ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat ‘Abasa Ayat {Bagian 2}

Tafsir Surat ‘Abasa Ayat 17-32

قُتِلَ الْاِنْسَانُ مَآ اَكْفَرَهٗ، مِنْ اَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهٗ، مِنْ نُّطْفَةٍۗ خَلَقَهٗ فَقَدَّرَهٗ، ثُمَّ السَّبِيْلَ يَسَّرَهٗ، ثُمَّ اَمَاتَهٗ فَاَقْبَرَهٗ، ثُمَّ اِذَا شَاۤءَ اَنْشَرَهٗ، كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَآ اَمَرَهٗ، فَلْيَنْظُرِ الْاِنْسَانُ اِلٰى طَعَامِهٖٓ، اَنَّا صَبَبْنَا الْمَاۤءَ صَبًّا، ثُمَّ شَقَقْنَا الْاَرْضَ شَقًّا، فَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا حَبًّا، وَّعِنَبًا وَّقَضْبًا، وَّزَيْتُوْنًا وَّنَخْلًا، وَّحَدَاۤئِقَ غُلْبًا، وَفَاكِهَةً وَّاَبًّا، مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْ

“Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia! (17) Dari apakah Dia (Allah) menciptakannya? (18) Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu menentukannya (19) Kemudian jalannya Dia mudahkan (20) kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya (21) kemudian jika Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali (22) Sekali-kali jangan (begitu)! Dia (manusia) itu belum melaksanakan apa yang Dia (Allah) perintahkan kepadanya (23) Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya (24) Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit) (25) kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya (26) lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian (27) dan anggur dan sayur-sayuran (28) dan zaitun dan pohon kurma (29) dan kebun-kebun (yang) rindang (30) dan buah-buahan serta rerumputan (31) (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.” (32)

 

Bantahan Terhadap Orang Yang Mengingkari Kehidupan Setelah Kematian

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mencela orang yang mengingkari hari kebangkitan, { قُتِلَ الْاِنْسَانُ مَآ اَكْفَرَهٗ} “Binasalah manusia alangkah amat sangat kekafirannya? “Berkata dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, “Binasalah manusia artinya dilaknat lah manusia.” Demikian pula pendapat Abu Malik. Laknat ini adalah untuk jenis manusia yang banyak dustakan risalah-Nya. Dia berhak menerima laknat karena seringnya dia mendustakan tanpa sandaran dalil. Dia mendustakannya hanya karena sekedar ingin menjauh saja darinya tanpa pengetahuan sedikitpun.

Ibnu Juraij berkata, “Firman-Nya {مَآ اَكْفَرَهٗ} ‘Alangkah amat sangat kekafirannya’ yakni alangkah beratnya kekafirannya.” Qatadah berkata, ‘Alangkah amat sangat kekafirannya’ Yakni alangkah terlaknatnya dia.”

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala yang menjelaskan bagaimana dia menciptakannya dari sesuatu yang hina. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerangkan bahwa Dia berkuasa untuk mengembalikannya sebagaimana Dia telah memulai penciptaannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {مِنْ اَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهٗ مِنْ نُّطْفَةٍۗ خَلَقَهٗ فَقَدَّرَهٗ} “Dari apakah Allah menciptakannya?  Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya,” yakni dia telah menentukan ajalnya, rizkinya, amalannya, kesengsaraannya atau kebahagiaannya.

Tentang firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, { ثُمَّ السَّبِيْلَ يَسَّرَهٗ} “Kemudian Dia memudahkan jalannya,” al-‘Aufi berkata dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, “yakni kemudian Allah memudahkannya keluar dari rahim ibunya.” Demikian pula pendapat ‘Ikrimah, adh-Dhahhak, Abu Shalih, Qatadah, as-Suddi dan pendapat yang dipilih oleh Ibnu jarir.

Mujahid berkata, “Ayat ini seperti Firman-Nya {اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا} ‘Sesungguhnya kami telah menunjuki jalan yang lurus ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.’ (QS. Al-Insan: 3) Yakni kami telah menjelaskan menerangkan dan memudahkan mereka beramal untuknya.” Demikian pula pendapat Al Hasan dan Ibnu Zaid. Inilah pendapat yang terpilih, wallaahu a’lam.

Firman-Nya, { ثُمَّ اَمَاتَهٗ فَاَقْبَرَهٗ} “Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur,” yakni setelah Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakannya maka dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.

Orang-orang Arab berkata, “Qabartur rajula” (aku mengurusi penguburan laki-laki itu), “Aqbarahullah,” (Allah menguburkannya). Mereka berkata “Adhabtu qarnats tsaur,” (aku mematahkan tanduk sapi jantan), “A’dhabahullah,” (Alah mematahkannya). Mereka berkata, “Batartu dzanabal ba’iir,” (aku memotong ekor unta) “Abtarahullah,” (Allah memotongnya). “Tharadtu ‘annii fulanan,” (aku mengusir fulan dari sisiku), “Athradahullah,” (Allah mengusirnya), yakni menjadikan orang yang terusir.

Firman-Nya {ثُمَّ اِذَا شَاۤءَ اَنْشَرَهٗ}, “Dan tetapi kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali, ” yakni Dia membangkitkannya setelah mati. Dari sini diketahui bahwa kebangkitan ini disebut dengan ba’ats dan nusyur. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman, { وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ اِذَآ اَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُوْنَ} “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia yang berkembang biak.” (QS. Ar-Ruum: 20) Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman, { وَانْظُرْ اِلٰى حِمَارِكَۗ وَلِنَجْعَلَكَ اٰيَةً لِّلنَّاسِ وَانْظُرْ اِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوْهَا لَحْمًا} “Dan lihatlah kepada tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” (QS. Al-Baqarah: 259)

Dalam ash-Shahiihain dari riwayat al-A’masy dari Abu Shalih Dari Abu Hurairah radhiallahu Anhu, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَبْلَىٰ إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ، مِنْهُ خُلِقَ وَفِيْهِ يُرَكَّبُ

“Setiap manusia akan hancur kecuali tulang ekornya. Darinya dia diciptakan dan padanya dia dirangkai.”

Firman-Nya, { كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَآ اَمَرَهٗ} “Sekali-kali tidak, manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.” Ibnu jarir berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala berfirman sekali-kali tidak’ Hal itu tidaklah sebagaimana yang dikatakan oleh orang kafir bahwa dirinya telah melaksanakan hak Allah pada dirinya dan hartanya.” Manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman manusia orang kafir Belumlah melakukan kewajiban-kewajiban yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala tentukan atasnya. “

Dan yang terbesit di pikiran penulis (Ibnu Katsir) tentang makna ayat ini, wallaahu a’lam, bahwa makna {ثُمَّ اِذَا شَاۤءَ اَنْشَرَهٗ} “Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali,” yakni Allah Subhanahu Wa Ta’ala membangkitkannya padahal, “Sekali-kali tidak, manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.” Yakni sampai saat ini dia belum melakukan apa yang diperintahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepadanya, hingga kesempatan untuknya habis sementara itu takdir pada seluruh Bani Adam pun telah rampung. Semua orang yang telah Allah tetapkan untuk lahir dan muncul ke dunia telah selesai Allah telah memerintahkan nya secara kauni dan Qadari. Dan jika hal itu telah berakhir maka Allah membangkitkan seluruh makhluk dan mengembalikan mereka sebagaimana dia menciptakannya pertama kali.

Ditumbuhkannya Biji-Bijian Dan Lainnya Merupakan Bukti Adanya Kehidupan Setelah Kematian

Firman-Nya, {فَلْيَنْظُرِ الْاِنْسَانُ اِلٰى طَعَامِهٖٓ} “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” Di dalam ayat-ayat berikut ini terdapat penjelasan tentang nikmatnya berupa makanan biji-bijian dan lain-lain, serta penetapan dalil atas pembangkitan dan dihidupkannya kembali tubuh yang telah menjadi tulang yang rapuh, atau telah menjadi tanah yang tercerai-berai. Perbandingannya adalah sebagaimana dia menumbuhkan tanaman dari tanah yang tandus.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, { اَنَّا صَبَبْنَا الْمَاۤءَ صَبًّا} “Sesungguhnya kami benar-benar telah mencurahkan air dari langit,” yakni kami telah menurunkannya dari langit ke bumi. { ثُمَّ شَقَقْنَا الْاَرْضَ شَقًّا} “Kemudian kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, ” yakni kami menetapkan air itu di bumi dan ia masuk ke celah-celahnya sehingga ia menembus bagian biji-bijian yang tersimpan di dalamnya.

Biji-bijian itu pun tumbuh muncul dan terlihat ke permukaan bumi. { فَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا حَبًّا وَّعِنَبًا وَّقَضْبًا} “Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu anggur dan sayur-sayuran.” Al-Haab (biji) adalah semua jenis biji-bijian. ‘Inab (anggur) adalah jenis tanaman yang sudah terkenal. Adapun qadhba adalah sayur-sayuran termasuk dedaunan segar yang dimakan oleh binatang. Al-qadhb ini disebut pula dengan al-qatt. Demikianlah pendapat Ibnu Abbas Allahumma, Qatadah, adh-Dhahhak dan as-Suddi.

Al Hasan Al bashri berkata, “Qadhba adalah yang dimakan oleh binatang. “

Firman-Nya,  { وَّزَيْتُوْنًا} “Dan zaitun” adalah buah yang terkenal buah ini bisa dipakai bumbu air perasannya. Bisa juga untuk bahan bakar lampu dan meminyaki sesuatu.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala, { وَّنَخْلًا} “Dan pohon kurma.” Buahnya dapat dimakan Ketika ia masih balah (kurma yang sangat muda, busr (kurma mengkal), ruthab (kurma setengah matang), tamr (kurma matang). Kurma ini bisa langsung dimakan atau dimasak terlebih dahulu rasanya dapat dibuat sirup jus atau cuka.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, { وَّحَدَاۤئِقَ غُلْبًا} “Kebun-kebun yang lebat,” yakni ladang-ladang al-Hasan dan Qatadah berkata, “Yang lebat,” artinya pohon kurma yang kuat lebih baik. ” Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma dan Mujahid berkata, “Maksudnya semua yang berlipat-lipat dan mengumpul semakna dengan lebat dan rindang.”

Firman-Nya, { وَفَاكِهَةً وَّاَبًّا} “Dan buah-buahan serta rumput-rumputan.” Adapun adalah semua buah yang dimakan sebagai buah. Ibnu ‘Abbas berkata, “Al-faakihah adalah semua yang bisa dimakan selagi masih segar. Adapun al-abb adalah dedaunan yang dimakan oleh binatang ternak bukan oleh manusia.”Di riwayat lain disebutkan,”Yakni rerumputan untuk binatang ternak.”

Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam meriwayatkan dari Ibrahim al-Taimiy, ia berkata, ” Abu Bakar radhiallahu Anhu ditanya tentang firman-Nya, ‘Dan buah-buahan serta rumput-rumputan,’ maka dia menjawab langit manakah Yang menaungi ku jantung manakah yang menampung ku Jika aku berkata tentang sesuatu dari kita berdua yang tidak aku ketahui.”

Adapun riwayat Ibnu jarir dari Anas radhiallahu Anhu bahwa ia berkata “‘Umar bin Al Khattab radhiallahu Anhu membaca ‘Abasa watawalla.’ ketika sampai pada ayat, ‘Dan buah-buahan serta rumput-rumputan,’ dia berkata kita tahu faakihah (buah-buahan) lalu Apakah yang dimaksud dengan al-abb (rumput-rumputan) itu? ‘Umar berkata lagi, wahai Ibnul Khattab, demi Allah ini adalah pemaksaan diri untuk menafsirkan sesuatu yang tidak ia ketahui.” Maka isnadnya Shahih dan tidak hanya satu orang yang meriwayatkannya dari Anas. Hadits ini harus dipahami bahwa Umar ingin sekali mengetahui bentuk jenisnya spesifikasi dari rumputan tersebut. Kalau tidak dipahami Demikian maka mustahil Umar tidak mengetahuinya secara umum karena setiap orang pun yang membaca ayat ini pasti akan mengetahui bahwa itu adalah salah satu tumbuh-tumbuhan di bumi. Hal ini karena Firman-Nya, { فَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا حَبًّا وَّعِنَبًا وَّقَضْبًا وَّزَيْتُوْنًا وَّنَخْلًا وَّحَدَاۤئِقَ غُلْبًا وَفَاكِهَةً وَّاَبًّا} “Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu anggur dan sayur-sayuran zaitun dan pohon kurma kebun-kebun yang lebat dan buah-buahan serta rumput-rumputan.

Firman-Nya, { مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْ} “Untuk kesenangan dan untuk binatang-binatang ternak mu,” yakni sebagai kehidupan untukmu dan binatang-binatang ternak di dunia ini Hingga hari kiamat.

 

‘ABASA, AYAT 33-42

فَاِذَا جَاۤءَتِ الصَّاۤخَّةُ، يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِ، وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِ، وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِ، لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِ، وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ مُّسْفِرَةٌ، ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ، وَوُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ، تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ، اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ

“Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua) (33) pada hari itu manusia lari dari saudaranya (34) dan dari ibu dan bapaknya (35) dan dari istri dan anak-anaknya (36) Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya (37) Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri (38) tertawa dan gembira ria (39) dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram) (40) tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan) (41) Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka.” (42)

 

Pada Hari Kiamat Manusia Lari Tidak Memperdulikan Kerabatnya

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Ash-shaakhkhah (suara yang memekakkan) adalah salah satu nama hari kiamat Allah subhanahu wa ta’ala agungkan dan Dia peringatkan kepada hamba-hamba-Nya.” Ibnu jarir berkata, “Bisa jadi Ash-shaakhkhah itu adalah nama tiupan sangkakala.” Al-Baghawi berkata, “Ash-shaakhkhah adalah teriakan pada hari kiamat. Dinamakan demikian karena ia memekakkan pendengaran yakni Suaranya sangat keras sehingga ia hampir membuat pendengaran tuli. “

Firman-Nya, { يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِ وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِ وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِ } “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya dari ibu dan bapaknya dari istri dan anak-anaknya,” yakni dia melihat mereka tetapi dia berlari dan menjauh dari mereka karena ketakutan pada hari itu sangat dahsyat dan Urusan yang sangat berat.

Dalam hadis shahih tentang syafa’at disebutkan bahwa ketika setiap Rasul Ulul ‘Azmi dimintai syafaat untuk seluruh manusia dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala maka setiap dari mereka akan mengatakan, “Aduhai diriku, diriku. Pada hari ini saya tidak akan meminta kepada-Mu kecuali untuk diriku sendiri.” bahkan ‘Isa putra Maryam alaihi sallam berkata, “aduhai diriku, diriku. Pada hari ini saya tidak akan meminta kepada-Nya kecuali untuk diriku sendiri. Bahkan saya tidak akan meminta kepada-Nya untuk Maryam yang telah melahirkanku.”

Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya dari ibu dan bapaknya dari istri dan anak-anaknya.” Qatadah berkata, “Mereka tidak memperdulikan yang dicintainya atau yang lebih Dicintai nya juga tidak memperhatikan yang dekat kekerabatannya atau yang lebih dekat lagi. Hal ini dikarenakan ketakutan pada hari itu yang amat Dahsyat.” Firman-Nya, { لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِ } “Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyembuhkannya,” yakni dia dalam kesibukan yang membuat ia tidak memperdulikan orang lain. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda:

تُحْشَرُوْنَ حُفَاةُ عُرَاةً مُشَاةً غُرْ لًا

“Kalian akan dikumpulkan tanpa alas kaki tanpa pakaian berjalan kaki dan tidak berkhitan.”

Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Maka istri beliau bertanya wahai Rasulullah Apakah kami saling melihat? Atau Dia berkata Apakah sebagian dari kami melihat aurat yang lain? Beliau bersabda:

يَا فُلَانَةُ، لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِ

“Wahai Fulanah, pada hari itu Setiap orang mempunyai urusan yang cukup menyebutkannya.”

Atau beliau bersabda:

مَا اَشْغَلَهُ عَنِ النَّظَرِ.

“Alangkah menyibukkannya urusan pada hari itu dari memandang aurat orang lain.”

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda:

تُحْشَرُوْنَ حُفَاةُ عُرَاةً غُرْ لًا

“Kalian akan dikumpulkan tanpa alas kaki tanpa pakaian dan belum berkhitan.”

Seorang perempuan berkata, “Apakah kami saling melihat atau memandang aurat satu sama lain?” Beliau bersabda:

يَا فُلَانَةُ، لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِ

“Wahai Fulanah, pada hari itu Setiap orang mempunyai urusan yang cukup menyembuhkannya.”

Kemudian at-Tirmidzi berkata, ” ini adalah Hadits Hasan Shahih.”

Wajah Penghuni Neraka Dan Penduduk Surga Pada Hari Kiamat

Firman-Nya, { وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ مُّسْفِرَةٌ ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ} “Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria.” Yakni pada saat itu manusia terbagi menjadi dua golongan: 1) Golongan yang wajahnya berseri-seri yakni bercahaya, ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ “Tertawa dan gembira ria,” yakni kegembiraan di hati mereka tampak pada wajah. Mereka adalah penghuni Surga. 2) Golongan yang digambarkan dalam firman-Nya, { وَوُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ}  “Dan banyak pula muka pada hari itu tertutup tebu dan ditutup lagi oleh kegelapan,” yakni diselimuti dan dinaungi qatarah yakni kegelapan.

Ibnu Abbas berkata, “Firman-Nya { تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ} “Dan ditutup lagi oleh kegelapan’ yakni diselimuti warna hitam di wajahnya.”

Firman-Nya, { اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ} “Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka,” yakni yang kafir hatinya dan durhaka perbuatannya sebagaimana firman-Nya, { وَلَا يَلِدُوْٓا اِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا} “Dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang durhaka lagi sangat kafir.” (QS. Nuh: 27)

Demikianlah akhir tafsir surat ‘Abasa. Hanya milik Allah Subhanallahu wa ta’ala lah segala puji dan anugerah.

 

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker