan itu empat puluh.”

Mereka bertanya kepada Abu Hurairah, “Apakah maksudnya empat puluh hari?” Abu Hurairah menjawab, “Aku menolak.” Maksudnya, aku menolak untuk menerangkannya, aku hanya menyebutkan empat puluh saja. Mereka berkata, “Apakah empat puluh bulan?” Abu Hurairah menjawab, “Aku menolak.” Mereka berkata, “Apakah empat puluh tahun?” Abu Hurairah menjawab, “Aku menolak.”

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنَ السَّماءِ ماءً فَيَنْبُتُونَ كما يَنْبُتُ البَقْلُ، ليسَ مِنَ الإنْسانِ شيءٌ إلَّا يَبْلَى، إلَّا عَظْمًا واحِدًا وهو عَجْبُ الذَّنَبِ، ومِنْهُ يُرَكَّبُ الخَلْقُ يَومَ القِيامَةِ

“Kemudian Allah menurunkan air dari langit sehingga mereka pun tumbuh seperti sayuran. Tidak ada yang tidak punah dari manusia kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya dan darinya- lah makhluk itu dirangkai kembali pada hari Kiamat.”

Firman-Nya, { وَّفُتِحَتِ السَّمَاۤءُ فَكَانَتْ اَبْوَابًا } “Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu,” yakni jalur-jalur tempat turunnya Malaikat. Firman-Nya, { وَّسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا} “Dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.” Ayat ini seperti firman-Nya, { وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَّهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ } “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” (QS. An-Naml: 88) Dan seperti firman-Nya, { وَتَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ} “Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-bamburkan.” (QS. Al-Qaari’ah: 5)

Di sini Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { فَكَانَتْ سَرَابًا } “Maka menjadi fata- morganalah ia,” yakni terbayang oleh mata bahwa ia adalah nyata padahal tidak ada. Dan setelah itu ia akan menghilang tanpa bekas, sebagaimana firman-Nya,

{وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّيْ نَسْفًا فَيَذَرُهَا قَاعًا صَفْصَفًا لَّا تَرٰى فِيْهَا عِوَجًا وَّلَآ اَمْتًا}

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: Rabb-ku akan menghancurkannya (di hari Kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (QS. Thaahaa: 105-107) Dan sebagaimana firman-Nya, { وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْاَرْضَ بَارِزَةً} “Dan (ingatlah) akan hari fyang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar.”
(QS. Al-Kahfi: 47)

Firman-Nya, { اِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا } “Sesungguhnya Neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai,” yakni yang disiapkan dan disiagakan. {لِّلطّٰغِيْنَ مَاٰبًا} “Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas,” yakni orang-orang yang durhaka, berbuat dosa dan menyalahi Rasul-Nya. Maksud tempat kembali adalah seba- gai tempat pulang, dan tempat tinggal yang terakhir bagi mereka.

Firman-Nya, {لّٰابِثِيْنَ فِيْهَآ اَحْقَابًا} “Mereka tinggal di dalamnya be rabud-abad lamanya,” yakni mereka berdiam di dalamnya beberapa waktu. Ahqaab adalah jamak dari huqub dan huqub yang berarti ren- tang waktu.

Khalid bin Ma’dan berkata, “Ayat ini { لّٰابِثِيْنَ فِيْهَآ اَحْقَابًا} dan firman-Nya, {إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ} ‘Kecuali jika Rabb-mu menghendaki (yang lain), (QS. Hud: 108) adalah menerangkan orang-orang yang bertauhid.” [Artinya, lafazh ahqaab itu memiliki batas waktu, tidak kekal selama-lamanya di Neraka. Dan hal ini hanya berlaku bagi orang-orang yang bertauhid, namun disebabkan dosanya yang sangat banyak, maka ia harus menjalani siksa Neraka terlebih dahulu, sebelum diselamatkan dan dimasukkan ke Surga] HR. Ibnu Jarir.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Salim, “Saya mendengar al-Hasan ditanya tentang firman-Nya, Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Adapun ahqaab maka ia tidak mempunyai batasan bilangan tertentu. Ahqaab di sini artinya kekal di dalam Neraka. Akan tetapi ada pula mereka yang menyebutkan bahwa huqub itu adalah 70 tahun yang setiap hari darinya bagaikan seribu tahun dari apa yang kalian hitung (di dunia).”

Sa’id berkata dari Qatadah, “Firman-Nya, Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya,’adalah masa yang tidak ada hentinya. Artinya, setiap kali satu huqub (masa) berlalu, maka datanglah huqub (masa) yang berikutnya. Dan disebutkan kepada kami bahwa huqub (masa) itu adalah 80 tahun.”

Ar-Rabi’ bin Anas berkata, “(Firman-Nya) Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya,’ hanya Allah-lah yang mengetahui berapa lama ahqaab (masa) yang dimaksud dalam ayat tersebut. Disebutkan kepada kami bahwa satu huqub (masa) itu selama 80 tahun, satu tahunnya 360 hari dan setiap harinya bagaikan seribu tahun dari apa yang kalian hitung (di dunia).” Keduanya diriwayat- kan oleh Ibnu Jarir.

Firman-Nya, { لَا يَذُوْقُوْنَ فِيْهَا بَرْدًا وَّلَا شَرَابًا } “Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman,”yakni mereka tidak menemukan kedamaian di hati mereka, dan tidak pula mendapatkan minuman yang baik. Oleh karena itu Allah berfirman, { اِلَّا حَمِيْمًا وَّغَسَّاقًا } “Selain air yang mendidih dan nanah.”

Abul ‘Aliyah berkata, “Allah mengecualikan dengan air yang mendidih sebagai lawan dari kesejukan, dan mengecualikan dengan nanah sebagai lawan dari dari minuman yang baik.”” Demikian pula- lah pendapat ar-Rabi’ bin Anas.

Air yang mendidih adalah yang panasnya telah mencapai puncak. Adapun nanah adalah kumpulan nanah, keringat, air mata serta luka-luka para penghuni Neraka. Nanah ini sangat dingin dan sangat busuk tak tertahankan. Semoga Allah menghindarkan kita darinya, dengan karunia dan nikmat-Nya.

Firman-Nya, {جَزَاۤءً وِّفَاقًا} “Sebagai pembalasan yang setimpal,” yakni hukuman yang mereka terima tersebut adalah balasan yang setimpal atas perbuatan buruk mereka ketika di dunia. Demikian- lah pendapat Mujahid, Qatadah dan yang lainnya.”

Kemudian Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, { اِنَّهُمْ كَانُوْا لَا يَرْجُوْنَ حِسَابًا} “Sesung- guhnya mereka tidak takut kepada hisab,” yakni mereka tidák mengira bahwa suatu saat akan ada alam tempat segala perbuatan mereka diperhitungkan dan dibalas. { وَّكَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا كِذَّابًا } “Dan mereka mendusta- kan ayat-ayat Kami dengan sesunggub-sungguhnya,” yakni dahulu mereka mendustakan bukti-bukti dan hujjah-hujjah-Nya atas makh- luk-makhluk-Nya, yang Dia turunkan kepada para Rasul-Nya.

Kata kidzdzaban yakni takdziiban, yaitu mashdar (kata dasar) bukan merupakan bentukan dari fi’l (kata kerja).

Firman-Nya, { وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ كِتٰبًا} “Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab,” yakni Kami telah mengetahui serta mencatat semua perbuatan makhluk dan Kami akan membalasnya. Apabila baik maka dibalas baik dan demikian pula sebaliknya.

Firman-Nya, { فَذُوْقُوْا فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ اِلَّا عَذَابًا} “Karena itu rasakanlah Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada adzab. “Dikatakan kepada penghuni Neraka, “Rasakanlah siksaan itu. Kami akan menambahkan siksaan yang sama kepada kalian dan siksaan lain yang serupa dan mirip, meski macamnya berbeda. Qatadah berkata dari Abu Ayyub al-Azdi dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, “Tidak ada ayat al-Qur-an tentang penghuni Neraka yang lebih dahsyat dari ayat ini, Karena itu rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada adzab. “Oleh karena itu, mereka senantiasa mendapatkan tambahan siksaan selama-lamanya.”

 

Surat An-Naba’, Ayat 31-36

اِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًا، حَدَاۤىِٕقَ وَاَعْنَابًا، وَّكَوَاعِبَ اَتْرَابًا، وَّكَأْسًا دِهَاقًا، لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا كِذَّابًا، جَزَاۤءً مِّنْ رَّبِّكَ عَطَاۤءً حِسَابًا

“Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan (31) (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur (32) dan gadis-gadis montok yang sebaya (33) dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman) (34) Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun (perkataan) dusta (35) Sebagai balasan dan pemberian yang cukup banyak dari Tuhanmu.” (36)

 

Kemenangan Yang Besar Bagi Orang- Orang Yang Bertakwa

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman mengabarkan tentang orang-orang yang berbahagia dan memberitahukan apa yang Dia siapkan untuk mereka berupa kemuliaan dan kenikmatan yang langgeng. Dia berfirman, { اِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًا} “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan.” Ibnu ‘Abbas dan adh-Dhahhak berkata, “Yakni tempat tamasya.”

Mujahid dan Qatadah berkata, “Artinya, mereka mendapat kemenangan, dengan selamat dari api Neraka.”

Nampaknya yang lebih tepat adalah pendapat Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhuma, karena setelahnya Allah berfirman, { حَدَاۤىِٕق} “(Yaitu) kebun-kebun,” yaitu kebun-kebun kurma dan yang lainnya. { وَاَعْنَابًا وَّكَوَاعِبَ اَتْرَابًا} “Dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya,” yakni bidadari yang sebaya.

Ibnu ‘Abbas , Mujahid dan yang lainnya berkata, “(Firman- Nya) ‘dan gadis-gadis remaja’ yakni gadis-gadis yang payudaranya kencang dan belum menggantung karena mereka masih perawan. Yang sebaya yakni yang seumur”, sebagaimana yang telah dijelaskan pada tafsir surat al-Waaqi’ah.

Firman-Nya, { وَّكَأْسًا دِهَاقًا } “Dan gelas-gelas yang penuh (berisi mi- numan). “Ibnu ‘Abbass berkata, “Yakni yang senantiasa penuh silih berganti.” ‘Ikrimah berkata, “(Yakni) yang bening.” Mujahid, al-Hasan, Qatadah dan Ibnu Zaid berkata, “(Firman-Nya) دِهَاقًا yakni penuh (dengan air).”

Firman-Nya, { لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا كِذَّابًا} “Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta,” seperti firman-Nya, { لَّا لَغْوٌ فِيْهَا وَلَا تَأْثِيْمٌ} “Tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tidak pula perbuatan dosa,” (QS. Ath-Thuur: 23) yakni di Surga tidak ada perkataan yang sia-sia tidak berguna, tidak pula ucapan dosa dan dusta, karena ia adalah darus salam (negeri keselamatan), maka semua yang ada di sana selamat dari dosa.

Firman-Nya, { جَزَاۤءً مِّنْ رَّبِّكَ عَطَاۤءً حِسَابًا} “Sebagai balasan dari Rabb- mu dan pemberian yang cukup banyak,” yakni semua yang Kami sebutkan itu merupakan balasan dan pemberian Allah kepada mereka sebagai karunia, kebaikan dan rahmat-Nya. { عَطَاۤءً حِسَابًا } “Pemberian Jung cukup banyak, “yakni mencukupi, memadai, menyeluruh dan melimpah. Orang Arab berkata, A’thaani fa ahsabani yakni dia memberiku dengan cukup. Hasbiyallaahu artinya Allah mencukup. kanku.

 

Surat An-Naba’, Ayat 37-40

رَّبِّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمٰنِ لَا يَمْلِكُوْنَ مِنْهُ خِطَابًا، يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ صَفًّاۙ لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ اِلَّا مَنْ اَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ وَقَالَ صَوَابًا، ذٰلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّۚ فَمَنْ شَاۤءَ اتَّخَذَ اِلٰى رَبِّهٖ مَاٰبًا، اِنَّآ اَنْذَرْنٰكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا ەۙ يَّوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُوْلُ الْكٰفِرُ يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا

Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pengasih, mereka tidak mampu berbicara dengan Dia (37) Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan dia hanya mengatakan yang benar (38) Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya (39) Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (orang kafir) azab yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata, “Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.” (40)

Tidak Ada Seorang Pun Yang Berani Ber- Bicara Di Hadapan Allah Sekalipun Malaikat, Kecuali Dengan Seizin-Nya

Allah mengabarkan tentang keagungan-Nya dan kemuliaaan- Nya, bahwa Dia adalah Rabb langit dan bumi beserta segala isinya dan apa yang ada di antara keduanya. Dia-lah Yang Maha pemurah Yang kasih sayang-Nya meliputi segala sesuatu. Firman-Nya, { لَا يَمْلِكُوْنَ مِنْهُ خِطَابًا} “Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia,” yakni tidak ada seorang pun yang berani memulai pembicaraan dengan Allah Subhanallahu wa ta’ala kecuali seizin-Nya, sebagaimana firman-Nya, { مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖ} “Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al-Baqarah: 255) dan firman-Nya, { يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ اِلَّا بِاِذْنِهٖ} “Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya.” (QS. Hud: 105)

Allah berfirman, { يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ صَفًّاۙ لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ} “Pada bari, ketika rub dan para Malaikat berdiri bershaff shaff, mereka ti- dak berkata-kata,” yang dimaksud dengan ruh di sini adalah Jibril, demikianlah pendapat asy-Sya’bi, Sa’id bin Jubair dan adh-Dhah- hak”, sebagaimana firman-Nya, { نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ الْاَمِيْنُ عَلٰى قَلْبِكَ لِتَكُوْنَ مِنَ الْمُنْذِرِيْنَ} “Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. ” (QS. Asy-Syu’araa’: 193-194) Muqatil bin Hayyan berkata, “Ruh itu ada- lah Malaikat termulia, paling dekat dengan Rabb-nya dan menjadi pemegang wahyu (untuk disampaikan kepada para Rasul).”

Firman-Nya, { اِلَّا مَنْ اَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ} “Kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Rabb Yang Maha Pemurah,” seperti firman-Nya, { لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ اِلَّا بِاِذْنِهٖ} “(Di kala datang hari itu), tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya.” (QS. Hud: 105) Dan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih:

وَلَا يَتَكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا الرُّسُلِ

“Pada hari itu hanya para Rasul yang berbicara.”

Firman-Nya, { وَقَالَ صَوَابًا } “Dan ia mengucapkan kata yang benar,” yakni lurus, dan salah satu kata yang benar adalah Laa ilaaha illallaah, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Shalih dan ‘Ikrimah.

Firman-Nya , { ذٰلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّۚ} “Itulah hari yang pasti terjadi,” yakni benar-benar tidak terelakkan. { فَمَنْ شَاۤءَ اتَّخَذَ اِلٰى رَبِّهٖ مَاٰبًا} “Maka barangsiapa yang mengbendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabb-nya,”yakni tempat kembali dan jalan yang mengan- tarkannya kepada-Nya, dan cara yang digunakan untuk bisa sampai kepada-Nya.

Kiamat Sudah Dekat

Firman-Nya, { اِنَّآ اَنْذَرْنٰكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا} “Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat,” yakni hari Kiamat. Kiamat dikatakan dekat karena kepastian kedatangan- nya. Dan setiap yang akan datang, itu pasti datang. { يَّوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ } “Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya,” yakni dipaparkan semua amalannya, yang baik dan yang buruk, yang lama dan yang baru, sebagaimana firman-Nya, { وَوَجَدُوْا مَا عَمِلُوْا حَاضِرًا} “Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis),”(QS. Al-Kahfi: 49) Dan seperti firman-Nya, { يُنَبَّؤُا الْاِنْسَانُ يَوْمَىِٕذٍۢ بِمَا قَدَّمَ وَاَخَّرَ } “Pada hari itu diberitakan ke- pada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikan- nya.” (QS. Al-Qiyaamah: 13)

Firman-Nya, {وَيَقُوْلُ الْكٰفِرُ يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا} “Dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah,” yakni pada hari itu orang-orang kafir berharap dahulu mereka hanyalah tanah, tidak diciptakan atau dihidupkan ke dunia. Demikian itu karena dia melihat siksaan Allah dan menyaksikan perbuatan buruknya yang telah dituliskan oleh para Malaikat pencatat amalan yang mulia lagi baik. Ada yang berpendapat, mereka berharap demikian ketika Allah menetapkan keadilan-Nya di antara binatang-binatang yang ada di dunia. Dia menetapkan hukum di antara binatang dengan hukum- Nya yang adil yang tidak ada kezhaliman padanya. Dia menunaikan hak seekor domba yang tidak bertanduk, yang ditanduk oleh domba yang bertanduk. Setelah selesai proses penegakan hukum terhadap binatang, maka Allah Subhanallahu wa ta’ala  berfirman kepada binatang itu, “Jadilah tanah!” Maka binatang itu pun menjadi tanah. Maka dan pada saat itulah orang-orang kafir berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah,”yakni seandainya aku adalah binatang, sehingga saya kembali menjadi tanah. Makna ini telah disebutkan dalam hadits Sangkakala yang terkenal, dan dalam hal ini juga terdapat atsar-atsar dari Abu Hurairah, ‘Abdullah bin ‘Amr dan yang lainnya.

Inilah akhir tafsir surat an-Naba’. Hanya bagi Allah segala puji dan karunia, dan hanya dengan-Nya taufik serta perlindungan.

 

 

 

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker