Akhlak & AdabARTIKEL

Adab-Adab Dan Hak-Hak Sesama Muslim

Adab-Adab Dan Hak-Hak Sesama Muslim

Sesama Muslim percaya bahwa saudaranya mempunyai hak-hak dan adab-adab yang harus dipenuhi, maka ia berkomitmen menjalankan dan melaksanakannya terhadap saudaranya sesama Muslim dan meyakini bahwa ini merupakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan ketaatan yang dengannya ia mendekatkan diri kepada-Nya.

Karena hak-hak dan adab-adab ini telah diwajibkan Allah Subhanahu wa ta’ala bagi setiap Muslim untuk dilaksankan terhadap saudaranya sesama Muslim, sehingga tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan ibadah kepada Allah dan sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Diantara hak-hak dan adab-adab tersebut adalah :

1. Mengucapkan salam kepadanya saat berjumpa sebelum mengajaknya bicara,

yaitu mengucapkan,`Assalamu’alaikum` dan menjabat tangannya, lalu dibalas dengan ucapan,`Wa’Alaikumus Salam Warahmatullahi wa Barakatuh`. Hai ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٍ۬ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡہَآ أَوۡ رُدُّوهَآ‌ۗ

Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).”(An-Nisa`:86)

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

لِيُسَلِّمْ اَلصَّغِيرُ عَلَى اَلْكَبِيرِ, وَالْمَارُّ عَلَى اَلْقَاعِدِ, وَالْقَلِيلُ عَلَى اَلْكَثِيرِ

Hendaklah yang kecil memberi salam pada yang lebih tua, hendaklah yang berjalan memberi salam pada yang sedang duduk, hendaklah yang sedikit memberi salam pada yang banyak.” (Muttafaq‘alaih; al-Bukhari, no. 3231, 3234, dari jalur ‘Atha’ bin Yasar; no. 6232; Muslim, no. 2160 dari jalur Tsabit bin Al-Ahnaf, bekas bukda ‘Abdurrahman bin Zaid, ketiga jalur ini dari Abu Hurairah)

وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Dan engkau ucapkan salam, baik kepada orang yang engkau kenal maupun orang yang tidak engkau kenal.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.12; Muslim, no.39)

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Tidaklah dua orang Muslim bertemu lalu saling berjabat tangan, melainkan Allah mengampuni keduanya sebelum mereka berpisah.”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no.5212; Ibnu Majah, no.3703; dan at-Tirmidzi, no.2727)

2. Mentasymitnya bila ia bersin

Yaitu mengucapkan,’Yarhamukallah’ (semoga Allah merahmatimu) bila ia bersin dan memuji Allah (mengucapkan,’Alhamdulillah), lalu yang bersin membalas dengan ucapan,’Yaghfirullah li wa laka’ (semoga Allah mengampuni aku dan engkau) atau dengan ucapan,’Yahdikumullah wa yushlih balakum’ (semoga Allah menunjukimu dan memperbaiki keadaanmu). Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam,

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ اَللَّهُ, فَإِذَا قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اَللَّهُ, فَلْيَقُلْ: يَهْدِيكُمُ اَللَّهُ, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

Apabila seseorang di antara kalian bersin hendaklah ia mengucapkan,’Segala puji bagi Allah’, dan hendaklah saudaranya mengucapkan kepadanya,’Semoga Allah merahmatimu’. Jika diucapkan kepadanya ’Yarhamukallah’ hendaklah ia mengucapkan ‘Semoga Allah menunjukimu dan mempebaiki keadaanmu’.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.6224)

Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu mengatakan,”Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersin, beliau meletakkan tangannya atau ujung bajunya pada mulutnya dan dengannya beliau merendahkan suaranya.”(Muttafaq’alaih; Abu Dawud, no.5029, at-Tirmidzi, no.2745)

3. Menjenguknya bila ia sakit dan memohonkan kesembuhan baginya.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam,

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّ السَّلَامِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضَ، وَاتِّبَاعُ الْجنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ

Hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima: Membalas salam, menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan dan mentasymit orang yang bersin.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.1240; Muslim, no.2162)

Dan berdasarkan ucapan al-Bara` bin Azib Radhiyallahu’anhu,”Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam memerintahkan kami untuk menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, mentasymit yang bersin, melaksanakan tuntutan sumpahnya, menolong yang teraniaya, memenuhi undangan dan menyebarkan salam.”

Serta sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam,

عُودُوا الْمَرِيضَ, وَأَطْعِمُوا الْجَائِعَ , وَفُكُّوا الْعَانِىَ – يَعْنِى الأَسِيرَ

 “Jenguklah yang sakit, berilah makanan kepada yang lapar dan bebaskanlah tawanan.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.3046)

4. Mengurusi jenazahnya bila ia meninggal,

berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam,

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّ السَّلَامِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضَ، وَاتِّبَاعُ الْجنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ

Hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima : Menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan rahmat bagi yang bersin.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.1240; Muslim, no.2162)

5. Melaksanakan tuntutan sumpahnya bila ia bersumpah kepadanya dengan sesuatu yang tidak ada pelanggaran di dalamnya agar ia tidak melanggar sumpahnya,

Hal ini berdasarkan ucapan al-Bara` bin Azib Radhiyallahu’anhu, “Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam memerintahkan kami untuk menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, mentasymit yang bersin, melaksankan tuntutan sumpahnya, menolong yang teraniya, memenuhi undangan dan menyebarkan salam.”

6. Menasihatinya dengan suatu nasihat bila ia meminta nasihat,

Yakni dengan menjelaskan kepadanya apa yang dipandangnya baik atau benar dalam perkara dimaksud, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam,

إذا استنصح أحدكم أخاه ، فلينصح له

Jika seseorang di antara kalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah ia menasihatinya.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, secara mu’allaq dalam Kitab al-Adab, Bab Hal Yabi’ Hadhir Libadin, dan diriwayatkan secara maushul oleh Ahmad, no.17818)

Dan sabdanya,

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قَالُوْا: لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لِلهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ

Agama adalah nasihat,”ditanyakan (kepada Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam),” Bagi siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,” Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin dan segenap kaum Muslimin.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.55)

Seorang Muslim tentunya termasuk ke dalam segenap kaum Muslimin.

7. Mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri dan membenci bagi saudaranya apa yang dia benci bagi dirinya sendiri,

Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidaklah seseorang di antara kalian beriman (dengan sempurna) sehingga ia mencintai (kebaikan) bagi saudaranya sebagaimana ia mencintainya untuk dirinya sendiri.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.13; Muslim, no.45)

Dan sabdanya,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam saling mencintai, saling menyayangi dan saling mengasihi antar mereka adalah laksana satu tubuh, jika salah satu anggotanya menderita maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan sulit tidur.” (Muttafaq’alaih; Muslim, no.2586)

Serta sabdanya,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

Seorang Mukmin terhadap Mukmin lainnya adalah laksana satu bangunan yang saling menopang satu sama lain.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.6027; Muslim, no.2585)

 

8. Menolongnya dan tidak membiarkannya dalam tekanan kapanpun ia membutuhkan pertolongan dan bantuannya,

Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

 انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا  فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا ، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ قَالَ « تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ  

Tolonglah saudaramu, baik ia zhalim ataupun dizhalimi.”Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam ditanya oleh seseorang tentang cara menolongnya dalam keadaan berbuat zhalim, maka beliau mengatakan,” Engkau tuntun tangannya –yakni menghentikan dan menghalanginya berbuat zhalim-. Itulah (bentuk) pertolongan baginya.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.6952)

Dan berdasarkan sabdanya,

اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لاَ يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يَخْذُلُهُ ، وَلاَ يَحْقِرُهُ

Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak boleh menganiayanya, tidak boleh menelantarkannya dan tidak boleh menghinakannya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2564)

9. Tidak menimpakan keburukan atau sesuatu yang dibenci kepadanya.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Seorang Muslim atas Muslim lainnya diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2564)

Dan sabdanya,

المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Seorang Muslim (sejati) adalah yang mana kaum Muslimin (lainnya) selamat dari (keburukan) lisan dan tangannya.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.10; Muslim, no.40)

Juga sabdanya,

الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ

Seorang Mukmin (sejati) adalah orang yang kaum Mukminin (manusia lainnya) merasa aman dari (gangguannya) pada diri dan harta mereka.”(Diriwayatkan oleh Ahmad, no.6886; at-Tirmidzi, no.2627; dan al-Hakim, 1/54, shahih)

10. Rendah hati dan tidak menyombongkan diri kepadanya serta tidak membangunkannya dari tempat duduknya untuk kemudian mendudukinya.

Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala,

وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِى ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًا‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ۬ فَخُورٍ۬

Dan janganlah engkau memalingkan muka diri manusia (karena kesombongan) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi menyombongkan diri.”(Luqman:18)

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam,

إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan diri terhadap orang lain.”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no.4895; dan Ibnu Majah, no.4179, shahih)

Dan sabdanya,

مَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

Tidaklah seseorang berendah hati karena Allah melainkan Allah Subhanahu wa ta’ala akan meninggikan (martabat)nya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2588)

Lain dari itu, karena telah ada contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam tentang rendah hati beliau terhadap kaum Muslimin walaupun beliau adalah penghulu para rasul, dan beliau tidak congkak serta tidak sombong sehingga beliau tetap berkenan untuk berjalan bersama para janda, fakir miskin dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Bahkan dalam salah satu doanya beliau mengucapkan,

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا ، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ

Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, serta himpunkanlah aku bersama golongan orang-orang miskin.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no.4126; dan al-Hakim, 4/358)

Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

لاَ يُقِيْمَنَّ أَحَدُكُمْ رَجُلاً مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ ، وَلكِنْ تَوَسَّعُوْا وَتَفَسَّحُوْا

Jangalah seseorang di antara kalian membangunkan seseorang dari tempat duduknya lalu ia menduduki tempatnya, akan tetapi lapangkanlah dan luaskanlah.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.6269; Muslim, no.2177)

11. Tidak mendiamkannya lebih dari tiga hari, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

لَا يحلُّ لمسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَياَلٍ يَلْتْقَيِاَنِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بالسَّلَامِ

Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga (hari). Ketika keduanya bertemu, yang ini berpaling dan yang itu pun berpaling. Yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan salam.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.6077; Muslim, no.2560)

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alahi wasallam,

وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

Dan janganlah kalian saling membelakangi, tapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2563)

Yang dimaksud saling membelakangi adalah tidak saling mempedulikan dan masing-masing memalingkan diri dari yang lainnya.

12. Tidak menggunjing, menghina, mencela, mengolok-olok, menjulukinya dengan panggilan yang buruk, dan tidak menceritakan perkataannya untuk merusak hubungannya (dengan orang lain).

Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala,

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬‌ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًا‌ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُ‌ۚ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”(Al-Hujurat:12)

Dan Firman-Nya,

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ۬ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُمۡ وَلَا نِسَآءٌ۬ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُنَّ‌ۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَـٰبِ‌ۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَـٰنِ‌ۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”(Al-Hujurat:11)

Serta sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)?” Para sahabat menjawab,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda,”Engkau menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukainya.” Ada yang bertanya,” Bagaimana jika yang aku katakan itu memang benar ada pada saudaraku?” Beliau Shallallahu ‘alahi wasallam menjawab,” Jika yang engkau katakan itu benar ada padanya, berarti engkau telah menggunjingnya, dan jika yang engkau katakan itu tidak ada padanya, berarti engkau telah melakukan tuduhan dusta terhadapnya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2589)

Dalam sabda beliau Shallallahu ‘alahi wasallam lainnya disebutkan,

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Seorang Muslim atas Muslim lainnya diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2564)

Dalam sabda lainnya disebutkan,

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أخَاهُ الْمُسْلِمَ

“Cukuplah seseorang dianggap berbuat jahat bila ia meremehkan saudaranya yang Muslim.” (Muttafaq’alaih; Muslim, no.2564)

Serta sabdanya,

 لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (menghasut).” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.6056; Muslim, no.105)

13. Tidak mencacinya tanpa alasan yang benar, baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal, 

Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

سِبَابُ اَلْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Mencaci seorang Muslim itu adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.48; Muslim, no.64)

لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan fasik atau kafir kecuali tuduhan itu akan kembali kepadanya jika yang dituduhnya itu tidak demikian.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.6045)

الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِئِ، مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ

“Dua orang yang saling mencaci adalah dalam kondisi seperti yang mereka ucapkan. Maka dosa cacian itu ditanggung yang memulai sehingga orang yang dizhalimi membalasnya secara berlebihan.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, no.4894)

مِنْ الْكَبَائِرِ أَنْ يَشْتُمَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ , قَالُوا وَكَيْفَ يَشْتُمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ , قَالَ يَشْتُمُ الرَّجُلُ فَيَشْتُمُ أَبَاهُ وَ أُمَّهُ

 “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci kedua orangtuanya.” Para sahabat bertanya,”Apa mungkin seseorang mencaci orangtuanya sendiri?” Beliau menjawab,”Ya, ia mencaci ayah seseorang lalu yang ayahnya dicaci itu mencaci ayahnya, lalu ia mencaci ibunya dan orang itu pun mencaci pula ibunya.” (Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.5973; Muslim, no.90)

15. Tidak dengki, berburuk sangka, membenci ataupun memata-matainya (mencari-cari kesalahannya).

Hal ini berdasarkan Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬‌ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًا‌ۚ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”(Al-Hujurat:12)

Dan Firman-Nya,

لَّوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ظَنَّ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتُ بِأَنفُسِہِمۡ خَيۡرً۬ا

Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang-orang Mukmin dan Mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri.”(An-Nur:12)

Dan berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً

Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling berbantah-bantahan, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi dan janganlah sebagian kalian membeli (sesuatu) yang sudah ditawar orang lain, akan tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2563)

Serta sabdanya,

إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث

Jauhilah oleh kalian berprasangka, karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.5144)

15. Tidak mencurangi atau menipunya,

sebab Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman,

وَٱلَّذِينَ يُؤۡذُونَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ بِغَيۡرِ مَا ٱڪۡتَسَبُواْ فَقَدِ ٱحۡتَمَلُواْ بُهۡتَـٰنً۬ا وَإِثۡمً۬ا مُّبِينً۬ا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”(Al-Ahzab:58)

Dan Firman-Nya,

وَمَن يَكۡسِبۡ خَطِيٓـَٔةً أَوۡ إِثۡمً۬ا ثُمَّ يَرۡمِ بِهِۦ بَرِيٓـًٔ۬ا فَقَدِ ٱحۡتَمَلَ بُہۡتَـٰنً۬ا وَإِثۡمً۬ا مُّبِينً۬ا

Dan barangsiapa yang melakukan suatu kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yan nyata.”(An-Nisa`:112)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

 مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ وَ مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

Barangsiapa yang membawa senjata untuk (membahayakan) kami dan barangsiapa yang berbuat curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.101)

Sabda beliau Shallallahu ‘alahi wasallam juga,

مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ

Tidaklah seorang hamba yang ditugasi Allah memimpin rakyat, lalu ia mati dalam keadaan curang terhadap rakyatnya melainkan Allah mengharamkan surga atasnya.”(Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.7151; Muslim, no.142)

16. Tidak melanggar perjanjian atau mengkhianatinya dan tidak berdusta kepadanya atau menunda-nunda pembayaran hutang kepadanya,

Sebab Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman,

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِ‌ۚ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.”(Al-Ma`idah:1)

وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَـٰهَدُواْ‌ۖ

Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji.”(Al-Baqarah:177)

وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِ‌ۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـُٔولاً۬

Dan penuhilah janji itu, karena sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya.”(Al-Isra`:34)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Ada empat sifat, barangsiapa yang sifat-sifat itu ada pada dirinya, maka ia adalah seorang munafik tulen, dan barangsiapa yang padanya ada satu sifat saja, maka ia memiliki satu sifat kemunafikan hingga ia menaggalkannya, yaitu : Apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengkhianati dan apabila ia berbantah-bantahan maka dia berbuat keji.”(Muttafaq’alaih; al-Bukhari, no.34; Muslim, no.38)

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﺃَﻧَﺎ ﺧَﺼْﻤُﻬُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ : ﺭَﺟُﻞٌ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﺑِﻲ ﺛُﻢَّ ﻏَﺪَﺭَ، ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺑَﺎﻉَ ﺣُﺮًّﺍ ﻓَﺄَﻛَﻞَ ﺛَﻤَﻨَﻪُ، ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺍﺳْﺘَﺄْﺟَﺮَ ﺃَﺟِﻴﺮًﺍ ﻓَﺎﺳْﺘَﻮْﻓَﻰ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻂِ ﺃَﺟْﺮَﻩُ

 “Ada tiga orang yang Aku menjadi musuh mereka pada Hari Kiamat kelak; yaitu seseorang memberikan janji dan sumpahnya atas nama-Ku lalu ia mengkhianatinya, seseorang yang menjual seorang yang merdeka lalu ia makan harganya dan seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja dan pekerja itu pun memenuhi pekerjaannya namun ia tidak memberikan upahnya.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.2227)

17. Hendaklah mempergaulinya dengan akhlak yang mulia, memberinya segala sesuatu yang ma’ruf dan menahan diri dari menyakitinya, menghadapinya dengan wajah ceria, menerima kebalikannya, memaafkan kesalahannya dan tidak membebaninya dengan sesuatu diluar kesanggupannya. Tidak mencari ilmu ataupun penjelasan kepada orang yang bodoh atau orang yang dungu.

Sebab, Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman,

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَـٰهِلِينَ

 “Jadilah engkau pemaaf dan suruhnya orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalingnya dari orang-orang yang bodoh.”(Al-A’raf:199)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kamu di mana saja kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan kebajikan, niscaya ia menghapusnya, dan  pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”(Diriwayatkan oleh al-Hakim, 1/121; at-Tirmidzi, no.1987, dan dihasankannya)

18. Memuliakannya jika saudaranya itu lebih tua darinya dan menyayanginya jika ia lebih kecil,

Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam telah bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

Bukan dari golongan kami orang tidak belas kasihan kepada orang yang muda di antara kami dan yang tidak hormat kepada orang yang tua di antara kami.”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, no.1921)

Sabda beliau juga,

إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ

Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah adalah memuliakan orang lanjut usia yang Muslim.”(Diriwayatkan dari oleh Abu Dawud, no.4843, dengan sanad hasan)

Sabda beliau Shallallahu ‘alahi wasallam,

كَبِّرْ كَبِّرْ

Mulailah dari yang tua, mulailah dari yang tua.” (Diriwayatkan dari oleh Abu Dawud, no.2173; Muslim, no.1669)

Di antara akhlak yang diketahui dari Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam dalam hal ini adalah, ketika seorang bayi dihadirkan kepada beliau untuk didoakan mendapat berkah  dan diberi nama. Beliau biasa meletakkan bayi itu pada pangkuannya hingga kadang sang bayi pipis dipangkuan beliau.

Telah diriwayatkan bahwa apabila beliau Shallallahu ‘alahi wasallam datang dari suatu perjalanan jauh, beliau disambut oleh anak-anak, maka beliau pun menyambut mereka dan beliau menyuruh para sahabat membawa anak-anak kepada beliau, maka di antara mereka ada yang beliau gendong di bagian depan dan ada pula yang digendong di punggung beliau. Beliau juga menyuruh para sahabatnya agar menggendong sebagian mereka sebagai ungkapan rasa sayang beliau kepada mereka.

19. Bersikap obyektif kepada saudaranya dan mempergaulinya dengan baik sebagaimana ia sendiri suka jika diperlakukan dengan baik.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam telah bersabda,

Seseorang tidak akan dapat menyempurnakan imannya sehingga ada tiga sifat pada dirinya, yaitu suka berinfak karena (menghilangkan) sifat kikir, bersikap obyektif pada dirinya sendiri dan menebarkan salam.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, secara mu’allaq dalam Kitab al-Iman, Bab Ifsya’ as-Salam, dari perkataan Ammar bin Yasar)

Sabda beliau Shallallahu ‘alahi wasallam juga,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ، فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمنُ باِللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ مَا يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ

Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaknya dalam keadaan beriman kepada Allah ‘azza wa jalla dan hari akhir saat kematian mendatanginya. Hendaklah dia berbuat baik kepada manusia apa yang dia suka untuk diperbuat terhadap dirinya.”(Diriwayatkan oleh Muslim)

20. Memaafkan kesalahan dan menutup aibnya serta tidak mendengarkan pembicaraan yang dirahasiakan darinya.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱصۡفَحۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Maka maafkan dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(Al-Ma`idah:13)

فَمَنۡ عُفِىَ لَهُ ۥ مِنۡ أَخِيهِ شَىۡءٌ۬ فَٱتِّبَاعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik.”(Al-Baqarah:178)

فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُ ۥ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ

Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.”(Asy-Syuara:40)

وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْ‌ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡ‌ۗ

Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?”(An-Nur:22)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba disebabkan pemaafannya, melainkan kemuliaan.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2588)

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ

Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian.”(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.6066; Muslim, no.6482)

21. Membantunya jika ia memerlukan pertolongannya dan berkenan membantunya dalam menyelesaikan keperluannya jika ia mampu melakukannya.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ‌ۖ

Dan tolong-menolonglah kamu di dalam kebajikan dan takwa.”(Al-Ma`idah:2)

مَّن يَشۡفَعۡ شَفَـٰعَةً حَسَنَةً۬ يَكُن لَّهُ ۥ نَصِيبٌ۬ مِّنۡہَا‌ۖ

Barangsiapa yang memberikan syafa`at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) darinya.”(An-Nisa`:85)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَ اللَّهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ

Barangsiapa yang melepaskan dari seorang Mukmin satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah melepaskan darinya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan pada Hari Kiamat; dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan, niscaya Alllah memberikan kemudahan padanya di dunia dan di akhirat; dan barangsiapa yang menutup aurat (aib) seorang Muslim, niscaya Allah menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong seorang hamba selama ia senantiasa menolong saudaranya.”(Diriwayatkan oleh Muslim, no.2669)

22. Hendaknya seorang Muslim melindungi saudaranya jika ia memohon perlindungan dengan Nama Allah, memberinya jika ia meminta sesuatu dengan Nama Allah dan hendaknya membalas kebaikannya (dengan kebaikan yang serupa) atau mendoakannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللهِ فَأَعِيْذُوْهُ، وَمَنْ سَأَلَ بِاللهِ فَأَعْطُوْهُ ، وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيْبُوْهُ، وَمَنْ صَنَعَ إَلَيْكُمْ مَعْرُوْفًا فَكَافِئُوْهُ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا مَا تُكَافِئُوْنَهُ فَادْعُوْا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوْهُ

Barangsiapa yang meminta perlindungan kepadamu dengan Nama Allah, maka berilah ia perlindungan, barangsiapa meminta sesuatu kepadamu dengan Nama Allah, maka berilah ia, barangsiapa yang mengundangmu, maka penuhilah undangannya, dan barangsiapa yang berbuat baik kepadamu, maka balaslah kebaikannya; lalu jika kamu tidak mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka doakan (kebaikan) baginya, sehingga kamu benar-benar merasa telah membalasnya.”(Diriwayatkan oleh Ahmad, no.5342; Abu Dawud, no.5109; an-Nasa`i, no.2567; dan al-Hakim, 2/73. Hadits ini sanadnya hasan)

Sumber : Kitab Minhajul Muslim Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jajairi Edisi Indonesia, Cetakan XV Jumadil ula 1437H/2016M, Darul Haq Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini:

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker