ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Muthaffifiin {Bagian 1}

Tafsir Surat Al-Muthaffifiin

( Orang-Orang Yang Curang )

Surat Madaniyyah

Surat Ke-83 : 36 Ayat

 

بِسْمِ اللهِ الَرْحَمنِ الَرحِيمِ

Dengan menyebut Nama AllahYang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

AL-MUTHAFFIFIIN, AYAT 1-6

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ، الَّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَ، وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ، اَلَا يَظُنُّ اُولٰۤىِٕكَ اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ، لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ، يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang) (1) (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan (2) dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi (3) Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan (4) pada suatu hari yang besar (5) (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” (6)

 

Kecurangan Dalam Timbangan Dan Takaran Menyebabkan Kecelakaan Dan Kerugian

An Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, ia berkata, “Ketika Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tiba di kota Madinah, penduduk Madinah termasuk orang yang paling curang dalam menakar, hingga Allah Subhanahu Wa Ta’Ala menurunkan ayat, {وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ} “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!” Setelah ayat ini turun maka mereka menakar dengan baik tanpa berlaku curang.”

Maksud dari berlaku curang di sini ialah bertindak sewenang-wenang dalam takaran dan timbangan, baik dengan menambahnya jika diterima dari orang lain, maupun dengan menguranginya jika dilakukan untuk orang lain. Setelah Dia Subhanahu Wa Ta’ala menjanjikan kerugian dan kehancuran atas mereka, yaitu dengan kata wail  (celaka). Lalu Dia berfirman menjelaskan sifat-sifat mereka, {الَّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ} “Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari manusia” yakni dari orang lain, {يَسْتَوْفُوْنَ} “Mereka meminta dicukupkan.” Dengan kata lain, mereka mengambil dan menuntut hak mereka dengan sempurna, bahkan berlebih. {وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ} “Dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), Mereka mengurangi.” Yakni tidak memenuhi hak orang lain dengan sempurna.

Alangkah baiknya jika kata كَالُواْ dan kata وَزَنُوْ dijadikan transitif, sehingga dhamir هُمْ (mereka) dalam keadaan nasab (sebagai objek). Dan ada juga yang menjadikan dhamir هُمْ ini sebagai dhamir penguat terhadap pelaku yang tersembunyi dalam kalimat كَالُواْ dan وَزَنُوْ sedangkan maf’ul (obyek)-nya dibuang, karena konteks kalimat tersebut sudah menunjukkan keberadaan maknanya. Kedua susunan (kedudukan) kalimat tersebut tidak jauh berbeda.

Sungguh, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memerintahkan agar berlaku adil dalam menakar dan menimbang sehingga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { وَاَوْفُوا الْكَيْلَ اِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا} “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dari timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al-Israa’: 35) Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman { وَاَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِۚ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا} “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya.” (QS. Al-An’aam: 152) Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman, { وَاَقِيْمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيْزَانَ} ” Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.” (QS. Ar-Rahmaan: 9) Allah telah membinasakan dan menghancurkan kaum Syu’aib dikarenakan mereka mengurangi timbangan dan takaran.

Menakut-Nakuti Orang-Orang Yang Curang Dalam Timbangan Dan Takaran Dengan Kebangkitan Menghadap Rabb Alam Semesta

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman mengancam mereka, { اَلَا يَظُنُّ اُولٰۤىِٕكَ اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ} “Tidakkah mereka itu mengira bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar.” Yakin, apakah mereka tidak takut kepada kebangkitan di hadapan Dzat yang Maha Mengetahui segala rahasia dan semua yang tersimpan dihati, pada hari yang ketakutannya sangat besar, kengeriannya tak terperikan, juga perkaranya amat dahsyat. Siapa yang rugi pada hari itu, maka ia masuk ke dalam api Neraka yang menyala-nyala.

Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ} “Yaitu pada hari ketika semua orang bangkit menghadap Rabb seluruh alam.” Mereka dibangkitkan tanpa alas kaki dalam keadaan telanjang dan belum dikhitan. Keadaan saat itu serba sulit, susah, sempit, dan sengsara, bagi orang durjana. Mereka diliputi ketetapan Allah ta’ala di mana kekuatan dan indra manusia tidak akan mampu memikulnya.

Imam Malik meriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ حَتَّىٰ يَغِيبَ أَحَدُهُمْ فِي رَشْحِهِ إِلَىٰ أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ

“Pada hari ketika semua orang bangkit menghadap tuhan seluruh alam hingga salah seorang mereka tenggelam dalam keringatnya sendiri sampai batas kedua telinganya.”

Hadits ini ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dari hadits Malik dan ‘Abdullah bin ‘Aun, mereka berdua meriwayatkannya dari Nafi’. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dari kedua riwayat tersebut.

Hadits lain. Imam Ahmad meriwayatkan dari Miqdad, yakni bin Al-Aswad Al-Kindi berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ أُدْنِيَتِ الشَّمْسُ مِنَ العِبَادِ حَتَّى تَكُونَ قَدْرَ مَيْلٍ أَوْ اثْنَينِ ، فتُصْهرُهم الشمسُ ، فيكونون في العرقِ كقدْرِ أعمالِهم ، فمنهم من يأخذُه إلى عقبَيْه ، ومنهم من يأخذُه إلى ركبتَيْه ، ومنهم من يأخذُه إلى حقْويْه ، ومنهم من يُلْجِمُه إلجامًا

“Pada hari kiamat nanti, matahari didekatkan pada manusia sehingga jaraknya sekitar satu atau dua mil -beliau bersabda- lalu matahari menyengat mereka, hingga mereka berkeringat sesuai dengan ukuran amal mereka masing-masing. Ada yang keringatnya sebatas kedua tumit yang, ada yang keringatnya sebatas kedua lututnya, dan ada yang keringatnya nya sebatas kedua pinggangnya, dan ada yang sampai lehernya.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi.

Dalam kitab Sunan Abi Dawud disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbagai kesulitan di hari Kiamat. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa mereka dibangkitkan berdiri selama empat puluh tahun sambil mengangkat kepala mereka ke langit. Tidak ada seorangpun yang mempedulikan mereka. Keringat telah meliputi semua orang, dari orang durhaka sampai orang baik yang berbakti kepada Rabb-nya.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, bahwa mereka dibangkitkan berdiri selama seratus tahun. Kedua riwayat tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Dalam kitab Sunan Abi Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam memulai salat malam beliau mengucapkan (do’a iftitah dengan membaca) takbir sebanyak sepuluh kali, mengucapkan tahmid sebanyak sepuluh kali, mengucapkan tasbih sebanyak sepuluh kali, beristighfar sebanyak sepuluh kali, dan beliau berdo’a:

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَاهْدِنِيْ، وَارْزِقْنِيْ وَعَافِنِي

“Ya Allah, ampunilah aku. Tunjukilah aku. Berilah aku rezeki. Dan jadikanlah aku sehat wal afiat. “

Lalu Beliau berlindung dari berbagai kesulitan di hari kiamat.

AL MUTHAFFIFIN, AYAT 7-17

كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْفُجَّارِ لَفِيْ سِجِّيْنٍ، وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سِجِّيْنٌ، كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌ، وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ، الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ، وَمَا يُكَذِّبُ بِهٖٓ اِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ اَثِيْمٍ، اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِ اٰيٰتُنَا قَالَ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ، كَلَّا بَلْ ۜرَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ، كَلَّآ اِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَىِٕذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَ، ثُمَّ اِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِ، ثُمَّ يُقَالُ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَ

“Sekali-kali jangan begitu! Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam Sijjin (7) Dan tahukah engkau apakah Sijjin itu? (8) (Yaitu) Kitab yang berisi catatan (amal) (9) Celakalah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan! (10) (yaitu) orang-orang yang mendustakannya (hari pembalasan) (11) Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa (12) yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, “Itu adalah dongeng orang-orang dahulu.” (13) Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka (14) Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya (15) Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka (16) Kemudian, dikatakan (kepada mereka), “Inilah (azab) yang dahulu kamu dustakan.” (17)

 

Buku Catatan Orang Yang Durhaka Dan Sebagian Keadaan Mereka

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { اِنَّ كِتٰبَ الْفُجَّارِ لَفِيْ سِجِّيْنٍ} “Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam sijjiin,” yakni tempat kembali dan berpulang mereka sijjiin. Kata sijjiin merupakan wazan فِعِّيلٌ dari kata السِّجْنُ yaitu kesempitan. Kata tersebut senada dengan kata فِسِّيقٌ، شِرِّيبٌ، خِمِّيرٌ، سِكِّيْرٌ dan sebagainya.

Karena itu Allah menggunakan perkaranya maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سِجِّيْنٌ} “Dan Tahukah Engkau Apakah sijjiin itu?” Yakni sijjiin itu perkara yang besar, penjara yang permanen dan adzab yang pedih. Kemudian ada ulama yang mengatakan bahwa sijjiin itu berada di bawah bumi ketujuh. Dan sebelumnya telah disebutkan dalam hadis yang panjang dari riwayat al-Bara’ bin ‘Azib bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman Tentang ruh orang kafir, “Tulislah catatan amalnya dalam sijjiin!” Dan sijjiin berada di bawah bumi ketujuh.

Tempat kembali orang-orang durhaka ialah Neraka Jahannam yaitu tempat yang paling rendah, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, { ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ} “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan.” (QS. At-Tiin: 5-6) Dan di sini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْفُجَّارِ لَفِيْ سِجِّيْنٍ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سِجِّيْنٌ} “Sekali-kali jangan begitu! Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam sijjiin. Dan tahukah engkau apakah sijjiin itu? “Tempat ini menggabungkan antara kesempitan dan kerendahan, sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala, { وَاِذَآ اُلْقُوْا مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا مُّقَرَّنِيْنَ دَعَوْا هُنَالِكَ ثُبُوْرًا} “Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka dengan dibelenggu, mereka disana berteriak mengharapkan kebinasaan.” (QS. Al-Furqaan: 13)

Selanjutnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, {كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌ} “Yaitu kitab yang berisi catatan amal.” Ayat ini bukan sebagai tafsir dari ayat, { وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سِجِّيْنٌ} “Dan tahukah engkau apakah sijjiin itu?” Akan tetapi sebagai tafsir dari tempat kembali yang telah ditetapkan untuk mereka ke dalam sijjiin. Yakni berisi catatan amal tertulis secara lengkap, telah dirampungkan tanpa dilebih-lebihkan dan tanpa dikurangi sedikitpun. Demikianlah pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ} “Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” Yakni ketika mereka kembali ke tempat sijjiin yang dijanjikan oleh Allah dan mendapatkan adzab yang hina pada hari kiamat.

Sebelumnya telah dibahas tentang pernyataan, “Wail” (celaka), sehingga tidak perlu diulang disini. Ringkasnya “Wail” itu maksudnya adalah kebinasaan dan kehancuran seperti ucapan seseorang, “Celakalah si Fulan.” Sebagaimana hadits yang disebutkan dalam kitab Musnad dan kitab kitab Sunan, dari riwayat Bahz bin Hakim bin Mu’awiyah bin Haidah dari ayahnya dari kakeknya, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ، لِيُضْحِكَ النَّاسَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ

“Celakalah orang yang suka berbicara sehingga ia berdusta agar orang lain tertawa. Celakalah ia. Celakalah ia.”

 

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menafsirkan orang-orang kafir yang durhaka dan mendustakan, { الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ} “Yaitu orang-orang yang mendustakan nya (hari pembalasan).” Yakni mereka tidak mempercayai kejadiannya dan tidak meyakini keberadaannya, bahkan mereka menganggapnya mustahil.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { وَمَا يُكَذِّبُ بِهٖٓ اِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ اَثِيْمٍ} “Dan tidak ada yang mendustakan nya hari pembalasan kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa.” Yang dimaksud ‘melampaui batas’ adalah dalam perbuatannya, yakni mengerjakan perkara yang diharamkan dan melewati batas dalam memperoleh sesuatu yang dibolehkan. Adapun yang dimaksud dengan ‘berdosa’ disini adalah dalam ucapannya, yang jika ia berbicara, maka ia berbohong, jika ia berjanji, maka ia mengingkarinya dan jika ia berperkara, maka ia berbuat curang.

Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِ اٰيٰتُنَا قَالَ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ} “Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata itu adalah dongeng orang-orang dahulu.” Yakni apabila ia mendengar firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari Rasul-Nya, ia mendustakannya dan berburuk sangka kepadanya, hingga ia berkeyakinan bahwa firman Allah tersebut hanyalah dibuat-buat dan dihimpun dari kitab-kitab terdahulu.

Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala, { وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ مَّاذَآ اَنْزَلَ رَبُّكُمْ قَالُوْٓا اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ} “Dan apabila dikatakan kepada mereka apakah yang telah diturunkan Rabb-mu? Mereka menjawab, ‘Dongeng-dongeng orang dahulu.'” (QS. An-Nahl: 24) Juga sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala, { وَقَالُوْٓا اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلٰى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا} “Dan mereka berkata, ‘(itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu yang diminta agar dituliskan lalu dibacakan lah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.'” (QS. Al-Furqaan: 5)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { كَلَّا بَلْ رَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ} “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” Yakni perkaranya bukanlah seperti juga mereka dan bukan sebagaimana ucapan mereka, bahwa Al-Quran hanyalah dongeng-dongeng orang-orang terdahulu. Yang benar, Al-Quran itu adalah Firman Allah Dan wahyu-Nya, yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Yang menghalangi hati mereka untuk beriman kepadanya adalah ar-rain (karat dan kotoran) yang telah menyelimuti hati mereka dikarenakan banyaknya dosa dan kesalahan. Karena itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.”

Yang menutupi hati orang-orang kafir adalah ar-rain (karat dan kotoran). Yang menyelimuti hati orang-orang yang berbakti disebut al-ghaim (mendung), sedangkan bagi orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala disebut al-ghain (awan). Ibnu jarir, At-Tirmidzi, An Nasa’I, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari beberapa Jalan periwayatan Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam beliau bersabda:

إِنَّ العَبْدَ إذا أذنَبَ كانت نُكتَةٌ سَوداءُ في قَلبِه، فإنْ تابَ ونزَعَ واستغفَرَ؛ صُقِلَ قَلبُه، وإنْ زادَ زادَت، حتى يَعلُوَ قَلبَه ذاك الرَّانُ الَّذي ذكَرَ اللهُ عزَّ وجلَّ في القُرآنِ: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

“Sesungguhnya apabila seorang hamba berbuat satu dosa maka ada bintik hitam di hatinya. Jika ia bertaubat maka hatinya mengkilap, tapi jika bertambah dosanya maka bertambah pula bintik hitam di hatinya. Hal itu sebagaimana dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.”

At-Tirmidzi menyatakan bahwa hadits tersebut Hasan Shahih.

Selanjutnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, { كَلَّآ اِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَىِٕذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَ} “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari melihat Rabb-nya.” Yakni pada hari kiamat mereka mendapatkan suatu tempat tinggal dan penjara sijjiin. Disamping itu, pada hari Kiamat mereka terhalang dari melihat Rabb mereka dan Sang Pencipta mereka. Imam Abu ‘Abdillah asy-Syafi’I berkata, “Dalam ayat ini terdapat suatu dalil bahwa orang-orang yang beriman akan melihat Allah subhanahu wa ta’ala pada hari itu.”

Selanjutnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, {ثُمَّ اِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِ} “Kemudian sesungguhnya mereka benar-benar masuk Neraka.” Yakni disamping mereka terhalang melihat Allah ar-Rahman, mereka juga termasuk penghuni Neraka. { ثُمَّ يُقَالُ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَ} “Kemudian dikatakan kepada mereka inilah adzab yang dahulu kamu dustakan.” Yakni ucapan demikian dikatakan kepada mereka sebagai penghinaan, perendahan, ejekan dan olok-olokan kepada mereka.

 

 

 

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker