ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat An-Naazi’aat {Bagian 2}

An-Naazi’aat, Ayat 27-33

ءَاَنْتُمْ اَشَدُّ خَلْقًا اَمِ السَّمَاۤءُ ۚ بَنٰىهَا، رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوّٰىهَا، وَاَغْطَشَ لَيْلَهَا وَاَخْرَجَ ضُحٰىهَا، وَالْاَرْضَ بَعْدَ ذٰلِكَ دَحٰىهَا، اَخْرَجَ مِنْهَا مَاۤءَهَا وَمَرْعٰىهَا، وَالْجِبَالَ اَرْسٰىهَا، مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْ

“Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya? (27) Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya (28) dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang) (29) Dan setelah itu bumi Dia hamparkan (30) Darinya Dia pancarkan mata air, dan (ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya (31) Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh (32) (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.” (33)

Penciptaan Langit Dan Bumi Lebih Sulit Daripada Mengembalikan Dan Membang- Kitkan Manusia Setelah Mati

Allah berfirman membantah orang-orang yang mengingkari hari Kebangkitan, yakni pengembalian makhluk setelah sebelumnya Dia menciptakannya pertama kali. Dia berfirman, {ءَاَنْتُمْ} “Apakah kamu” wahai manusia {اَشَدُّ خَلْقًا اَمِ السَّمَاۤءُ} “Yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit?” Yakni, penciptaan langit-lah yang justru lebih sulit, sebagaimana firman-Nya, {لَخَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ اَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ} “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia.” (QS. Ghaafir: 57) Dan sebagaimana firman-Nya, {اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى وَهُوَ الْخَلّٰقُ الْعَلِيْمُ} “Dan tidakkah Rabb yang mencipiakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dia-lah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. (QS. Yaasiin: 81)

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {بَنٰىهَا} “Allah telah membangunnya. “Lalu Dia Subhanallahu wa ta’ala menjelaskannya dengan firman berikutnya, {رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوّٰىهَا} “Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya.” Yakni Allah telah menjadikan langit itu tinggi bangunannya, luas hamparannya, seimbang pilar-pilarnya dan diterangi dengan bintang-bintang di malam yang gelap.

Firman-Nya, {وَاَغْطَشَ لَيْلَهَا وَاَخْرَجَ ضُحٰىهَا} “Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang, yakni Allah Subhanallahu wa ta’ala menjadikan malam gelap gulita dan siang terang benderang, bersinar, bercahaya dan jelas.

Ibnu ‘Abbas berkata, “Gelap gulita artinya kelam.” Demikian pula pendapat Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair” dan banyak ahli tafsir lainnya.

Firman-Nya, {وَاَخْرَجَ ضُحٰىهَا} “Dan menjadikan siangnya terang benderang,” yakni menerangkan siangnya. Firman-Nya, {وَالْاَرْضَ بَعْدَ ذٰلِكَ دَحٰىهَا} “Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.” Lalu Dia menjelaskannya dengan firman-Nya, {اَخْرَجَ مِنْهَا مَاۤءَهَا وَمَرْعٰىهَا} “la memancarkan darinya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh- tumbuhannya.”

Telah dijelaskan pada surat as-Sajdah bahwa bumi itu diciptakan sebelum langit, akan tetapi penghamparannya terjadi setelah penciptaan langit. Artinya, Allah mengeluarkan segala sesuatu yang terkandung di bumi (yang masih berupa potensi-potensinya ketika diciptakan) menjadi sesuatu yang terhampar (yakni siap di- gunakan oleh manusia). Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas dan yang lainnya serta pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir.”

Firman-Nya, {وَالْجِبَالَ اَرْسٰىهَا} “Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,” yakni Dia meneguhkan, menetapkan dan menguatkannya di tempatnya, dan Dia Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Dia menyayangi dan mengasihi makhluk-Nya.

Firman-Nya, {مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْ} “(Semua itu) untuk kesenangan- mu dan untuk binatang-binatang ternakmu,” yakni Allah menghamparkan bumi, lalu mengeluarkan mata airnya, menunjukkan barang tambangnya, mengalirkan sungainya, menumbuhkan tanamannya, pepohonannya dan buah-buahannya untuk keperluan manusia. Dia mengokohkan gunung-gunungnya agar bumi mantap dan tenang, sehingga penghuninya tetap teguh di tempatnya. Semua itu adalah kenikmatan untuk manusia dan binatang ternak yang diperlukan sebagai makanan atau kendaraan mereka. Manusia diberi kesempatan untuk menggunakannya selama mereka memerlukannya di dunia, hingga batas waktu yang ditentukan dan ajal yang telah ditentukan itu tiba.

 

An-Naazi’aat, Ayat 34-46

فَاِذَا جَاۤءَتِ الطَّاۤمَّةُ الْكُبْرٰى، يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْاِنْسَانُ مَا سَعٰى، وَبُرِّزَتِ الْجَحِيْمُ لِمَنْ يَّرٰى، فَاَمَّا مَنْ طَغٰى، وَاٰثَرَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا، فَاِنَّ الْجَحِيْمَ هِيَ الْمَأْوٰى، وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰى، فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰى، يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ السَّاعَةِ اَيَّانَ مُرْسٰىهَا، فِيْمَ اَنْتَ مِنْ ذِكْرٰىهَا، اِلٰى رَبِّكَ مُنْتَهٰىهَا، اِنَّمَآ اَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَّخْشٰىهَا، كَاَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوْٓا اِلَّا عَشِيَّةً اَوْ ضُحٰىهَا

“Maka apabila malapetaka besar (hari Kiamat) telah datang (34) yaitu pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya (35) dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap orang yang melihat (36) Maka adapun orang yang melampaui batas (37) dan lebih mengutamakan kehidupan dunia (38) maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya (39) Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya (40) maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya) (41)  Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat, “Kapankah terjadinya?” (42) Untuk apa engkau perlu menyebutkannya (waktunya)? (43) Kepada Tuhanmulah (dikembalikan) kesudahannya (ketentuan waktunya) (44) Engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari Kiamat) (45) Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu (karena suasananya hebat), mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari.” (46)

Hari Kiamat, Kenikmatan Dan Kesengsaraan Yang Terjadi Padanya Dan Bahwa Waktunya Dirahasiakan

Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {فَاِذَا جَاۤءَتِ الطَّاۤمَّةُ الْكُبْرٰى} “Maka apabila mala- petaka yang sangat besar (hari Kiamat) telah datang.” Yakni hari Kiamat, demikianlah pendapat Ibnu ‘Abbass. Dinamakan ath-Thaammah karena hari Kiamat itu tathummu (berisi/meliputi) semua perkara besar yang menakutkan, sebagaimana firman-Nya, {وَالسَّاعَةُ اَدْهٰى وَاَمَرُّ} “Dan Kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.” (QS. Al-Qamar: 46)

Firman-Nya, {يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْاِنْسَانُ مَا سَعٰى} “Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya,” yakni pada hari itu manusia teringat semua amalannya, yang baik dan yang buruk, sebagaimana firman-Nya, {يَوْمَىِٕذٍ يَّتَذَكَّرُ الْاِنْسَانُ وَاَنّٰى لَهُ الذِّكْرٰى} “Dan pada hari itu teringatlah manusia (atas segala amalnya), akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.” (QS. Al-Fajr: 23)

Firman-Nya, {وَبُرِّزَتِ الْجَحِيْمُ لِمَنْ يَّرٰى} “Dan diperlihatkan Neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat,” yakni ia ditampakkan di hadapan manusia sehingga mereka melihatnya dengan nyata. {فَاَمَّا مَنْ طَغٰى} “Adapun orang yang melampaui batas,” yakni yang durhaka dan menyombongkan diri, {وَاٰثَرَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا} “Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,” yakni mendahulukannya daripada urusan agama dan akhirat, {فَاِنَّ الْجَحِيْمَ هِيَ الْمَأْوٰى} “Maka sesungguhnya Nerakalah tempat tinggal(nya).” Yakni tempat kembalinya adalah Neraka, makanannya adalah racun dan minumannya adalah air yang mendidih.

Allah berfirman, {وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰى} “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,” yakni yang takut kepada (suatu saat di mana dia) berdiri di hadapan-Nya. Ia takut kepada ketetapan-Nya terhadap dirinya. Ia menahan dirinya dari hawa nafsunya, serta patuh kepada Rabb-Nya, {فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰى} “Maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggal(nya).” Yakni, tempat kembali, tempat berpulang dan terminal akhirnya adalah Surga.

Kemudian Allah berfirman, {يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ السَّاعَةِ اَيَّانَ مُرْسٰىهَا فِيْمَ اَنْتَ مِنْ ذِكْرٰىهَا اِلٰى رَبِّكَ مُنْتَهٰىهَا} “(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Berbangkit, ka- pankah terjadinya? Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Rabb-mulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).” Yakni pengetahuan tentang terjadinya hari Kiamat bukan di tanganmu, dan bukan pula di tangan salah satu makhluk-Nya. Hal itu adalah wewenang Allah Subhanallahu wa ta’ala, dan perkaranya hanya kembali kepada Allah semata. Dia-lah Yang mengetahui secara pasti kapan terjadinya hari Kiamat.

{ثَقُلَتْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ لَا تَأْتِيْكُمْ اِلَّا بَغْتَةً ۗيَسْـَٔلُوْنَكَ كَاَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَاۗ قُلْ اِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللّٰ} “Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhrya pengetahuan tentang hari Kiamat itu adalah di sisi Allah.” (QS. Al-A’raaf: 187)

Dan di sini Allah Subhanallahu wa ta’ala berfirman, {اِلٰى رَبِّكَ مُنْتَهٰىهَا} “Kepada Rabb-mu- lah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).” Oleh karena itu ketika Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang hari Kiamat, beliau bersabda, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari tanya.”

Firman-Nya, {اِنَّمَآ اَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَّخْشٰىهَا} “Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari Berbangkit).” Yakni, Aku mengutusmu (Muhammad) untuk mengingatkan manusia dan memperingatkan mereka dari siksaan Allah dan adzab-Nya. Barangsiapa takut kepada Allah dan takut kepada kebesaran-Nya dan ancaman-Nya, maka dia akan patuh kepadamu sehingga dia pun beruntung dan berbahagia. Sedangkan kerugian dan kesengsaraan itu hanyalah bagi orang yang mendustakan dan menentangmu.

Firman-Nya, {كَاَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوْٓا اِلَّا عَشِيَّةً اَوْ ضُحٰىهَا} “Pada hari mereka melihat hari Berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. Yakni, ketika mereka bangkit dari kubur menuju padang Mahsyar, maka mereka akan merasakan pendeknya kehidupan dunia, hingga seolah-olah hanya satu petang atau satu pagi saja dalam sehari.

Tentang firman Allah Subhanallahu wa ta’ala, “Pada hari mereka melihat hari Ber- bangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari,” Juwaibir berkata dari adh-Dhahhak dari Ibnu ‘Abbass Radiyallahu ‘anhuma “Waktu petang adalah setelah zhuhur hingga terbenamnya matahari. Sedangkan waktu pagi adalah sejak matahari terbit hingga tengah hari.” Qatadah berkata, “Maksudnya ayat ini ialah perumpamaan waktu dunia di mata manusia, ketika mereka melihat akhirat.”

Inilah akhir tafsir surat an-Naazi’aat, segala puji dan karunia hanya milik Allah .

 

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker