Ujub dan Terpedaya
Ujub dan Terpedaya
Seorang Muslim harus waspada terhadap sikap berbangga diri (ujub) serta keterpedayaan dan bersungguh-sungguh agar keduanya jangan sampai menjadi sifatnya dalam kondisi bagaimana pun, karena keduanya penghalang terbesar untuk mencapai kesempurnaan dan penghancur terbesar bagi kedudukan dan harta.
Berapa banyak kenikmatan yang terbaik menjadi bencana, disebabkan ujub dan terlena. Berapa banyak kejayaan yang dirombak oleh keduanya menjadi kehinaan. Berapa banyak kekuatan yang dilumpuhkan menjadi kelemahan, maka cukuplah keduanya sebagai penyakit yang berbahaya. Cukuplah keduanya sebagai perusak pelakunya, karena itulah seorang Muslim harus selalu mewaspadai dan takut dari keduanya, dan karena ini pula al-Kitab dan as-Sunnah mengharamkannya, memperingatkan agar menjauhi dan mewaspadai keduanya.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَغَرَّتۡكُمُ ٱلۡأَمَانِىُّ حَتَّىٰ جَآءَ أَمۡرُ ٱللَّهِ وَغَرَّكُم بِٱللَّهِ ٱلۡغَرُورُ
“Dan kalian ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah, dan penipu (setan) telah memperdayamu tentang (keimanan) kepada Allah.”(Al-Hadid:14)
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلۡإِنسَـٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡڪَرِيمِ
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu Yang Maha Pemurah.”(At-Infithar:6)
وَيَوۡمَ حُنَيۡنٍۙ إِذۡ أَعۡجَبَتۡڪُمۡ كَثۡرَتُڪُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنڪُمۡ شَيۡـًٔ۬ا
“Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun.”(At-Taubah:25)
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا، وَهَوًی مُتَّبَعًا، وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِيْ رَأْيٍ بِرَأْ يِهِ فَعَلَيْكَ بِنَفْسِكَ
“Apabila kamu melihat kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan kebanggaan setiap orang terhadap pendapatnya, maka jagalah dirimu.”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no.4341; dan at-Tirmidzi, no.3058; dan beliau menghasankannya)
أَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْأَ حْمَقُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَا هَا وَتَمَنَّی عَلَی ﷲِ الْأَمَانِيَّ
“Orang yang cerdas adalah yang menekan nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, sedangkan orang dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan mengangankan kepada Allah berbagai angan-angan.”(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no.2459)
Beberapa Contoh :
- Iblis laknatullah alaih membanggakan kedudukannya, tertipu oleh dirinya sendiri dan asal kejadian dirinya, ia berkata,”Engkau jadikan aku dari api, sedangkan dia dari tanah!” Maka Allah menjauhkan dan mengusirnya dari rahmat-Nya dan dari kesenangan di hadirat kesucian-Nya.
- Kaum ‘Ad merasa bangga dengan kekuatannya, tertipu oleh kerajaannya, mereka berkata,”Siapa yang lebih kuat dari kita?” Maka Allah menimpakan azab yang menghinakan di dalam kehidupan dunia dan akhirat.
- Suatu ketika Nabi Sulaiman ‘Alahissalam pernah lupa kemudian bersabda,”Malam ini aku akan menggilir seratus permaisuriku dan masing-masing akan melahirkan seorang pejuang di jalan Allah.” Beliau ‘Alahissalam terlupa tidak mengucapkan “insya Allah” maka Allah menggagalkan beliau dari harapan memiliki anak itu. (Lihat al-Bukhari, no.6720)
- Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam pada perang Hunain merasa bangga karena banyaknya jumlah pasukan mereka saat itu, mereka mengatakan,”Hari ini kita tidak akan dikalahkan oleh pasukan yang jumlahnya sedikit.” Kemudian mereka diserang secara bertubi-tubi sampai terdesak, sehingga bumi yang luas terasa sempit bagi mereka, kemudian mereka lari terbirit-birit dan kocar-kacir.
Bentuk-bentuk Keterpedayaan :
- Di dalam ilmu : Seseorang merasa bangga dengan ilmunya, dan tertipu dengan banyaknya pengetahuan, sehingga menjadikannya tidak mau lagi menambah ilmu atau mencarinya., atau sampai membuatnya meremehkan para ahli ilmu. Menganggap kecil orang selainnya, maka cukuplah ini sebagai pengahancur dirinya.
- Di dalam harta : Seseorang terkadang bangga dengan hartanya yang melimpah, kemudian dia tertipu dengan banyaknya harta lalu menghambur-hamburkan atau berlaku boros, bergaya hidup mewah, menyombongkan diri terhadap orang lain dan meremehkan nasihat yang benar, maka hancurlah ia.
- Di dalam kekuatan : Seseorang terkadang bangga dengan kekuatannya, tertipu oleh keagungan pemerintahannya, kemudian melampui batas dan berbuat zhalim (aniaya), merampas, mengancam, menakut-nakuti orang lain, padahal dalam sikap demikian terdapat kebinasaan dan bencananya.
- Di dalam kemuliaan : Seseorang terkadang bangga dengan kemuliaanya, tertipu dengan nasab keturunan dan asalnya, kemudian tidak lagi mau berusaha menempuh usaha mencapai kemuliaan, malas mencari kesempurnaan, maka amalnya pun lamban karena terlena, sedangkan nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya (untuk meraih kebaikan), maka jadilah ia seorang yang rendah, kecil dan hina dina.
- Di dalam beribadah : Seseorang terkadang bangga dengan amalnya, tertipu dengan banyaknya ketaatan, membuatnya lancang kepada Rabbnya, mengungkit-ungkit pemberiannya, maka gugurlah amalnya, rusak karena ujubnya dan sengsara karena terpedaya.
Pengobatannya :
Obat penyakit ini adalah ingat kepada Allah dengan menyandari bahwa segala yang dianugerahkan Allah kepadanya di hari ini berupa ilmu, harta, kekuatan, kejayaan, maupun kemuliaan bisa saja dilenyapkan keesokan harinya jika Allah menghendaki demikian. Dan ingatlah bahwa ketaatan seorang hamba kepada Allah sebanyak apa pun tidak akan sebanding dengan sebagian kenikmatan yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya. Dan sesungguhnya Allah Yang Mahatinggi tidak didikte oleh apa pun, sebab Dia adalahn sumber segala keutamaan, dan pemberi segala kebaikan, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
لَنْ يُنْجِيَ أَحَدٌ مِنْكُمْ عَمَلُهُ. قَالُوْا : وَلَا أَنْتَ يَا رَسُوْلَﷲِ؟ قَالَ : وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ ﷲَ بِرَحْمَتِهِ
“Tidak seorang pun di antara kamu yang diselamatkan oleh amal perbuatannya.”Mereka bertanya,”Dan tidak juga Anda ya Rasulullah?” Beliau menjawab,”Dan tidak juga aku, hanya saja Allah meliputiku dengan rahmat-Nya.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.6463)
Sumber : Kitab Minhajul Muslim Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jajairi Edisi Indonesia, Cetakan XV Jumadil ula 1437H/2016M, Darul Haq Jakarta