Tawadhu’ Rendah Hati dan Tercelanya Takabbur Sombong
Tawadhu’ Rendah Hati dan Tercelanya Takabbur Sombong
Seorang Muslim bertawadhu’ dengan tidak merendahkan maupun menghinakan diri. Tawadhu’ adalah akhlaknya yang luhur dan sifatnya yang tinggi, sementara kesombongan (takabbur) bukan termasuk akhlaknya dan tidak patut bersanding dengannya. Sebab seorang Muslim bertawadhu’ adalah untuk dimuliakan dan tidak mau sombong agar tidak dicampakkan, sebab sudah menjadi Sunnatullah mengangkat derajat orang-orang yang tawadhiu’ dan merendahkan orang-orang yang sombong. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidak mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba karena pemaafannya melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah melainkan Allah mengangkat derajatnya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2588)
حَقٌّ عَلَی ﷲِ أَنْ لَا يَرْ تَفِعَ شَيْءٌ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا وَضَعَهُ
“Sudah menjadi (ketetapan) yang haq atas Allah agar tidak ada sesuatu pun dari dunia yang meninggikan diri melainkan Dia pasti merendahkannya.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.2872)
يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الْأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الْخَبَالِ
“Orang-orang yang sombong pada Hari Kiamat akan digiring seperti semut kecil dalam bentuk seorang laki-laki yang diliputi kehinaan dari segala penjuru, digiring memasuki penjara di dalam Neraka Jahanam yang disebut ‘Bulas (tahanan Jahannam)’ yang diliputi api yang sangat panas, diberi minum saripati kotoran penghuni neraka yang membusuk.”(Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, at-Tirmidzi, no.2492, dan dihasankannya)
Seorang Muslim di kala telinga dan hatinya mendengar kabar yang Mahabenar ini dari Firman Allah dan sabda Rasul-Nya Shallallahu ‘alahi wasallam tentang pujian bagi orang-orang yang sangat tawadhu’ dan tentang celaan bagi orang-orang yang amat sombong, yang satu memerintahkan bertawadhu’ dan yang lainnya melarang kesombongan, maka bagaimana mungkin dia tidak bertawadhu’ dan tidak menjadi akhlaknya? Bagaimana mungkin ia tidak menjauhi kesombongan dan tidak membencinya?
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman memerintahkan Rasul-Nya Shallallahu ‘alahi wasallam agar bertawadhu’,
وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
“Dan rendahkanlah hatimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.”(Asy-Syu’ara`:215)
وَلَا تَمۡشِ فِى ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong.”(Al-Isra`:37)
Allah juga berfirman memuji sifat tawadhu’ para kekasih-Nya,
يُحِبُّہُمۡ وَيُحِبُّونَهُ ۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ
“Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.”(Al-Ma`idah:54)
Allah berfirman tentang balasan bagi orang-orang yang tawadhu’,
تِلۡكَ ٱلدَّارُ ٱلۡأَخِرَةُ نَجۡعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّ۬ا فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فَسَادً۬اۚ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.”(Al-Qashash:83)
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda di dalam perintah bertawadhu’,
إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kamu sekalian saling bertawadhu’ sehingga tidak ada seorang pun yang menyombongkan diri atas yang lain dan tidak ada seorang pun yang melampui batas kepada yang lain.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2865)
Beliau Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda menganjurkan agar bertawadhu’,
مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ . فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ
“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, melainkan pasti menggembala kambing.” Maka para sahabat bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alahi wasallam,” Dan Anda?” Beliau Shallallahu ‘alahi wasallam menjawab,” Ya, dahulu aku menggembalakannya untuk penduduk Makkah dengan upah beberapa paroh dinar.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.2262)
لَوْ دُعِيْتُ إِلَى كُرَاعِ شَاۃٍ أَوْ ذِرَاعٍ لأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَيَّ ذِرَاعٌ أَوْ كُرَا عٌ لَقَبِلْتُ
”Seandainya aku diundang untuk menyantap tulang hasta atau tulang betis kambing pasti aku akan memenuhinya, dan seandainya aku dihadiahi tulang hasta atau tulang betis pasti aku terima.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.2568)
Beliau Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda melarang takkabur,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ: كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kalian aku beritahu tentang penghuni neraka! Yaitu setiap orang yang bengis, suka (bersuara) keras, dan sombong.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.4918; dan Muslim, no.2853)
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْوَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka di Hari Kiamat, tidak menyucikan mereka, dan tidak melihat mereka dan bagi mereka siksa yang pedih : Orang tua yang berzina, raja pendusta, dan orang miskin yang sombong.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.107)
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
اَلْعِزُّ إِزَارُهُ، وَالْكِبْرِيَاءُ رِدَاءُهُ، [قَالَ ﷲُ ﷻ] فَمَنْ يُنَازِعُنِيْ عَذَّبْتُهُ
“Kejayaan adalah sarung Allah, kesombongan adalah selendang-Nya,[Allah Azza wa jalla berfirman,’] maka siapa yang melepaskannya dari-Ku (menandingi-Ku), akan Aku siksa dia.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2620)
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam juga bersabda,
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللَّهُ بِهِ الْأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Ketika seorang laki-laki sedang bergaya dengan kesombongan berjalan dengan mengenakan dua burdahnya (jenis pakaian bergaris-garis; atau pakaian yang terbuat dari wol hitam), dia mengagumi dirinya, lalu Allah membenamkannya di dalam bumi, maka dia selalu terbenam ke bawah di dalam bumi sampai Hari Kiamat.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.5789; dan Muslim, no.2088)
Ciri-ciri Orang Yang Bertawadhu’
- Jika seseorang selalu ingin menonjol, maju ke depan di antara sesamanya, berarti dia orang yang sombong, namun jika mundur (menarik diri) dari mereka, maka dia orang yang bertawadhu’.
- Jika seseorang berdiri dari tempat duduknya karena kehadiran seorang alim yang mulia dan mempersilahkannya duduk di tempatnya, dan jika ulama itu berdiri, dia mempersiapkan sandalnya dan keluar mengikutinya di belakangnya sampai ke pintu rumah mengantarkannya, maka orang itu adalah orang yang bertawadhu’.
- Jika seseorang berdiri menyambut kedatangan orang-orang awam dengan muka berseri-seri dan gembira, lemah lembut di dalam bertanya, memenuhi undangannya, membantu kebutuhannya, dan tidak menganggap dirinya lebih baik dari mereka, maka itulah orang yang bertawadhu’.
- Jika seseorang mengunjungi orang lain yang kedudukannya lebih rendah atau setara, membawakan barang-barangnya, atau berjalan bersamanya memenuhi kebutuhan, maka dia termasuk orang yang bertawadhu’.
- Jika seseorang duduk-duduk bersama fakir miskin, orang-orang sakit dan para penyandang cacat, atau memenuhi undangan mereka atau berjalan bersama mereka di jalanan mereka, maka ia termasuk orang yang tawadhu’.
- Jika seseorang makan dan minum tanpa berlebihan, berpakaian tanpa sombong, maka dia juga orang yang tawadhu’.
Beberapa Contoh yang Agung Tentang Tawadhu’
- Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz sedang menulis di malam hari, lalu datang tamu kepadanya, sedangkan lampunya hampir padam. Tamu itu berkata,” Saya akan memperbaiki lampu itu?” Umar mencegah,”Bukan termasuk orang yang mulia jika menjadikan tamunya sebagai pembantu.” Tamu itu berkata,” Kalau begitu saya bangunkan pembantu,” Umar melarang,” Dia baru saja tidur, jangan anda bangunkan.” Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz bangkit mengambil botol dan memenuhi lampu dengan minyak. Tamu itu berkata,” Anda melaksanakannya sendiri, wahai Amirul Mukminin?” Umar menjawab,” Saya pergi sebagai Umar dan datang sebagai Umar, tidak berkurang apapun dari saya, sedangkan sebaik-baik manusia di sisi Allah adalah yang bertawadhu’.
- Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu pulang dari pasar bawa seikat kayu bakar, (padahal) beliau saat itu adalah gubernur Madinah yang diangkat oleh Marwan. Mereka berkata,”Berilah jalan, gubernur agar lewat, dia sedang membawa seikat kayu bakar.
- Diriwayatkan bahwa Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu’anhu lewat sambil membawa daging di tangan kirinya dan tongkat di tangan kanannya, (padahal) saat itu beliau adalah Amirul Mukminin, khalifah mereka.
- Diriwayatkan bahwa Ali Radhiyallahu’anhu membeli daging dan membawanya di dalam mantelnya, ada yang mengatakan,”Dibawakan saja (oleh seseorang) wahai Amirul Mukminin?” Beliau menjawab,”Kepala rumah tangga lebih berhak membawa.”
- Sahabat Anas Radhiyallahu’anhu berkata,”Pernah ada seseorang budak sahaya kota Madinah yang menggandeng tangan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam berjalan kesana kemari.”
- Dari Abu Salamah : Saya berkata kepada Abu Sa’id al-Khudri,”Bagaimana penilaian anda tentang cara berpakaian, minum, berkendaraan dan makannya orang sekarang?” Dia berkata,” Hai saudaraku, makanlah karena Allah, minumlah karena Allah dan berpakaianlah karena Allah. Karena sesuatu yang dimasuki kesombongan, kebanggaan dan pamer atau agar terkenal adalah kemaksiatan dan pemborosan. Dan laksanakanlah pekerjaan-pekerjaan di rumahmu seperti yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam di kediaman beliau. Beliau memberi makan, minum dan menambatkan unta, menyapu rumah, memerah susu kambing, memperbaiki sandal, menambal baju, makan bersama pembantu beliau, menggilingkan tepung untuknya bila kecapaian, membeli sesuatu dari pasar, tidak malu membawanya dengan tangannya atau meletakkannya di ujung baju beliau untuk dibawa ke keluarga, menjabat tangan orang-orang kaya dan fakir miskin, besar dan kecil, mendahului mengucapkan salam kepada setiap orang yang menjumpainya, anak kecil maupun orang tua, hitam maupun merah, merdeka maupun budak, yaitu mereka yang mengerjakan shalat, yakni kaum Mukminin.
Sumber : Kitab Minhajul Muslim Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jajairi Edisi Indonesia, Cetakan XV Jumadil ula 1437H/2016M, Darul Haq Jakarta