ARTIKELTafsir Al-Qur'an

Tafsir Surat Al-Buruuj {Bagian 1}

Tafsir Surat Al-Buruuj

( Gugusan-Gugusan Bintang )

Surat Makkiyyah

Surat Ke-85 : 22 Ayat

 

بِسْمِ اللهِ الَرْحَمنِ الَرحِيمِ

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

AL-BURUUJ, AYAT 1-10

وَالسَّمَاۤءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِ، وَالْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ، وَشَاهِدٍ وَّمَشْهُوْدٍ، قُتِلَ اَصْحٰبُ الْاُخْدُوْدِ، النَّارِ ذَاتِ الْوَقُوْدِ، اِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُوْدٌ، وَّهُمْ عَلٰى مَا يَفْعَلُوْنَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ شُهُوْدٌ، وَمَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ اِلَّآ اَنْ يُّؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ، الَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗوَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ، اِنَّ الَّذِيْنَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوْبُوْا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيْقِ

“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang (1) dan demi hari yang dijanjikan (2) Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan (3) Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman) (4) yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar (5) ketika mereka duduk di sekitarnya (6)  sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin (7) Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji (8) yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu (9) Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan (bencana, membunuh, menyiksa) kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan lalu mereka tidak bertobat, maka mereka akan mendapat azab Jahanam dan mereka akan mendapat azab (neraka) yang membakar.” (10)

Tafsir Tentang Al-Buruuj (Gugusan Bintang)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersumpah dengan langit beserta gugusan bintang-nya,  yaitu bintang-bintang yang besar, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala    {تَبٰرَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِى السَّمَاۤءِ بُرُوْجًا وَّجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَّقَمَرًا مُّنِيْرًا} “Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang dan Dia juga menjadikan padanya matahari dan bulan yang bersinar.”
(QS. Al-Furqaan: 61)

Ibnu ‘Abbas, Mujahid, adh-Dhahhak, Al-Hasan, Qatadah dan as-Suddi menafsirkan kata اَلْبُرُوجُ yakni gugusan bintang. Al-Minhal bin ‘Amr menafsirkan ayat {وَالسَّمَاۤءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِ} “Demi langit yang mempunyai gugusan bintang.” Yakni, demi langit dengan penciptaannya yang baik.

Ibnu jarir memilih Pendapat yang menyatakan bahwa maksud اَلْبُرُوجُ tersebut adalah fase-fase peredaran matahari dan bulan, yaitu ada dua belas fase. Matahari beredar pada setiap fase tersebut selama sebulan. Adapun bulan, ia beredar pada setiap fase tersebut selama 2 hari dan 1/3 hari. Sehingga jumlahnya menjadi (12 X 2) + (12 X 1/3) =  28 fase. Dan bulan ini berada di pusatnya dua malam. Wallahu a’lam

Tafsir Tentang Hari Yang Dijanjikan Serta Penjelasan Tentang Syaahid (Yang Menyaksikan) Dan Masyhuud (Yang Disaksikan)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {وَالْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ وَشَاهِدٍ وَّمَشْهُوْدٍ } “Dan demi hari yang dijanjikan. Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam menafsirkan ayat, { وَالْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ} “Dan demi hari yang dijanjikan.” Yakni hari kiamat. {وَشَاهِدٍ} “Demi yang menyaksikan,” yakni hari Jumat. Matahari tidak Terbit dan tidak terbenam pada suatu hari, yang lebih utama dari pada hari Jumat. Pada hari itu cuma ada saat-saat do’a yang dikabulkan (Mustajab), di mana tidaklah seorang hamba muslim mendapatkannya sedang ia memohon kebaikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali Allah akan mengabulkannya. Dan tidak pula memohon perlindungan dari suatu kejahatan kecuali Allah pasti melindunginya. Adapun firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” Dan yang disaksikan,” yakni hari ‘Arafah.

Hadits Ibnu Abi Hatim ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaimah, dan ia meriwayatkan hadits ini secara mauquf pada Abu Hurairah radhiallahu anhuma. Yang terakhir ini (mauquf  kepada Abu Hurairah radhiallahu anhu) adalah lebih dekat (kepada kebenaran).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu Anhu, Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, Al Hasan bin ‘Ali, Al Hasan Al Bashri, Sa’id bin Al Musayyab, Mujahid, ‘Ikrimah dan adh-Dhahhak, bahwa tafsir {وَّمَشْهُوْدٍ} “Yang disaksikan,” yaitu hari Kiamat.

Al-Baghawi mengatakan bahwa mayoritas ulama tafsir menyatakan bahwa اَلشَّاهِدُ itu hari Jum’at, sedangkan اَلْمَشْهُودُ itu hari ‘Arafah.

Penganiayaan Para Pembuat Parit Terhadap Kaum Muslimin

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman { قُتِلَ اَصْحٰبُ الْاُخْدُوْدِ} “Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman)” Yakni orang-orang yang membuat parit itu dilaknat. Kata Jamak أُخْدُودٌ ialah أَخَادِيدُ , yaitu lubang di tanah.

Ayat ini merupakan pemberitahuan tentang suatu kaum yang kafir. Mereka menangkapi orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di sekitar mereka. Lalu mereka memaksa orang-orang yang beriman tersebut agar keluar dari agamanya. Namun orang-orang yang beriman menolak kehendak mereka. Akhirnya mereka menggali parit di tanah untuk menyiksa orang-orang yang beriman. Mereka menyiapkan kayu bakar di parit tersebut Lalu menyalakannya. Ketika orang-orang yang beriman menolak kehendak mereka, Maka mereka melemparkannya ke dalam parit tersebut.

Karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

قُتِلَ اَصْحٰبُ الْاُخْدُوْدِ النَّارِ ذَاتِ الْوَقُوْدِ اِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُوْدٌ وَّهُمْ عَلٰى مَا يَفْعَلُوْنَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ شُهُوْدٌ

“Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman), yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang Mukmin.” Yakni menyaksikan apa yang diperbuat terhadap orang-orang yang beriman tersebut.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {وَمَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ اِلَّآ اَنْ يُّؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ } “Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.” Yakni, kesalahan mereka hanya dikarenakan mereka beriman kepada Allah yang Mahaperkasa, yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap hamba yang memohon perlindungan di sisi-Nya. Dia Maha Kuat lagi Maha Terpuji dalam setiap Firman-Nya, perbuatan-Nya, syari’at-Nya, dan takdir-Nya.

Walaupun Dia menakdirkan penganiayaan orang kafir tersebut atas hamba-hamba-Nya yang mukmin, maka Dia tetap Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, meskipun sebab dan hikmah dibalik kejadian itu masih samar bagi kebanyakan orang.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, {الَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ} “Yang memiliki kerajaan langit dan bumi.” Termasuk kesempurnaan sifat Allah, bahwa Dialah pemilik seluruh kerajaan langit dan bumi, beserta isinya dan juga apa-apa yang berada di antara langit dan bumi.” { وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ} “Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” Yakni tidak ada sesuatupun di seluruh kerajaan langit dan bumi ini, yang tersembunyi atau tersamar dari-Nya.

Cerita Penyihir, Rahib, Anak Muda, Dan Orang-Orang Yang Dilemparkan Ke Parit

Imam Ahmad meriwayatkan dari Shuhaib bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bercerita, “Dahulu sebelum masa kalian ini ada seorang raja yang memiliki seorang penyihir. Ketika penyihir tersebut beranjak tua ia berkata kepada sang raja, sungguh usiaku sudah tua dan ajalku sudah dekat. Maka Serahkanlah kepadaku seorang anak muda untuk aku ajarkan sihir kepadanya.

Lalu sang raja menyerahkan seorang anak muda kepada penyihir tersebut agar ia dapat mengajarkan sihirnya kepada anak tersebut.

Ternyata ada seorang pendeta (yang tinggal) di antara (tempat) penyihir dengan (istana) raja. Maka si anak mendatangi pendeta tersebut. Ia mendengarkan ucapan pendeta tersebut, hingga terkagum-kagum dengan ucapan dan kepribadian pendeta tersebut.

Ketika ia mendatangi penyihir, maka penyihir tersebut memukulnya Seraya berkata, “Apa yang membuatmu terlambat? ” Demikian pula Ketika anak tersebut mendatangi keluarganya, maka mereka memukulnya seraya berkata “Apa yang menyebabkan mu terlambat (datang)?”

Anak tersebut mengadukan hal itu kepada pendeta. Lalu pendeta berpesan, “Apabila penyihir hendak memukulmu maka katakanlah, “Keluargaku telah membuatku terlambat.” Dan apabila keluargamu hendak memukulmu, maka katakanlah “Penyihir telah membuatku terlambat.”

Suatu hari ia bertemu dengan seekor binatang yang besar dan mengerikan. Binatang itu telah membuat orang-orang tertahan, tidak bisa melangsungkan perjalanan. Lalu anak itu berkata kepada dirinya sendiri, “Inilah saatnya aku menguji, agar aku mengetahui, mana yang lebih disukai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, apakah ajaran pendeta atau pelajaran si tukang sihir.”

 Rasulullah melanjutkan ceritanya “Lalu anak itu mengambil batu Seraya berkata, ‘Ya Allah! Jika ajaran pendeta lebih Engkau sukai dan lebih Engkau ridhoi daripada pelajaran sihir, maka binasakanlah binatang ini sehingga orang-orang bisa lewat.’ Lalu ia pun melemparkan batu tersebut kepadanya, hingga binatang tersebut mati terbunuh, dan akhirnya orang lain bisa lewat.

Kemudian si anak memberitahukan peristiwa itu kepada pendeta. Lalu pendeta berkata “Wahai anakku! Engkau lebih hebat dariku, dan engkau akan mendapat cobaan. Maka jika engkau mendapat cobaan janganlah engkau beritahukan (bahwa akulah yang mengajarimu). “

Anak itu bisa menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahir, juga dapat menyembuhkan orang yang terkena penyakit sopak. Bahkan seluruh penyakit ia bisa menyembuhkannya.

Konon sang raja mempunyai seorang penasehat akan tetapi ia buta. Penasehat raja tersebut mendengar tentang anak tersebut. Ia pun datang kepadanya dengan membawa berbagai macam hadiah. Ia berkata, ‘Sembuhkanlah aku maka engkau akan mendapatkan semua yang hadiah-hadiah ini.’ Anak itu menjawab, ‘Aku tidak bisa menyembuhkan siapapun. Hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi kesembuhan. Jika engkau beriman kepadanya maka aku akan berdoa kepada Allah semoga dia memberikan kesembuhan kepadamu.’  Penasehat Raja pun beriman dan anak itu mendoakannya hingga Ia pun sembuh.

Kemudian penasehat tersebut mendatangi raja dan duduk disampingnya seperti biasa. Sang raja Bertanya kepadanya, ‘Hai Fulan! Siapa yang mengembalikan penglihatanmu?’ Maka penasehat itu menjawab, ‘Rabb-ku.’ Lalu sang raja bertanya kembali, “Maksudmu aku (yang menyembuhkanmu)?” Penasehat tersebut berkata, “Bukan, akan tetapi Rabb ku dan Rabb mu adalah Allah.” Sang raja bertanya, “Apakah engkau mempunyai Tuhan selain aku?” Penasehat itu menjawab, “Benar. Rabb ku dan Rabb mu adalah Allah.”

Maka raja tersebut menyiksanya terus-menerus, hingga ia menunjukkan sang raja kepada anak tersebut. Lalu sang raja mengutus seseorang untuk memanggil anak tersebut.

Kemudian sang raja berkata, ‘Hai anakku! Aku telah mendengar berita tentang sihirmu dalam menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang terkena penyakit sopak bahkan berbagai macam penyakit.’ Anak itu menjawab, ‘Aku tidak bisa menyembuhkan siapapun. Hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi kesembuhan.’ Sang raja bertanya ‘Apakah aku yang engkau maksud?’ Anak itu menjawab, ‘Bukan.’ Sang raja bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai Tuhan selain aku?’ Anak itu menjawab, ‘Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah.’

Maka anak itu pun disiksanya. Dan anak itu terus-menerus disiksa hingga ia menunjukkannya kepada si pendeta.

Maka pendeta tersebut dipanggil. Lalu sang raja berkata, ‘Keluarlah dari agamamu!’ Namun pendeta itu menolaknya. Maka diletakkanlah gergaji di tempat belahan rambut kepalanya, hingga tubuhnya terbelah dua di atas tanah. Lalu sang raja berkata kepada anak tersebut ‘Keluarlah dari agamamu!’ Namun anak tersebut menolaknya.

Maka Raja mengutus beberapa orang prajurit agar membawanya ke gunung begini dan begitu. Dan sang raja pun berpesan jika kalian telah sampai di atas puncak gunung maka tanyakan kepadanya Apakah ia mau keluar dari agamanya atau tidak. Jika ia tidak mau keluar dari agamanya maka jatuhkanlah ia.

Lalu mereka pergi membawa anak tersebut. Ketika mereka sampai di atas gunung anak itu berdoa ya Allah! Lindungilah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki. Maka gunung tersebut menggoyang mereka hingga mereka terjatuh semuanya.

Kemudian datanglah anak tersebut mencari jalan menuju istana raja hingga ia masuk menemui sang raja. Lalu sang raja bertanya, apa yang terjadi pada para prajurit ku? Anak itu menjawab Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melindungi aku dari mereka.

Maka Raja mengutus beberapa orang prajurit untuk membawa anak tersebut di dalam sebuah perahu yang panjang lalu sang raja berpesan apabila kalian mengayuh ke laut yang dalam dan luas, maka tanyakan kepadanya Apakah ia mau keluar dari agamanya atau tidak. Jika ia tidak mau keluar dari agamanya maka tenggelamkan Lah ia ke dalam laut.

Lalu mereka mengayuh kapal tersebut dengan membawa si anak ke laut yang dalam dan luas. Anak itu pun berdoa Ya Allah lindungilah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki. Maka mereka pun tenggelam semuanya.

Kemudian datanglah anak tersebut hingga ia masuk menemui raja. Lalu Raja bertanya apa yang terjadi pada para prajurit ku? Anak itu menjawab Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah melindungi ku dari mereka. Kemudian anak itu berkata kepada sang raja sungguh engkau tidak bisa membunuhku, hingga engkau melaksanakan apa yang Aku perintahkan kepadamu. Jika engkau melaksanakan apa yang Aku perintahkan kepadamu maka engkau bisa membunuhku tapi jika engkau tidak mau melaksanakannya maka engkau tidak akan bisa membunuhku. Raja bertanya apa perintahnya? Anak itu menjawab kumpulkanlah orang-orang dalam satu tanah lapang kemudian salib lah aku di atas sebatang pohon dan engkau ambil sebuah anak panah dari sarung anak panah ku kemudian Ucapkanlah ‘Dengan menyebut nama Allah Tuhan anak ini.’ Maka jika engkau mau melaksanakannya, engkau bisa Membunuhku.

Raja pun melaksanakannya.

(Setelah manusia berkumpul), ia memasang anak panah itu di jantung busur panah kemudian ia melepaskannya seraya mengucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah Tuhan anak ini.’ Maka anak panah tersebut mengenai pelipisnya Lalu anak tersebut memegang panah yang mengenai pelipisnya dan ia pun tewas.

Lalu orang-orang mengucapkan,  ‘kami beriman kepada Tuhan anak ini.’ Maka dikatakan kepada sang raja Apakah tuan tidak melihat apa yang selama ini tuan takutkan? Demi Allah hal itu telah terjadi sekarang. Orang-orang telah beriman seluruhnya.’

Lalu raja memerintahkan agar parit-parit digali di mulut-mulut jalan, dan Api dinyalakan di dalamnya. Lalu sang raja berkata barangsiapa yang keluar dari agamanya maka biarkanlah ia (berlalu). Akan tetapi jika ia tidak keluar, maka masukkanlah ia ke dalam parit itu.'”

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melanjutkan ceritanya, “Lalu mereka saling menarik dan saling mendorong, hingga datanglah seorang wanita yang sedang menyusui bayinya, seakan-akan wanita tersebut tidak ingin masuk ke dalam api. Maka bayinya berkata,  ‘Bersabarlah wahai ibuku! Sungguh engkau berada dalam kebenaran.'”

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim di akhir kitab Shahiih-nya.

Muhammad bin Ishaq bin yasar menyebutkan kisah tersebut dalam kitab Sirah nya dengan Susunan kalimat yang berbeda dari apa yang disebutkan di atas.

Kemudian Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa setelah anak itu terbunuh, maka penduduk najran menjadi Penganut Agama anak itu, yaitu Nasrani.

Ibnu Ishaq berkata “Lalu Dzu Nuwas memimpin pasukannya mendatangi mereka hingga ia menyeru mereka kepada agama Yahudi dan ia memberikan pilihan antara masuk agama Yahudi atau dibunuh. Tapi mereka malah memilih dibunuh. Lalu ia membuat parit kemudian menyalakannya dengan api dan membunuh mereka dengan pedang. Ia memutilasi (mencincang dan memotong-motong tubuh) mereka, sampai  ia membunuh sekitar dua puluh ribu orang dari mereka.”

Tentang Dzu Nuwas dan pasukannya inilah, Allah Subhanahu Wa Ta’Ala menurunkan kepada Rasul-Nya ayat,

قُتِلَ اَصْحٰبُ الْاُخْدُوْدِ النَّارِ ذَاتِ الْوَقُوْدِ اِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُوْدٌ وَّهُمْ عَلٰى مَا يَفْعَلُوْنَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ شُهُوْدٌ وَمَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ اِلَّآ اَنْ يُّؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ الَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ

“Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman), yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji, yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” Demikianlah Muhammad Ishaq menyebutkannya dalam kitab sirah bahwa orang yang membunuh mereka adalah Dzu Nuwas yang nama aslinya adalah Zur’ah.

Di zaman kerajaannya ia disebut dengan Yusuf. Ia adalah anak Tiban As’ad Abu Karab. Ia tidak lain adalah Tubba’ yang memerangi kota Madinah, dan memberi kiswah (kain penutup) Ka’bah. Ia membawa dua orang pendeta Yahudi di kota Madinah. Konon sebagian penduduk Negeri Yaman masuk agama Yahudi berkat usaha kedua pendeta tersebut.

Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Ishaq secara rinci, Dzu Nuwas telah membunuh dua puluh ribu orang di dalam parit dalam satu pagi hari, dan tidak ada seorangpun yang selamat selain satu orang yang bernama Daus Tsa’laban. Ia lolos dan melarikan diri dengan menunggang kuda. Mereka memburunya, namun mereka tidak mampu mengejarnya hingga ia pergi ke raja Syam.

Raja Syam kemudian mengirim surat kepada an-Najasyi, raja Habasyah. Lalu an-Najasyi mengutus sebuah pasukan yang terdiri dari orang-orang Nasrani negeri Habasyah untuk ikut bersama Daus. Mereka dipimpin oleh Aryath dan Abrahah. Pasukan ini dapat menyelamatkan negeri Yaman dari tangan orang-orang Yahudi.

Dzu Nuwas sendiri kabur lalu ia menyeberangi laut hingga ia tenggelam. Kerajaan orang-orang Habasyah terus berada dalam genggaman kaum Nasrani selama tujuh puluh tahun.

Kemudian Saif bin Dzu Yazin al-Himyari menyelamatkannya dari tangan orang-orang Nasrani, ketika ia meminta bantuan pasukan kepada kisra raja Persia. Maka Citra mengutus orang-orang yang ada di penjara sekitar tujuh ratus orang ikut bersamanya. Lalu ia menaklukkan Negeri Yaman bersama pasukannya sehingga Kerajaan itu kembali ke pangkuan al-Himyari.

Kami akan menyebutkan cerita ini selanjutnya dalam tafsir surat al-fil Insya Allah.

Balasan Untuk Ashabul Ukhdud

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman { اِنَّ الَّذِيْنَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ} “Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan bencana dengan membunuh dan menyiksa orang mukmin laki-laki dan perempuan” dengan membakar orang-orang mukmin. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma Mujahid, Qatadah, adh-Dhahhak dan Ibnu Abza. { ثُمَّ لَمْ يَتُوْبُوْا} “Lalu mereka tidak bertobat,” yakni tidak meninggalkan dosa yang mereka perbuat dan tidak menyesali dosa-dosa yang telah mereka lakukan. { فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيْقِ} “Maka mereka akan mendapat azab Jahannam dan mereka akan mendapat azab neraka yang membakar.”

Hal itu dikarenakan balasan tergantung dari jenis amal perbuatan perbuatan. Al-Hasan al-Bashri berkata “Perhatikanlah kedermawanan dan kemurahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di sini! Mereka telah membunuh para kekasihnya namun dia tetap menyuruh mereka agar bertobat dan meminta ampun.”

 

 

 

 

Disalin ulang dari:  Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H – November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker