ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Muhaffifiin {Bagian 2}

Tafsir Surat Al-Muhaffifiin


AL MUTHAFFIFIIN, AYAT 18 – 28

كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْاَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ، وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا عِلِّيُّوْنَ، كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌ، يَّشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَ، اِنَّ الْاَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ، عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَ، تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِ، يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ، خِتٰمُهٗ مِسْكٌ ۗوَفِيْ ذٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ، وَمِزَاجُهٗ مِنْ تَسْنِيْمٍ، عَيْنًا يَّشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُوْنَ

“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti benar-benar tersimpan dalam ’Illiyyin (18) Dan tahukah engkau apakah ’Illiyyin itu? (19) (Yaitu) Kitab yang berisi catatan (amal) (20) yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah) (21) Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan (22) mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan (23) Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan (24) Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak (disegel) (25) laknya dari kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba (26) Dan campurannya dari tasnim (27) (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada Allah) (28)

Catatan Dan Balasan Amal Bagi Orang-Orang Yang Berbakti

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, { اِنَّ كِتٰبَ الْاَبْرَارِ} “Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti” -dan mereka berbeda dengan orang-orang yang durhaka- {لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ} “Benar-benar tersimpan dalam ‘Illiyyiin.” Yakni tempat kembali mereka adalah ‘Illiyyiin  dan tempat ini berbeda dengan Sijjiin.

Diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf, ia berkata, “Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bertanya kepada Ka’ab tentang Sijjiin, sedangkan aku hadir ketika itu. Maka Ka’ab menjawab, ‘Sijjiin yaitu bumi ketujuh, dan didalamnya terdapat ruh-ruh orang-orang kafir.”

Lalu Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bertanya  tentang ‘Illiyyiin. Maka menjawab yaitu langit ke tujuh, dan di dalamnya terdapat ruh-ruh orang yang beriman.” Demikian juga pendapat yang lainnya, bahwa ‘Illiyyiin itu di langit ke tujuh.

‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma tentang firman-nya, {كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْاَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ} “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti benar-benar tersimpan.” Yakni di Surga. Ulama tafsir lainnya berkata, “‘Illiyyuun itu ada di Sidratul Muntaha.” Yang jelas kata ‘Illiyyuun diambil dari kata  اَلعُلُوُّ (tinggi, agung dan lapang).

Karena itulah, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman membesar-besarkan Dan membangga-banggakan perkara ‘Illiyyuun, dengan Firman-Nya, {وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا عِلِّيُّوْنَ} “Dan tahukah engkau Apakah ‘Illiyyiin itu?” Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman untuk menegaskan isi catatan mereka, {كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌ يَّشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَ} “Yaitu kitab yang berisi catatan amal. Yang disaksikan oleh yang didekatkan (kepada Allah).” Yaitu para malaikat. Demikianlah pendapat Qatadah. Al-‘Aufi berkata dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma,” Yakni, disaksikan oleh para Malaikat yang didekatkan pada setiap langit.”

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {اِنَّ الْاَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ} “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (Surga yang penuh) kenikmatan.” Yakni pada hari kiamat mereka berada dalam kenikmatan yang permanen dan Surga-Surga yang penuh dengan karunia yang melimpah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ} “Mereka duduk di atas dipan-dipan,” yakni ranjang pengantin, {يَنْظُرُوْنَ} “Sambil melepas pandangan.” Ada yang mengatakan, “Maknanya mereka memandang, meresapi dan merenungkan kerajaan dan anugerah kebaikan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Semua itu tanpa ada habis-habisnya dan tidak lengkap atau musnah. “

Ada yang mengatakan, “Makna ayat {عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَ} ‘Mereka duduk di atas dipan dipan melepas pandangan yakni memandang,’ yakni memandang Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Berbeda dengan sifat yang melekat pada orang-orang durhaka, yakni {كَلَّآ اِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَىِٕذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَ} “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari melihat Rabb-nya.”

Lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan tentang orang-orang yang berbakti, bahwa mereka diperbolehkan memandang Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari atas ranjang dan kasur mereka masing-masing.

Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِ} “Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan.” Yakni kamu akan mengetahui kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan, ketika kamu memperhatikan wajah-wajah mereka. Tercermin dari wajah mereka keluhuran, kehormatan, kesenangan, ketenangan, dan kepemimpinan. Semuanya menandakan bahwa betapa besarnya nikmat yang mereka rasakan.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, {يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ} “Mereka diberi minum dari khamr murni (tidak memabukkan) yang tempatnya masih di lak (disegel),” yakni mereka diberi minum dengan minuman khamr dari surga. Lfazh الرَّحِيْقٍ termasuk salah satu nama minuman khamr. Demikianlah pendapat Ibnu Mas’ud radhiallahu Anhu, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu Anhu -dan Imam Ahmad berpendapat bahwa Abu Sa’id memarfu’kan hadits ini kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam-, beliau bersabda:

أَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَقَى مُؤْمِنًا عَلَى ظَمَإٍ سَقَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ. وَأَيُّمَا أَطْعَمَ مُؤْمِنًا عَلَى جُوعٍ أَطْعَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ  وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ كَسَا مُؤْمِنًا عَلَى عُرْيٍ كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ خُضْرِ الْجَنَّةِ

“Mukmin mana pun yang memberi minum saudaranya yang Mukmin seteguk air karena kehausan, maka Allah akan memberinya minum pada hari kiamat dari ar-rahiqil makhtum (khamr yang masih disegel). Mukmin manapun yang memberi makan saudaranya nya yang Mukmin karena kelaparan, maka Allah akan memberinya makan dari buah-buahan surga. Dan mukmin manapun yang memberi pakaian kepada saudaranya yang Mukmin karena ia tidak mempunyai pakaian, maka Allah akan memberinya pakaian dari dedaunan Surga.”

Ibnu Mas’ud radhiallahu Anhu menafsirkan ayat, {خِتٰمُهٗ مِسْكٌ} “Laknya dari kasturi.” Yakni dicampur dengan kasturi. Al-‘Aufi berkata dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma,  “Allah mengharumkan aroma khamr bagi mereka. Dan yang terakhir diletakkan di dalamnya ialah aroma. Demikianlah Qatadah dan adh-Dhahhak mengatakannya.

Selanjutnya firman Allah Subhanahu wa ta’ala, {وَفِيْ ذٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ} “Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” Maksudnya untuk keadaan seperti inilah orang-orang boleh saling membanggakan diri. Dan untuk keadaan seperti inilah hendaknya saling memperbanyak amal dan berlomba-lomba. Ini seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala, {لِمِثْلِ هٰذَا فَلْيَعْمَلِ الْعٰمِلُوْنَ} “Untuk kemenangan serupa ini hendaklah beramal orang-orang yang mampu beramal.” (QS. Ash-Shaaffaat: 61)

Selanjutnya firman Allah Subhanahu wa ta’ala, {وَمِزَاجُهٗ مِنْ تَسْنِيْمٍ} “Dan campurannya dari tasniim.” Maksudnya: Ar-rahiiq yang telah diterangkan tadi dicampur dengan tasniim, yaitu minuman penghuni surga yang paling terhormat dan memiliki cita rasa yang sangat tinggi. Demikianlah Abu Shalih dan adh-Dhahhak mengatakannya.

Karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {وَمِزَاجُهٗ مِنْ تَسْنِيْمٍ} “Yaitu mata air yang diminum oleh mereka yang dekat kepada Allah.” Yakni orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mereka meminumnya secara murni. Adapun golongan kanan, mereka meminumnya dengan campuran. Demikianlah tafsir yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiallahu, Anhu Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, Masruq, Qatadah dan yang lainnya.

AL MUTHAFFIFIIN, AYAT 29-36

اِنَّ الَّذِيْنَ اَجْرَمُوْا كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يَضْحَكُوْنَ، وَاِذَا مَرُّوْا بِهِمْ يَتَغَامَزُوْنَ، وَاِذَا انْقَلَبُوْٓا اِلٰٓى اَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ، وَاِذَا رَاَوْهُمْ قَالُوْٓا اِنَّ هٰٓؤُلَاۤءِ لَضَاۤلُّوْنَ، وَمَآ اُرْسِلُوْا عَلَيْهِمْ حٰفِظِيْنَ، فَالْيَوْمَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَ، عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَ، هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman (29) Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya (30) dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria (31) Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, “Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,” (32) padahal (orang-orang yang berdosa itu), mereka tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang mukmin) (33) Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang kafir (34) mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan (35) Apakah orang-orang kafir itu diberi balasan (hukuman) terhadap apa yang telah mereka perbuat?.” (36)

 

Kejahatan Dan Penghinaan Orang Orang Pendosa Terhadap Orang-Orang Beriman

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberitahukan tentang orang-orang Pendosa, bahwa mereka menertawakan orang-orang yang beriman didunia yakni mereka mengolok-olok orang-orang yang beriman dan menghina mereka. Apabila mereka melintas di hadapan orang-orang yang beriman maka mereka saling mengedip-ngedipkan mata untuk mengejek orang-orang yang beriman.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {وَاِذَا انْقَلَبُوْٓا اِلٰٓى اَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ} “Dan apabila mereka kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria.” Yakni, apabila orang-orang pendosa kembali ke rumah mereka masing-masing, maka mereka kembali dengan bergembira, disebabkan apa yang mereka cari mereka dapatkan. Walaupun demikian mereka tidak mensyukuri nikmat Allah kepada mereka, akan tetapi mereka sibuk mengejek kaum yang beriman dan dengki kepada mereka. {وَاِذَا رَاَوْهُمْ قَالُوْٓا اِنَّ هٰٓؤُلَاۤءِ لَضَاۤلُّوْنَ} “Dan apabila Mereka melihat orang-orang Mukmin, mereka mengatakan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang sesat.” Yakni karena orang-orang Mukmin berbeda agama dengan mereka.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {وَمَآ اُرْسِلُوْا عَلَيْهِمْ حٰفِظِيْنَ} “Padahal orang-orang yang berdosa itu, mereka tidak diutus sebagai penjaga (bagi orang-orang mukmin).” Yakni, kaum pendosa itu tidak diperintahkan untuk mengawasi ucapan dan tindakan kaum yang beriman, dan tidak pula dibebani untuk itu. Lalu Mengapa mereka sibuk dengan urusan orang-orang yang beriman dan memusingkan diri mereka sendiri?

Ini sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

{قَالَ اخْسَـُٔوْا فِيْهَا وَلَا تُكَلِّمُوْنِ اِنَّهٗ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْ عِبَادِيْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اٰمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الرّٰحِمِيْنَ فَاتَّخَذْتُمُوْهُمْ سِخْرِيًّا حَتّٰٓى اَنْسَوْكُمْ ذِكْرِيْ وَكُنْتُمْ مِّنْهُمْ تَضْحَكُوْنَ اِنِّيْ جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوْٓاۙ اَنَّهُمْ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ}

“Dia Allah berfirman, tinggallah dengan hina di dalamnya dan janganlah kamu berbicara dengan aku. Sungguh ada segolongan dari hamba hambaku berdoa ya Tuhan kami kami telah beriman maka ampunilah kami dan Berilah kami Rahmat, Engkau adalah pemberi Rahmat yang terbaik. Lalu kamu jadikan mereka buah ejekan, sehingga kamu lupa mengingat aku dan kamu selalu menertawakan mereka. Sungguh pada hari ini aku memberi balasan kepada mereka, karena kesabaran mereka, sungguh mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. “
(QS. Al-Mu’minuun: 108- 111)

Karena itu, Allah berfirman disini, {فَالْيَوْمَ} “Maka pada hari ini,” yakni pada hari Kiamat, {الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَ} “Orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang kafir.” Yakni sebagai balasan atas ejekan orang-orang kafir (di dunia).  {عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَ} “Mereka duduk di atas dipan dipan melepas pandangan,” yakni memandang Allah subhanahu wa ta’ala sebagai ganti atas dugaan mereka bahwa orang-orang yang beriman itu sesat, padahal mereka bukanlah orang-orang yang sesat, bahkan mereka termasuk Kekasih Allah yang mendekatkan diri kepada-Nya. Mereka memandang Rabb mereka di alam yang penuh kemuliaan.

Selanjutnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, {هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ} “Apakah orang-orang kafir itu diberi balasan hukuman terhadap apa yang telah mereka perbuat?” Yakni, apakah orang-orang kafir itu telah di balas atas ejekan dan hinaan mereka terhadap orang-orang yang beriman? Artinya: Benar, mereka telah dibalas dengan balasan yang paling sempurna, paling lengkap dan paling melimpah.

Demikianlah akhir tafsir surat al-Muthaffifiin. Hanya milik Allah Subhanallahu wa ta’ala lah segala puji dan anugerah.

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker